Momen 17 - Berbagai Keajaiban

161 31 7
                                    

Ada yang nunggu lanjutan kisah Kelana? Selamat membaca yaaaa. Akhirnya kelar juga.

***

"Lo sendirian?" tanya Ken setelah dia dan Kelana keluar dari studio Bincang Tawa.

"I-iya," jawab Kelana.

"Nggak ada asisten gitu?"

Ya lo pikir aja, Ken. Gue baru netes di dunia beginian. Gimana mungkin gue punya asisten?

"Belum ada."

"Oh ...." Ken mengangguk, lantas berjalan cepat, mendahului Kelana.

"Duluan ya, Kelana," kata asisten Ken yang mengekor dari belakang Ken.

Kelana mengangguk.

Saat di studio, Kelana sudah memimpikan akan berfoto ria bareng Ken. Namun barusan, saat Ken hadir di sisinya, tidak ada sedikit pun kemampuan untuk sekadar berbicara, "Ken, minta foto!" Seolah-olah, mulut Kelana dikunci secara paksa. Dan itu, itu sama sekali bukan kebiasaan Kelana. Kelana baru sadar kalau dirinya bisa berubah bego saat berdekatan dengan cowok yang dia kagumi.

"Woy!"

Kelana yang tengah melamun langsung menengok ke belakang. Matanya membulat saat melihat Bian. Cowok itu melambaikan tangan dengan bibir melebar.

"Kok elo ada di sini?" Kelana mengerutkan kening.

"Kan gue udah janji mau jadi asisten lo." Bian mengangguk-angguk. "Setelah dari sekolah, gue langsung ke sini."

Kelana melihat Bian dari atas sampai bawah. Dia masih mengenakan seragam sekolah yang bagian tangannya dilipat. Sementara, celana seragamnya dijahit ngepas dengan kaki cowok itu.

"Ngerepotin tahu, Bi," ucap Kelana akhirnya. "Gue bisa pulang sendiri."

"Enggak ngerepotin!" tegas Bian. "Gue ke sini sekaligus mau ngajak lo jalan-jalan. Anggap aja ini ucapan selamat dari gue. Gimana?"

Kelana melihat HP, sudah pukul empat sore. "Enggak deh, Bi. Mama sendirian di rumah. Lo kan tahu, sekarang, kesehatan Mama gampang banget menurun. Kalau lo anter gue pulang aja gimana?"

"Ah ...." Bian mengangguk. "Okey, nggak apa-apa. Tenang, gue bakal turutin apa pun yang tuan putri mau. Yuk?" Bian mengulurkan tangan.

"Yeeey." Kelana menepiskan tangan. "Gue bukan nenek-nenek yang butuh bantuan ya. Nggak perlu lo pegang tangan gue."

"Jiah. Masih belum takluk juga ya sama gue?" Bian sedikit mencelos. "Ya udahlah."

Kelana berjalan ke ruang tunggu untuk mengambil tas, sementara, Bian mengekor dari belakang. Bertepatan dengan itu, Ken keluar dari ruang tunggunya. Otomatis, langkah Kelana dan Bian tertahan.

"Gue duluan ya, Kelana," ucap Ken.

"I-iya, Ken." Kelana mengangguk-angguk dengan senyum mafhum.

"Eh, katanya sendirian. Ini ada ...." Ken mengarahkan mata ke Bian.

"Iya, gue jemput Lana." Bian langsung memotong ucapan Ken.

"Pacar Lana?"

"Buk ..."

"Iya!" Bian memotong ucapan Kelana.

Mendengar perkataan itu, Kelana melotot. Namun, tentu saja dia tidak bersuara lagi. Jika seandainya Kelana berusaha menjelaskan, apa pentingnya untuk Ken? Kelana dan Ken baru bertemu hari ini. Kelana merasa bodo amat tentang Bian yang asal bunyi.

Ken mengulas senyum tipis, lalu melangkah. Dia meninggalkan Kelana dan Bian di depan ruang tunggu.

"Ken!" teriak Kelana.

Glow Up Moment (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang