Momen 20 - Terpukau

140 20 12
                                    

Udah Selasa aja nih guys. Lanjut cerita Kelana yok? Jangan lupa tinggalkan jejak yesss.

***

Suara tepuk tangan dari setiap penjuru gedung memekakan telinga. Teriakkan demi teriakkan susul menyusul, megangungkan nama Kelana. Jika biasanya orang yang baru dihukum akan mendapatkan kecaman, maka di hari pertama Kelana masuk sekolah, dia malah disambut heboh. Di tengah lapangan, ada seorang anggota OSIS yang dengan sengaja menggunakan pengeras suara untuk menyambut kedatangan Kelana.

Kelana melangkah pelan. Dia menata kaki seperti tengah berjalan di atas tumpukan emas yang sangat berharga. Dia memutar mata ke setiap arah. Hampir semua orang yang ada di sana memunculkan gigi putih mereka. Ah, Kelana ingat saat pertama masuk sekolah ini dua tahun lalu. Jangankan disambut, dilirik saja tidak. Orang-orang yang sudah lebih dulu bersekolah di sini lebih senang mendatangi cewek-cewek cantik yang mungkin akan jadi incaran mereka.

Setelah memutuskan masuk management satu minggu lalu, Kelana memang merasakan perubahan yang sangat besar. Dari penampilan? Tentu saja. Irgi sebagai fashion stylist mengurus Kelana dari atas sampai bawah. Penampilan Kelana punya konsep yang matang di setiap acara, termasuk sesederhana penampilan di sekolah.

Bukan hanya soal penampilan. Dia mendapatkan tiga orang baru yang senantiasa menguruskan banyak hal. Pertama, seorang road manager yang mengurus kegiatan Kelana di luar kota. Kedua, manager pribadi yang biasanya mengurus jadwal dan segala kegiatan Kelana. Ketiga, asisten pribadi. Jelas Kelana sudah berinteraksi dengan tiga orang itu. Seminggu ini, jadwal Kelana sangat-sangat padat.

"Selamat datang kembali untuk Kelana Ken Kertarani di SMA Unggulan Bina Bakti. Kami sangat bangga karena ada salah satu siswa di sekolah ini yang berhasil menembus TV nasional."

Ucapan MC di tengah-tengah lapangan membuat semua orang bertepuk tangan. Disusul suara-suara terompet dari berbagai arah dan taburan kertas warna-warni yang mengapung tinggi. Pagi ini mirip sekali seperti malam tahun baru yang meriah.

Setelah berbagai basa-basi dari MC, anak-anak di sekolah ini berbondong-bondong mendekati Kelana untuk meminta foto. Beberapa di antara mereka bahkan berdesakkan demi bisa berdekatan dengan Kelana.

Saat proses itu, Kelana menggigit bibir. Dia jadi ingat ucapan Iti dan Puan. Mereka berdua pernah berkata jika kepopuleran ini bisa jadi senjata untuk dihargai. Dan sekarang, ucapan itu nyata adanya. Kelana dihargai, bahkan diangung-agungkan di sekolah ini.

Dalam tiap detik waktu yang bergulir, Kelana berkutat dengan rasa tidak percaya. Dirinya sekarang sudah ada di titik ini. Titik yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Seorang ketua geng burik yang lebih banyak direndahkan itu kini merasakan disanjung di sekolah. Bahkan beberapa orang yang pernah menghina dan dengan sengaja merundung Kelana ikut berdesakkan. Kelana melihat wajah Clarissa dan gengnya yang turut hadir di lapangan.

"Selamat ya, Lan," ucap Clarissa saat dia sudah ada di depan Kelana. "Gue bangga sama lo."

Ucapan itu terasa ganjil. Kelana yang biasanya beradu mulut dengan cewek itu, kini mendapati Clarissa tersenyum lebar kepadanya.

"Makasih, Ca," ucap Kelana ragu.

"Gue boleh minta foto kan?" tanya Clarissa lagi.

Patah-patah, Kelana mengangguk.

Meski Clarissa tersenyum lebar dengan gerak-gerik ramahnya, Kelana tidak pernah lupa mimik wajah jutek Clarissa saat mengurung Kelana di toilet SMA Krida Utama. Ah, sulit sekali mengembalikan sudut pandang Kelana terhadap Clarissa yang dikenal sebagai musuh bebuyutan.

Kelana melayani keinginan berfoto dari ratusan siswa di lapangan. Namun, Kelana belum melihat sahabat-sahabatnya. Iti, Puan, kalian di mana? Jika biasanya mereka berdua yang menyambut kehadiran Kelana, sekarang, keduanya sama sekali tidak menampakkan diri. Sampai kemudian, ada seseorang yang bersuara.

"Lana!"

***

Sudah sejak pagi tadi Bian menunggu kehadiran Kelana di sekolah. Meski dia bukan anak OSIS, dia turut menyiapkan penyambutan yang sudah direncanakan atas permintaan pihak sekolah. Ah, Bian merasa tidak sabar untuk segera bertemu dengan Kelana. Sejak penjemputan di studio Pluto TV sekitar dua minggu lalu, Bian belum bertemu Kelana lagi.

"Lana!" teriak Bian sekali lagi.

Kelana menengok ke sumber suara. "Hai."

Sebelum berbicara lagi, mata Bian bergerak dari atas sampai bawah. Dia mendapati banyak sekali perubahan. Soal kulit misalkan. Warna kulit Kelana memang tidak putih. Namun sekarang, kulit Kelana terlihat lebih berkilau.

Bian masih ingat jika gaya rambut kesukaan Kelana adalah kuncir satu. Dia tidak pernah bisa membiarkan rambutnya tergerai. Kini, Bian melihat warna rambut yang dicat soft ashy dan dibiarkan tergerai menutupi bahu.

Apalagi? Bian mencari perbedaan Kelana yang dulu dan sekarang.

Ah, pakaian dan aksesori yang dipakai. Semua yang dikenakan Kelana nyaris berwarna tejam. Bahkan Bian yakin jika seragam yang dipakai pun jahitan baru.

"Kesambet lo?" Kelana membuyarkan lamunan Bian.

Bian langsung terperanjat. Dia mendekat dan menyodorkan tangan. "Selamat, Lan. Gue seneng, artis tanah abang ini akhirnya jadi artis beneran!"

Sodoran tangan itu disambut dengan tawa. "Bi, elo berlebihan. Ngapain sih pake selamat-selamat segala. Lagian, gue ...."

"Pencapaian lo musti dihargain." Bian belum menurunkan tangannya. "Sebagai teman yang baik, gue menghargai itu semua."

Pelan, Kelana menyambut tangan itu dengan wajah merah jambu.

"Gimana rasanya jadi artis?" tanya Bian.

"Awal-awal capek sih." Kelana mengangguk. "Gue belum terbiasa. Tapi setelah dijalani, seru juga. Gue mulai suka."

"Syukurlah."

"Eh, lo liat Iti sama Puan?" tanya Kelana. "Dari tadi, gue belum lihat mereka berdua."

"Gue di sini!" teriak Puan dari jarak jauh. Bersama Iti, mereka mendekat.

Kelana yang dari tadi menunggu kehadiran Iti dan Puan, melotot. Buru-buru Kelana menghampiri keduanya dan memeluk mereka. Dia berjingkrak seolah telah menemukan harta karun.

"Kalian jahat!" ketus Kelana. "Kok nggak nyambut gue?"

"Dari tadi, gue sama Puan lihat lo di pojok sana," dalih Iti. "Gue jadi minder parah liat elo yang berubah begini."

"Kalian jangan gitu dong. Gue masih sama kok kayak Lana yang biasanya."

"Bener?" Puan memicingkan mata.

"Bener."

"Tetep aja." Puan memanyunkan bibir. "Gue ngerasa, kita bertiga itu udah beda. Level elo udah di sini." Puan mengangkat tangan ke atas.

"Enggaklah." Kelana menggenggam erat tangan Iti dan Puan. "Kalian berdua tetap sahabat gue. Pegang omongan gue. Nggak akan ada yang berubah!"

Mendengar ucapan itu, Bian mengulas senyum. Cowok itu semakin bangga kepada Kelana. Di awal-awal bertemu, Bian salut kepada Kelana yang tangguh dan apa adanya. Sekarang, Bian tidak bisa berkata-kata lebih selain decakkan kagum. Meski sudah menjadi artis di Indonesia, Bian masih melihat Kelana yang rendah hati seperti dulu.

"Lan, gue pengen juga dong dipeluk kayak Iti dan Puan," ucap Bian.

Kelana melirik dengan mata tajam. "Ogah. Nanti, elo keenakan kalo gue peluk!"

"Jahat lo. Gue kan juga sahabat lo!" Bian memonyongkan bibir. "Awas aja kalo butuh bantuan gue."

"Iya-iya." Kelana menarik tangan Bian. "Sini ...." Dan tangan Kelana merengkuh badan jangkung Bian.

Dalam rengkuhan erat itu, Bian membeku. Setelah sekian lama berteman dengan Kelana, baru kali ini, dengan suka rela, Kelana mau memeluknya.

"Jangan geer. Ini pelukkan seorang sahabat!" bisik Kelana.

"Iyaaa." Bian mencebik. "Lebih dari sahabat juga boleh."

***

Akhirnya Kelana dihargai juga ya sama temen-temen sekolahnya. Huhu, ikut terharu.

Glow Up Moment (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang