MOMEN 35 - Bian untuk Siapa?

88 16 1
                                    

Terakhir kali Bian mengobrol dengan Kelana tak lain ketika Bian berduel dengan Ken di lapangan. Sejak saat itu, tidak ada kontak sama sekali. Bian merasa jika kepergian Kelana dengan Ken adalah tanda bahwa Kelana telah menutup hati. Bian bisa melihat raut wajah ceria yang Kelana tampakkan ketika bersama Ken.

Ada banyak hal yang Bian pikirkan selama sebulan ini. Apa gue berhenti kejar-kejar, Lana? Itu salah satu pertanyaan yang jadi fokus utama. Namun sejauh ini, setelah sebulan tidak menjadi 'Bian' yang biasanya, cowok itu merasa tidak sanggup. Sekeras apa pun dia berusaha menjauh, pikirannya tetap memuat nama-nama Kelana. Bahkan saat di sekolah pun, ingin sekali Bian kembali menguntit, menggoda, atau sekadar mengobrol dengan Kelana.

Ketidaksanggupan itu mengantarkan Bian berdiri di hadapan pintu apartemen Kelana. Dia mengetuk pintu. Spontan, Bian juga menggerakkan ujung sepatu hingga mengetuk-ngetuk lantai bangunan. Aktivitas itu dilakukan sekadar untuk menghilangkan rasa gugup.

"Bian?" Kelana mundur satu langkah setelah pintu terbuka. "Kok elo ...." Kelana tidak melanjutkan ucapan sebelumnya, dia memilih membuka pintu lebar-lebar. "Masuk."

Bian mengangguk dengan mata menyebar pandang.

"Lo tahu dari mana gue tinggal di sini?" tanya Kelana. Dia beranjak ke arah kulkas, mengambil air mineral. "Asisten rumah tangga gue lagi libur, jadi seadanya aja ya."

"Lo nggak rindu sama gue, Lan?"

Kelana yang sedang menenteng botol air mineral langsung berencana melempar botol itu ke tubuh Bian. "Kesambet lo? Dateng-dateng ngomong begitu."

Bian terkekeh meski sedikit kikuk. "Nggak usah repot-repot, kali. Gue nggak mau minum. Gue nggak mau makanan. Gue cuman mau ketemu elo."

Ucapan itu membuat Kelana menurunkan botol air mineral dan menyimpannya di atas meja, tepat di sisi beberapa bungkus snack. Dia memilih duduk di sofa, tepat di hadapan Bian.

"Bi ...." Kelana menghela napas panjang. "Lo apa kabar? Latihan lancar? Ken gimana? Aman kan? Lo nggak nyakitin dia kan?"

Mendengar sederet pertanyaan itu, Bian lebih tertarik terhadap pertanyaan mengenai 'Ken'. "Ken nggak baik-baik aja. Dia dikeroyok sama tim basket. Pokoknya, mengenaskan banget deh."

"Bian!" Kelana melotot. "Gue serius!"

Cowok itu mengambil air mineral di atas meja, membuka tutupnya, lalu menyeruput minuman kemasan itu hingga tersisa setengah.

"Katanya nggak mau minum!"

"Ternyata gue jadi haus ngedenger lo tanyain Ken," aku Bian. "Bisa nggak sih jangan bahas dia?"

Kelana mencebik.

"Jujur, sebulan ini gue pengin sok-sok-an cuek sama lo. Gue pengin lihat reaksi lo kalo gue ngejauh. Tapi ternyata ... lo sama sekali nggak ada inisiatif nemuin atau nelepon gue."

Ucapan itu disambut curengan alis Kelana. "Serius?"

"Serius?" Bian meniru cara berbicara Kelana.

"Sumpah. Gue nggak sadar kalo lo lagi belajar jadi aktor, Bi." Kelana terkekeh seolah itu pengakuan lucu. "Selama sebulan ini, nggak ada sedikit pun waktu buat mikirin hal-hal begituan. Otak gue udah terkuras habis sama jadwal-jadwal yang menumpuk. Gue kira, lo emang udah berhenti ngejar-ngejar gue."

"Jadi lo seneng gue ngejauh?"

"Bukannya begitu. Gue ...."

"Nggak peka lo!" Bian berbicara tajam. "Padahal dari dulu, gue selalu berusaha ada buat lo. Gue nggak pernah nyakitin lo. Gue selalu belain lo. Apa yang kurang, coba?"

Glow Up Moment (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang