"Marlo."
pria berpakaian formal itu tertawa pelan sebelum melangkah mendekati rekan bisnisnya. "Kenapa, Sat?"
"submissive lo bilang apa aja ke submissive gue?"
"wait, submissive lo yang mana?" tanya Marlo dengan tawa meledek, sengaja membuat rekan bisnisnya itu kesal.
"Raiel."
"wow, do you admit he is your submissive?"
"ada apa nih?"
Marlo menoleh kearah rekan bisnisnya yang lain yang baru saja datang. "Satria ngeakuin Raiel, Jid." sautnya.
"haha, baru aja? kesambet apa? dulu perasaan ada yang bilang gak bakal ngeakuin Raiel deh." celetuk Jidan yang dengan sengaja mengulik masa lalu dari rekan bisnis sekaligus tongkrongannya itu.
"jawab aja pertanyaan gue, Marlo."
"gue gak tau lah." ujar Marlo sebelum kembali menyeletuk, "emang ada apa? tengkar lagi lo sama Raiel?"
"cerai aja deh, lagian lo gak cocok bahkan sama sekali gak pantes buat Raiel."
"bangsat!"
Bashkala kesal, kedua temannya itu sama sekali tidak membantunya.
drtt.. drtt..
kontak sang papa terpampang dilayar ponselnya, yang mana harus ia angkat meski pikirannya sedang kacauㅡia harap sang papa tidak menanyakan sebuah hal yang mampu menarik emosinya.
"malam ini kamu dan Raiel bisa datang ke rumah? papa kangen Raiel."
Raiel.. Bashkala tidak lupa jika submissivenya adalah menantu kesayangan sang papa, juga menantu yang dipilihkan kedua orang tuanya untuknya yang sama sekali tidak tau berterima kasih atau bersyukur.
"kamu gak sibuk kan? kakakmu bilang kalau perusahaan gak proyek besar. Jadi, kamu dan Raiel bisa menginap dirumah kan?"
s i l e n t
the silent Raiel and the confused SatriaRaiel duduk disofa utama, menatap horor ponselnya yang menyala dengan tampilan notifikasi banyaknya pesan dari nomor tidak dikenal. Bukan tidak dikenal, Raiel sudah kenal dan tau tapi ia benar-benar tidak mau menyimpan nomor itu bahkan menganggap nomor itu horor.. sial, Javian Wiratama sialan! jujur, Raiel merasa dejavu akan hal yang saat ini ia rasakan.
"dasar brengsek!" umpat Raiel, ia mengambil ponselnya dan dengan cekatan memblokir nomor itu, persetanan dengan keprofesionalannyaㅡmentalnya lebih penting, sosok Javian itu benar-benar membuat Raiel merasa terganggu. Lagipula jika mengurusi pekerjaan, Javian masih bisa menghubungi Tenaka yang juga merupakan arsitek yang menggarap renovasi rumah sakit.
Raiel meletakan ponselnya sebelum beranjak menuju dapur, namun gagal karena pintu utama terbuka dengan menampilkan dominannya yang memasuki rumah. Tumben pulang dijam yang cukup soreㅡsetengah enam, terlalu awal.. tidak seperti biasanya yang sering pulang diatas jam sembilan malam. Raiel tidak ada niatan mendekati, ia hanya menatap dominannya itu sampai berdiri dihadapannya.
"kamu siap-siap, kita disuruh menginap dirumah papa."
bukan ide yang buruk tapi bukan pula ide yang baik, menginap dirumah mertuanya? yang benar saja jika hanya diminta menginap tanpa adanya banyak pertanyaan mengarah pada hubungan mereka berdua!
"gak bisa, besok akuㅡ"
"sejak kapan aku menerima penolakanmu, Raiel?"
memang tidak ada daftarnya Bashkala menerima penolakan Raiel secara langsung, kecuali Raiel sendiri yang merengek dengan banyak kata berupa permohonan agar Bashkala menerima penolakannya dan saat ini Bashkala mengharapkan ituㅡ"baiklah, tunggu aku bersiap dulu." bukan sebuah keterpaksaan yang pasrah keluar dari mulut sang submissive.
Bashkala menatap punggung sang submissive yang melangkah menaiki tangga untuk mempersiapkan diri sebelum berangkat menuju rumah orang tuanya. Lamat juga bingung, atensi Bashkala teralihkan pada ponsel Raiel yang menyala karena sebuah notifikasi pesan dari Tenakaㅡyang Bashkala ketahui adalah rekan kerja dari submissivenya itu. Tapi, isi pesan yang masuk dari Tenaka itu membuat alis Bashkala tertaut.
Tenaka arsi
kamu kenapa blokir nomor pak Javian?Javian.. siapa dan kenapa Raiel sampai memblokir nomor sosok itu?
s i l e n t
the silent Raiel and the confused Satria"akhirnya kalian sampai juga!"
Raiel menampilkan senyum terbaiknya dihadapan pria berstatus mertuanya itu dan membalas pelukannya.
"kita masih satu kota tapi kenapa kalian berdua jarang datang ke rumah? sibuk apa kalian, huh?" sungut sang papa.
Bashkala melirik sosok yang sempat membuatnya kesal, apa sang kakak serta iparnya pun juga menginap malam ini?
"itu Satria yang sibukㅡ"
selingkuh
"proyeknya gak besar tapi banyak, berkas-berkas juga menumpuk." potong Satria sebelum sang kakak menyelesaikan kalimatnya, membuat sang kakak tersenyum sarkas.
sang papa menggeleng heran, "kamu ya yang pasti suka nunda ngerjain berkas kan?"
"ayah mana, pa?" alih Satria.
"kayak kamu, lagi beresin berkasnya diruang kerjanya tuh." sang papa menunjuk dengan dagu kearah pintu hitam yang tertutup. "Kalian berdua belum makan malam kan? ayo makan dulu."
"aku mandi dulu." saut Satria saat sang papa melangkah lebih dulu menuju ruang makan.
sang papa kembali berbalik, "kamu belum mandi?" baru menyadari jika sang putra masih berpakaian formal.
"tadi buru-buru."
"astaga.." hela sang papa sebelum beralih menatap sang menantu, "apa stok kesabaranmu gak habis waktu ngehadepin Satria.. Rai?"
habis.. Raiel tertawa pelan sembari melirik sang dominan.
"udah ah, cepet mandi sana kamu, Satria." titah sang papa sembari menarik lengan sang menantu, "Raiel biar ikut papa ke dapur."
"lho.. pa?"
"mandiri, Satria.. masa mandi harus ditemeni Raiel?!" papanya tetap menarik lengan Raiel menuju dapur, mengacuhkan sang putra bungsu.
"kan mereka mau program, pa."
© 12 Februari 2023.
KAMU SEDANG MEMBACA
12. Silent
FanfictionRaiel hanya diam, membiarkan Satria bertingkah semaunya sampai surat gugatan singgah dimeja kerja dominan Bashkala itu.