Tenaka itu menyebalkan.
Raiel menghela nafas untuk kesekian kalinya semenjak rekan arsiteknya bernama Tenaka itu meminta izin untuk cuti pada hari ini karena putranya sedang sakit. Terpaksa, dengan sangat terpaksa membuat Raiel menemui kliennya seorang diri untuk menunjukkan desain yang akan segera digarap.
Raiel menyandarkan punggungnya pada kursi yang untungnya memiliki sandaran lembut dan empuk sehingga tidak membuat punggungnya tidak terlalu tertekan dan sakit, ya, luka yang dibuat Bashkala masih terasa sakitㅡbaik hati, pikiran maupun tubuh. Tapi, Raiel juga harus tetap melanjutkan hidupnya sesudah sidang perceraiannya nanti.
sejenak Raiel memejamkan kedua matanya, tidakㅡsubmissive itu tidak kekurangan tidur karena semalam terlalu lama menangis, tidak, bahkan bagaimana bisa ia tetap menangis disaat semalaman ayah dan baba-nya menunggu dirinya didalam kamar? jelas tidak bisa menangis sebab banyak kasih sayang yang ditumpahkan oleh kedua orang tuanya itulah yang membuatnya berhenti menangis.
Raiel sudah berjanji pada ayahnya jika ia tidak akan menangis untuk Bashkala lagi, tidak akan.
sklek
pintu ruang pertemuan digeser pelan dari luar, otomatis membuat Raiel tersentak dan segera berdiri untuk menyambut klien-nya yang memasuki ruangan.
"Raiel?"
Raiel mengangguk sebelum melempar senyum ramah pada klien-nya, "selamat siang.. pak Javian." sapanya tepat saat klien-nya itu sudah mengambil tempat duduk dihadapannya.
"siang, arsitek Raiel." balas Javian tak kalah ramah. Dengan pandangan beralih memperhatikan jemari Raiel saat submissive itu akan menyambungkan kabel proyektor pada laptopnya. "Where is the wedding ring that you showed me the other day?" celetuk Javian seketika membuat aktifitas Raiel terhenti.
Raiel menatap Javian, "maaf?"
Javian tertawa pelan, "apa hilang?"
"pak Javian, bisakah kita tidak keluar dari topik atas pertemuan kita?" balas Raiel tanpa tersulut sedikitpun.
"okay, continue with the topic but don't avoid me later after the topic of our meeting is over."
silent
the silent Raiel and the confused Satria"untuk apa kamu datang kesini?"
Chaska berdiri didepan pintu utama sembari bersedekap dada saat melihat menantu satu-satunya mengetuk pintu rumahnya. Suara datar namun tegasnya itu juga mengundang kehadiran Bariel yang tadinya sedang berbicara pada asisten rumah tangga mengenai pengambilan barang-barang Raiel yang tertinggal dirumah dominan Bashkala itu .
Bariel menatap menantunya datar, "masih ada niat kamu datang ke rumah kami?"
"ayah, saya datang kesㅡ"
"kamu ingin bertemu putra kesayangan saya? untuk apa? menyakiti putraku dengan kalimatmu?" potong Chaska telak membuat Bashkala membisu. "Sudah cukup, Satria. Putra saya tidak butuh kasih sayang atau bahkan cinta dari kamu karena saya masih sanggup memberi putra saya kasih sayang dan cinta." lanjut Chaska tanpa memberi kesempatan untuk menantunya memberi sanggahan, "asal kamu tau saja ya? saya tidak pernah ingin membuat putra saya sakit hati atau sakit fisik, tidak pernah saya ingin melihat atau membuat putra saya menangis meskipun dengan alasan merindukan saya, tidak pernah. Tapi, kenapa kamu dengan mudah melakukan itu semua? kenapa? putra saya. ada salah apa pada kamu?" menumpahkan amarahnya.
Bariel menengahi, "mas.. udah."
"sebelum saya serahkan tangan putra saya padamu diatas altar, kamu ingat kan tentang apa yang saat itu saya katakan pada kamu?" Chaska tetap melanjutkan kalimatnya. "Serahkan kembali Raiel Hasteraka pada saya jika kamu tidak sanggup melimpahkan kasih sayang dan cinta pada putra tunggal kesayangan saya, kamu ingat itu?" tekan Chaska dengan menilik masa-masa dimana ia pernah mempercayakan putra tunggalnya pada sosok dihadapannya saat ini.
"maaf, ayah."
"maaf kamu tidak berguna untuk saya, Satria. Kamu pikir bagaimana perasaan saya saat melihat putra kesayangan saya menangis hanya karena domina seperti kamu? hancur, saya merasa gagal menjadi dominan karena menyerahkan submissive kesayangan saya pada dominan seperti kamu." sarkas Chaska, "kamu tidak akan bisa memikirkan hal itu sebab kamu belum pernah berada diposisi saya, Satria."
Bashkala diam, mencerna seluruh ungkapan kekecewaan dari mertuanya itu.
Chaska terkekeh pelan, "jangan lupa kalau karma itu nyata dan berlaku." celetuknya pelan, "saya harap anak yang saat ini sedang dikandung selingkuhmu itu tidak mengalami apa yang putra saya alamiㅡsaya harap anak kamu tidak menanggung karma yang kamu terima."
silent
the silent Raiel and the confused Satria"aku menyukai desainnya, pakai saja desain yang kamu buat."
Raiel mengangguk dengan senyum senang karena desain yang ia buat dibawah tekanan pikiran itu ternyata diterima dan disukai oleh klien-nyaㅡJavianㅡentah benar menyukai dalam artian desainnya benar-benar bagus atau menyukai karena Raiel yang membuatㅡtidak ada yang tau lebih spesifik dari kata menyukai yang diucapkan Javian selain dominan itu sendiri.
"baiklah, saya akan segera membicarakan dengan tim." ujar Raiel sebelum mematikan proyektor, "untuk pertemuan saat ini mungkin sampai disini saja.. pak." lanjutnya guna mengakhiri topik pertemuan.
Javian berdehem, membenarkan posisi duduknya dan memperhatikan Raiel yang sedang mematikan laptop. "Shall we start my topic?" celetuknya seketika membuat Raiel menatapnya tanpa senyuman yang beberapa menit lalu terukir.
"kamu mau tanya apa lagi, Javian?"
"your wedding ring?"
Raiel menutup laptopnya, "aku lepas."
"kenapa dilepas?" dengan sengaja Javian tertawa pelan, "did you use the letter i gave you or maybe you sent it to court?"
"you must know better, bukankah kamu masih menguntitku?" balas Raiel dengan santai.
Javian mengangguk-angguk, "okay.."
Raiel menarik nafas, "terima kasih atas surat gugatan perceraian itu." ujarnya.
"just thank you?" satu alis dominan itu terangkat dengan senyuman asimetris terukir menawan.
Raiel sedikit menyipitkan matanya, "lalu kamu menginginkan apa selain terima kasih?"
"your heart, your love and your concern." Javian menatap lekat Raiel, "aku akan memberikan apapun yang tidak diberikan bajingan itu pada kamu, Iel."
"kamu pikir memberikan apa yang kamu minta itu mudah, Javian?" balas Raiel dengan gelengan pelan diakhir kalimatnya.
Javian mengakui itu, "I know it's hard for you. Tapi, bisakah kamu mencoba memberikan itu semua padaku? sekali saja?" meminta penuh harap.
Raiel menatap Javian, tidak yakin, ya.
"Raiel? I would do anything for you, even killing Bashkala would be easy if it could be the thing that would make you mine."
Raiel tertegun. "Jangan melakukan hal gila seperti itu, Javian." peringatnya.
"bukankah aku orang gila?"
"Javi.." tatapan malas Raiel tunjukkan pada Javian.
"can i have what i asked for?"
Raiel menghela nafas pelan, "lakukan dan buktikan."
Javian mengangkat alisnya, "membunuh Bashkalㅡ"
"Javian." ujar Raiel datar.
"joke, Iel."
Raiel merotasikan matanya, "gak lucu."
"haruskah aku copycat dialog dari cerita How To Share?"
"apa?" grenyitan muncul dikening Raiel yang sedikit tertutupi rambut poninya.
"kan seluruh kelucuannya ada pada kamu."
Raiel speechless, "astaga.. Javian."
© 2 Februari 2023.
KAMU SEDANG MEMBACA
12. Silent
FanfictionRaiel hanya diam, membiarkan Satria bertingkah semaunya sampai surat gugatan singgah dimeja kerja dominan Bashkala itu.