"mereka tidak ditemukan."
"bajingan!"
Jazer menghela nafas kasar sembari mengingat kejadian setahun lalu, "sejak anak buah Jidan berani membantai habis-habisan anak buah lo bahkan anak buah gue, sejak saat itu mereka sulit dilacak." ujarnya membuat lawan bicaranyaㅡyang dua tahun lalu memakai baju napi kini sudah berganti memakai baju formal itu, tampak emosi karena penjelasan Jazer.
"keluarganya?"
"sulit, Jav. Jidan menggunakan jalur dalam untuk menghilangkan jejak mereka secara mutlak." Kirana berdiri diambang pintu tiba-tiba menyeletuk sebelum masuk dan bergabung dengan dua dominan yang tengah berbicara serius, "semua yang informasi tentang mereka benar-benar tidak dapat kita lacak."
"backingan?" terka Javian sembari menatap Kirana yang langsung mengangguk singkat.
Kirana mendudukkan dirinya disamping Jazer, "yeah." lalu meminum segelas wine milik adiknya itu, "It turns out that Jidan's distant relative is the minister of national security.”
"fuck!"
"orang tua Raiel kemungkinan pindah sesuai rencana Jidan, keluarga Bashkala sendiri pindah ke Bali dan keluarga Jidan sendiri hilang tanpa jejak terkecuali Saska yang masih berada di rumah sakit jiwa." jelas Kirana lagi.
Jazer berdehem, "kalau pun masih ada Saska di sekitar kitaㅡhe was still useless because Jidan no longer cared about his younger brother."
"aku setuju tentang itu, Jaz." imbuh Kirana.
"then how about this?"
Kirana menyandarkan punggungnya pada sandaran sofa, sekilas melirik Jazer yang diam saja ketika mendengar pertanyaan yang dilontarkan Javian. "Give up, Jav." ujarnya membuat Javian langsung menatapnya nyalang, "karena kamu sudah kalah."
"what the fuck? setelah semuanya kamu menyuruhku menyerah, Kira?"
"hm, memang apalagi yang ingin kamu lakukan? membunuh Jidan?" balas Kirana dengan santai meskipun menyadari jika sepupunya itu marah, gadis itu bisa tenang karena ada Jazer disampingnyaㅡpemuda berstatus sebagai adiknya yang jelas akan melindunginya dari manusia gila seperti Javian.
Jazer menengahi. "Come on, Jav. Sudah cukup satu kali lo masuk penjara karena melakukan hal gila demi seseorang yang bahkan gak mau lihat lo." ujarnya membuat Javian semakin nyalang menatapnya dan Kirana, "my family and I won't be helping you anymore if that crazy thing happens again."
"damn!" seru Javian sembari menubrukkan punggungnya pada sandaran sofa, kepalanya mendongak dan memejamkan sejenak matanya untuk menetralisir emosi yang terpatik karena ucapan perempuan bernama Kirana Putri Adhiyaksa.
"sudahi saja pencarian dan pemantauan ini, aku yakin Raiel baik-baik saja di luar sana atau mungkin lebih bahagia..?" Kirana bersuara lagi, "If you really love him.. then wish him all the best, Jav."
Jazer mengangguk setuju, "terkadang mencintai gak harus memiliki dan lagi level mencintai paling teratas adalah mengikhlaskan."
"gue gak bisa!"
Kirana mendengus geli ketika melihat wajah tampan Javian yang terlihat frustasi tengah menatapnya kesal, "jika Raiel bisa mengikhlaskan Bashkala yang bahkan suaminya, lantas mengapa kamu tidak bisa mengikhlaskan Raiel yang bahkan tidak memiliki hubungan yang jelas denganmu?"
"Kirana, I love him.." lirih Javian dengan wajah memerah, jangan katakan jika dokter gila ini menangis okay?
"he doesn't love you, Jav." balas Kirana yang mencoba menyadarkan kegilaan sosok Javian, "ikhlaskan dia untuk berbahagia dengan yang lain."
KAMU SEDANG MEMBACA
12. Silent
FanficRaiel hanya diam, membiarkan Satria bertingkah semaunya sampai surat gugatan singgah dimeja kerja dominan Bashkala itu.