Sekitar 4 jam aku berkutat dengan lukisan di hadapanku. Hampir 90% lukisan ini selesai, tinggal menambah sedikit detail dan semua akan menjadi sempurna.
Oh ya omong-omong aku melukis di ruang tamu sebelum suara bel mengalihkan atensi ku dari kanvas di hadapanku, siapa agaknya.
Aku berjalan perlahan menuju pintu, aku tidak berniat untuk meladeni orang lain selain bocah manis itu sejauh ini.
"Jungkook, Bukalah!"
Suara itu, aku mengenalinya.
Aku membuka pintu seraya tersenyum paksa menyambut kedatangan kekasihku yang sedang tak ku inginkan, Lisa. Biar ku perkenalkan sedikit dia adalah kekasihku sejak sekitar 4 bulan yang lalu, kami bertemu di sebuah kafe saat aku sedang mengerjakan pengeditan untuk foto modelku.
Saat itu dia datang dengan senyum manisnya seraya membawa segelas kopi, dia memperkenalkan dirinya sebagai anak dari pemilik dari kafe yang ku datangi hari itu dan sejak saat itu kami mulai menjadi dekat dan kurang dari sebulan berakhir menjalin hubungan kekasih.
"Aku merindukanmu Jungkook."
Tanpa aba-aba dia menerjang ku dengan pelukan dan ciuman di bibirku hingga aku sedikit terdorong ke belakang, beruntung saja refleks ku bagus, jika tidak aku sudah terjungkal kebelakang.
"Wow, sabar sayang!"
Aku memegangi pinggangnya yang ramping dan terasa pas–menjauhkan tubuhnya dariku dan melanjutkan ucapanku.
"Bagaimana bisa kau tahu aku ada di sini?" tanyaku heran, aku tidak memberitahunya kalau aku sudah pindah.
"Aku bertanya pada Namjoon hyeong."
Namjoon hyeong! Awas saja kau nanti.
"Baiklah, kalau begitu kau bisa duduk terlebih dulu. Kau ingin teh?"
"Tentu."
Aku mengecup bibirnya sekilas sebelum berjalan ke dapur dan membuatkan secangkir teh untuknya dan segelas kopi untukku, lantas aku segera membawanya ke ruang tamu. Meletakkan cangkir teh di atas meja dan kami duduk saling berhadapan.
"Kau tidak memberitahu bahwa kau pindah kemari."
"Aku lupa memberitahu padamu," bohongku.
Yah sebenarnya aku malas memberi tahu padanya. Aku ingin lepas dari wanita ini.
"Kau berbohong, bagaimana bisa kau lupa pada kekasihmu ini hah!?"
Dia marah, hanya satu cara untuk membuatnya diam dan sekarang aku tak punya waktu untuk meladeni sifat kekanakan nya saat marah.
"Maafkan aku sayang, aku tidak lupa padamu aku hanya terlalu sibuk pindahan dan tak sempat mengabarimu," rayuku sembari membelai wajahnya.
Tentu aku sudah mengelap tanganku yang penuh cat sebelumnya jika tidak itu akan menjadi awkward.
"Aku marah padamu!"
Dia sekarang melipat kedua tangannya di dada dan mulai berakting marah, lama-lama aku muak dengannya. Jika bukan karena aku masih menginginkan tubuhnya aku sudah lama putus dengannya.
"Baiklah, sekarang apa yang harus ku lakukan supaya kau tak marah?" Tanyaku, sebenarnya tanpa bertanya pun aku tahu apa yang dia inginkan dariku.
"Aku menginginkanmu, membuatku berkeringat dan bersenang-senang dibawahmu."
Lihat, dia memang benar-benar mudah di tebak. Dasar gadis murahan.
"Tentu, kenapa tidak, akan kulakukan dengan senang hati."