Setelah kakek dan Mahen menghabiskan setengah hari mereka untuk jalan-jalan mereka berdua memutuskan untuk pulang.
"MAHEN PUL-" Mahen berhenti berteriak saat mendengar lagu ulang tahun yang dinyanyikan oleh seseorang.
"Selamat ulang tahun
Kami ucapkan
Selamat panjang umur kita kan do'akan
Selamat sejahtera sehat sentosa
Selamat panjang umur dan bahagia ~~"Mahen mengintip bagaimana orang tuanya yang merayakan ulang tahun Jendra yang juga termasuk ulang tahunnya. Mahen mengintip, tak berani ke arah mereka.
'Mereka terlihat bahagia sekali' Mahen berujar dalam hati.
"Mahen kenapa tak-" ucapan kakek terhenti kala Mahen mengkode kakek untuk tidak membuat suara. "Ada apa?" Bisik sang kakek, Mahen menunjuk bagaimana Tiya dan Bryan yang mengoleskan krim kue ke wajah Jendra. "Kau tak ingin ikut?, ini juga ulang tahunmu." Mahen menggeleng lalu tersenyum ke arah sang kakek.
"Ayo kakek Mahen ingin bermain di taman dengan kakek!!" Ajak Mahen yang kemudian menarik kakeknya untuk keluar bersamanya.
"Kau tak apa?" Mahen hanya tersenyum dan mengangguk.
Kakek dan Mahen berjalan beriringan kearah taman kecil dekat rumah. "Kakek..." Sang kakek menengok saat Mahen memanggilnya.
"Ada apa?" Tanya balik sang kakek.
"Kakek dorong ayunan ini." Mahen berucap dengan dia yang sudah duduk di ayunan "lalu dorong Mahen okee?" Kakek tertawa kecil "baiklah-baiklah, karena ini ulang tahunmu kakek akan menurutinya." Kakek mengayunkan ayunan itu perlahan yang mana membuat Mahen tertawa bahagia.
"Haha kakek lebih tinggi lagi...!!" Seru Mahen. Kakek yang melihat cucunya tertawa pun mulai tersenyum lagi. "Lebih tinggi lagi?" Tanya sang kakek dan diiyakan oleh Mahen. "AAAA KAKEKK INI TINGGI HAHAHA..." Mahen tertawa diselang kegembiraannya.
Tiya dan Bryan mendengar ada suara keributan dari luar berniat menengok, namun ucapan nenek mencegah mereka. "Kalian rayakan saja ulang tahun Jendra, aku dengan kakek akan merayakan ulang tahun Mahen." bagai petir yang menyambar tanpa tanda, tubuh Tiya dan Bryan membeku dan tatapan mereka tampak terkejut."Ini hadiah nenek untukmu Jendra, selamat ulang tahun yaa..." nenek memberikan kado untuk Jendra dan mengusak rambut anak itu.
Nenek pergi ke dapur dan kembali lagi membawa kue kecil untuk dia bawa ke taman. "Bersenang-senanglah kalian." Ucap sang nenek kepada ketiga orang yang masih membeku di tempat mereka masing-masing.
"M-mahen?" Tiya berucap dengan menatap Bryan juga Jendra bergantian.
"Ayah dan ibu lupa dengan ulang tahun kakak? Kukira kalian mengingatnya." Ucap Jendra, dia langsung berlari menuju jendela kaca yang menghubungkan langsung dengan taman kecil dimana Mahen, kakek dan nenek berada.
"SELAMAT ULANG TAHUN MAHEN..." Mahen tentu saja terkejut ketika tiba-tiba nenek berteriak di belakangnya termasuk dengan kakek.
"Nenek membuatku kaget." Mahen berucap dengan memegang dadanya.
"Biasalah nenekmu kan seperti ini selalu." Setelah mengucapkan itu kepala kakek tiba-tiba dipukul oleh sendok plastik yang dibawa nenek.
"Tidak sopan!!" Mahen tertawa saat kakek neneknya beradu mulut.
"Sudah-sudah, perut Mahen sakit melihat kalian berdua haha." Mahen tertawa kecil.
"Kemarilah..." Mahen menatap kakeknya lalu pergi mendekat ke arah nenek. "Selamat ulang tahun Mahen, maaf ya kuenya kecil." Nenek membawa kue kecil itu ke hadapan Mahen. Mahen tentu saja terkejut, dia kira hanya kakeknya saja yang ingat ini juga ulang tahunnya.
"Nenek ingat?" Tanya Mahen tak percaya. Nenek tertawa dan mengusak rambut Mahen. "Bagaimana nenek lupa jika ulang tahun kedua cucu nenek pada tanggal yang sama." Mahen tak bisa menyembunyikan kebahagiaannya dan langsung menubruk nenek untuk memeluk wanita paruh baya itu.
"Terimakasih nenek telah mengingat ulang tahunku."
"Kakek tidak dipeluk?" Kakek mendekat kearah dua orang yang berpelukan seperti teletabis.
"Hehe, terimakasih juga kakek..." Mahen melepaskan pelukan dari sang nenek lalu berpindah ke sang kakek.
"Ayo rayakan dengan kue ini!!" Nenek menyalakan api di sumbu lilin kecil yang berada pada kue.
"Ayoo..." Ucap Mahen dan kakek bersamaan.
Mahen tersenyum lembut menatap nenek dan kakeknya bergantian. Mengingat bagaimana dirinya sejenak dilupakan membuat hatinya sedikit sakit, namun nenek dan kakek dengan cepat membawa obat untuk mengobati sakit pada hatinya. Walau hanya sebatas kue kecil, tahu krispi, dan eskrim Mahen sudah sangat bahagia karena dia merasa dianggap.
Mahen ikut tertawa saat kakek dengan sengaja mengoleskan krim ke nenek lalu tertawa kencang. Mahen juga tak tinggal diam dan mengoleskan juga krim ke kakek. Mereka bertiga sudah seperti keluarga kecil yang sempurna.
Canda dan tawa itu terdengar hingga ke dalam rumah yang berisi tiga orang juga. Mereka sedari tadi hanya diam menatap bagaimana sepasang kakek nenek dengan cucu mereka yang bercanda serta tertawa bersama. "Aku seperti menjadi adik yang jahat dengan Abang." Jendra berlari menuju kamarnya, meninggalkan ibu dan ayahnya yang masih mematung di tempat mereka.
Tiya melirik Bryan yang ternyata juga meliriknya. Bryan berjalan kearah Tiya sambil mengelus pundak sang istri "apa aku menjadi ibu yang jahat?" Tanya Tiya pada Bryan.
"Jangan sedih, mungkin kita tadi hanya terlalu bersemangat ingin merayakan ulang tahun Jendra." Ucap Bryan menenangkan.
"Bukankah itu sama saja?" Bryan diam, tak tahu bagaimana lagi menjawab pertanyaan Tiya.
Tiya pergi menuju ruang tengah meninggalkan Mahen dengan kakek neneknya. "Tiya sudahlah, lagipula Mahen tak apa, mengapa kau pusingkan." Dengan cepat Tiya menatap Bryan tajam.
"Apa tadi kau bilang? Tak apa?" Oktaf suara Tiya mulai meninggi.
"Apa yang kau maksud tak apa saat kau sendiri melihat bagaimana dia meneteskan air matanya dan kita hanya acuh." Ucap Tiya melirih seiring perkataannya. Memang tadi Tiya dan Bryan melihat Mahen yang bersembunyi di balik sofa yang sekarang mereka tempati, namun mereka hanya acuh.
Bryan mengendikan bahu tak peduli "lagipula Mahen baik-baik saja jika bersama kakek neneknya jadi kita tak perlu pusing." Bryan meyakinkan Tiya. Dia menghapus air mata pada netra cantik istrinya. "Jangan menangis, cantikmu akan hilang nanti." Bryan berucap dengan tangan yang menghapus air mata pada pipi Tiya.
Plakkk
"Aduhh!!" Bryan meringis saat Tiya memukul tangannya "ini sakit jika kau tahu..." Ucap Bryan menatap Tiya
"Sayangnya aku tak peduli." Ucap Tiya dengan nada mengejek. Bryan yang gemas dengan sang istri langsung menggelitik Tiya "ahahahaha Bryan ini geli, hentikan." Tiya tertawa dengan senang, melupakan Mahen yang sekarang berdiri tak jauh dari Tiya dan Bryan.
"Memang seharusnya aku tak ada." Mahen kembali ke taman dan melihat kakek dan neneknya sedang berbincang ringan.
"Sudah ke kamar mandi?" Tanya kakek dan diangguki oleh Mahen.
'semoga ini hanya bertahan sementara' batin Mahen melihat dari kejauhan bagaimana Bryan dan Tiya masih bercanda ria, tanpa ingin merayakan ulang tahun Mahen. 'mulai sekarang hari ulang tahun ini akan menjadi yang terakhir kalinya dalam hidupku.'
TBC
Jangan lupa vote and komentarnya ya!!
Tunggu kelanjutan kisah ini
Bye-bye
Maap baru up author lagi keserang males wkwkwk
KAMU SEDANG MEMBACA
MAHEN [END]
Teen Fiction[COMPLETED] SEBELUM MEMBACA CERITA INI DIMOHONKAN AGAR VOTE DAN KOMEN untuk membuat cerita ini terus berkembang 🙏☺️ Mahen, anak yang sudah dewasa belum pada waktunya, sifatnya yang dulu ceria dan periang berubah drastis saat suatu tragedi terjadi...