Jendra dan Chana masuk ke dalam kelas. Netranya tak berhenti untuk menatap Mahen yang sedang membaca buku dengan santai.
"Lihatlah!! Setelah membuat teman kita babak belur dia sangat santai sekali." Cibir Chana dengan nada sedikit kencang, membuat semua penghuni kelas lantas menoleh padanya, namun Chana tak menghiraukannya.
Jendra segera merangkul Chana untuk duduk di bangkunya. Aku ingatkan bahwa Chana, Januar, Jendra satu kelas sedangkan Jeman, Rendy, dan Harsa masuk ke kelas IPA.
Back to story. Mahen sempat melirik mereka berdua, namun setelahnya dia menetapkan pandangannya pada bukunya kembali.
Kita persingkat saja. Hari sudah menjelang sore dan semua mata pelajaran juga sudah selesai. Dapat Mahen lihat bahwa Jendra dan Chana sedang terburu- buru. Jendra membereskan buku mapelnya dengan tergesa. Dia melihat Mahen dan berjalan kearahnya "urusan kita belum selesai." Setelah mengatakan itu Mahen mendapatkan bogeman yang tak main- main di pipinya.
Kemudian Jendra dan Chana meninggalkan kelas, sekarang hanya tersisa Mahen di kelas. Mahen melihat ke sana kemari dan dia langsung menyalakan handphone untuk, menghubungi seseorang.
"Ada apa? Apa ada masalah?" Tanya orang di telfon.
"Kau sibuk?"
"sekarang tidak, memang ada apa? Apa kau ingin ku jemput?"
"Bisakah kau mengawasi Jendra dan antek-anteknya?"
"memang kenapa?"
"persaanku hanya tak enak, bisakah kau mengawasinya? Aku harus ke perusahaan sekarang." Mahen memelankan suaranya, takut ada yang mendengar.
"Baiklah kalau begitu aku akan ke sana dalam 10 menit."
"Baiklah, thanks Luc. You're my best uncle." Mahen terkekeh di akhir kalimatnya, sedikit geli memanggil Lucas dengan sebutan paman.
"Aku tak setua itu, bocah!!"
"oke...oke..."
Setelah percakapan singkat itu Mahen mematikan sambungan telponnya. Mahen berjalan keluar kelas dan ternyata di luar kelas sudah ada Hendra yag menunggunya "lo lama." Sinis Hendra, akan tetapi Mahen tak perduli. Dia berjalan terus dan meninggalkan Hendra.
"Hei!! Tunggu!" Hendra mengejar Mahen dengan sedikit berlari. Saat sampai pada halaman sekolah Mahen lihat bahwa adiknya, Jendra yang sedang memapah temannya yang tadi dia beri pelajaran.
Mahen berusaha menghiraukan, tapi pendengarannya yang tajam dapat menangkap suara geram dari mulut Jendra. Mahen berhenti dan menoleh kearah Jendra yang juga sedang menatapnya. Mereka saling adu tatap tapi tak berselang lama karena Hendra segera menarik tangan Mahen untuk masuk ke dalam mobil.
"Jangan melihat Jendra seperti itu, kau seperti punya dendam yang mendalam dengan Jendra." ujar Hendra. Mahen tentu tak mengerti apa yang Hendra maksud, seingatnya tadi dia hanya melihat Jendra dengan biasa saj- "tatapanmu seperti melihat musuh yang sudah lama menghilang."
"Benarkah?" Tanya Mahen yang dijawab deheman oleh Hendra.
"Lupain aja, pak ayo pergi dari sini." Hendra menyamankan duduknya pada kursi penumpang.
"Baik tuan." Jawab sang supir, mobil itu mulai berjalan meninggalkan area sekolah. Membuat beberapa pasang mata menatapnya dengan tatapan tak suka.
"Kalo aja dia bukan anak baru di sini udah gue hajar dari tadi." Geram Chana yang dari tadi melihat bagaimana Mahen yang menatap kearah mereka dengan tatapan musuh.
"Eh... bukannya tadi Hendra ya? Anak kelas 12 IPA-1" ujar Rendy.
"Eh iya tuh, baru inget gue...." Tambah Chana.
"Gimana bisa dia dengan cepet kenal sama Hendra ya, setau gue Hendra itu orang yang pemilih kalo soal temen."
"Udah jangan berburuk hati, ga baik." Jeman yang tadi hanya diam sekarang bersuara.
"Eh Sa!! Lo ko jadi diem banget semenjak dari UKS tadi, lo kenapa? Sariawan mulut lo?" Tanya Rendy dengan menyenggol tangan Harsa pelan.
"Gue gapapa." Harsa menjawab singkat.
"Fiks lo bener sariawan!" Jeman berkata demikian, membuat semua temannya tertawa melihat bagaimana tanggapan Jeman.
"Lo bener-bener polos ternyata...." Komentar Jendra sambil merangkul Jeman, melupakan bahwa dia sedang memapah Januar.
"Yaudah gas cabut dari sini dan lo, Januar. Lo pulang sama gue, Tadi nyokap lo telpon ga bisa jemput lo." Chana berjalan mendekati Januar untuk membatu bocah itu berjalan.
"Gue sama Chana cabut dulu guys, see you..." ujar Januar sambil melambaikan tangannya ke arah teman-teman.
Mereka berenam berpisah untuk pulang ke rumahnya masing-masing. Harsa menatap Jendra yang sudah menyalakan motornya "lo mau pulang atau nginep lagi?" Tanyanya pada Jendra.
Jendra membuka helmnya untuk menjawab pertanyaan Harsa "gue mau pulang, btw thanks kemarin udah lo bolehin nginep." Harsa tertawa kecil saat Jendra berterimakasih padanya.
"Gausah terimakasih kali, kaya bukan lo aja." Setelah mengucapkan itu baik Harsa maupun Jendra tertawa.
"Yaudah gue balik duluan, lo juga langsung balik." Jendra mengangguk, kemudian Jendra dan Harsa bersamaan keluar dari lingkungan sekolah. Saat mereka di pertigaan jalan Harsa belok ke kanan dengan klakson yang dia bunyikan guna memberi salam perpisahan untuk Jendra. Jendra juga belok ke kiri, menuju rumahnya.
Tak sampai 15 menit Jendra sudah sampai. Dia mematikan motornya dan mulai masuk pada rumah di depannya. Memang rumah itu sederhana, namun banyak kehangatan di dalamnya, kata orang yang melihatnya dari luar. Jendra menghirup dan menghembuskan nafasnya pelan "tenang Jen, ini hanya rumah bukan tempat latihan militer." Jendra masuk dengan pelan agar tak menimbulkan suara, namun apa daya saat dia tak sengaja menginjak ranting pohon di depannya "sialan..." Umpatnya.
"Baru pulang setelah sore?" Tanya orang di depan Jendra, dengan gugup dia mendongakkan kepalanya untuk melihat orang itu.
TBC
Jangan lupa vote and komentarnya ya!!
Tunggu kelanjutan kisah ini
Bye-bye
KAMU SEDANG MEMBACA
MAHEN [END]
Teen Fiction[COMPLETED] SEBELUM MEMBACA CERITA INI DIMOHONKAN AGAR VOTE DAN KOMEN untuk membuat cerita ini terus berkembang 🙏☺️ Mahen, anak yang sudah dewasa belum pada waktunya, sifatnya yang dulu ceria dan periang berubah drastis saat suatu tragedi terjadi...