10. pertemuan setelah sekian lama

130 5 0
                                    

Saat di mobil Mahen hanya diam, pikirannya menerawang ke kejadian tadi. Kejadian dimana dia melihat remaja yang dibela oleh Lucas, dia seperti pernah melihatnya, tapi dimana?

"Dia adikmu. Jendra." Mahen seketika menoleh kearah Lucas, orang di sampingnya ini terus menerus memberikan petunjuk yang tak dapat Mahen ketahui. "Ayah dan ibumu membuangnya, dia lebih sering menginap di rumah temannya tadi, yang bernama Jeman."

"Mana mungkin? Dia kesayangan semua orang jika kau lupa," Lucas menggeleng.

"Semenjak kematian mediang nenek dan kakekmu sifat ayah dan ibumu berubah terhadap Jendra, mereka seperti menelantarkan jendra dengan alasan yang tak jelas." Mahen mengerutkan keningnya.

"jadi? Ayah dan ibu?" Lucas menatap remaja di sampingnya dengan senyuman simpul.

"Ayah ibumu buta akan harta Mahen."

"Semenjak nenek dan kakek meninggal mereka seperti kehilangan harta yang selalu mengalir tanpa dicari." Entah mengapa Mahen merasa terbakar mendengar apa yang dikatakan Lucas.

"Kau tak berbohong?" Lucas terkekeh.

"Memang untung apa aku jika berbohong?" Mahen meninju kaca mobil, beruntung pukulan Mahen tidak keras.

"Sial..." Umpatnya.

Setelah dari cafe Mahen pulang dengan lucas yang masih selalu mengikutinya dan jangan lupa dengan bodyguard yang selalu siap sedia. "Selamat datang tuan muda..." para maid membungkuk hormat pada Mahen.

"Ada tamu?" Maid yang tadi menyambut Mahen sekarang bertukar pandang satu sama lain, Mahen dapat melihat raut ketakutan dari setiap maid di dekatnya. Mahen menatap Lucas dan pas sekali dia juga menatap Mahen.

"T-tuan ss-sebenarnya nyo-"

"Diam!!"

Sebelum salah satu maid melanjutkan kalimatnya Mahen langsung melenggang masuk ke dalam rumah diikuti lucas dan bodyguard.

"Aku tak menyangka ayahmu meninggalkan hartanya atas nama Mahen, bukan kau."  Mahen dapat mendengar suara tertawa setelah seseorang mengucapkan kalimat itu.

Mahen perlahan berjalan mendekati kedua orang tuanya? Entahlah Mahen sendiri juga bingung, kedua orang di depannya ini orang tuanya atau bukan. Siapa tahu Mahen hanya anak pungut yang secara tidak sengaja ditemukan oleh kedua orang ini.

"Oh Mahen..."  Ucapan Tiya menghentikan Bryan untuk berbicara yang tidak-tidak.

"Keluar!" usir Mahen.

"Wow wow wow tenang nak, kau tak ingin menyambut ayah dan ibumu?" Bryan mendekat kearah Mahen dan merangkul pundak anak sulungnya itu.

Namun dengan cepat Mahen menyingkirkan tangan sang ayah "apa kalian masih dapat disebut orang tua? Saat ada salah satu dari anak kalian yang menderita namun dengan tega kalian berdua meninggalkan anak itu."

"Oh ayolah, itu hanya ketidaksengajaan saja." Mahen tertawa miris, inikah yang disebut orang tua? Dari sudut pandang mana?

"Keluar..." Mahen masih dapat menahan amarahnya, untuk saat ini.

"Baiklah jika itu yang kau mau, tapi aku minta uang untuk biaya adikmu." Bryan mengarahkan tangannya ke depan Mahen.

"Adik yang mana yang kau maksudkan?" Mahen bertanya dengan menatap manik gelap sang ay- maksudku orang di depannya

"siapa lagi kalau bukan Jendra," Mahen tertawa terbahak-bahak dengan apa yang orang di depannya katakan.

"Kau masih bisa menyebut dia 'anak'? Bagaimana bisa kau menyebutnya anak jika Jendra sudah kau buang? Hahaha lucu sekali." Mahen masih tertawa. Selang beberapa waktu dia menatap Bryan dan Tiya dingin.

"Kalian penjahat, keluar dari rumahku!" Desis Mahen.

"Bukankah sudah kubilang untuk memberiku uang dul-"

DORRR

DORRR

DORRR

"KELUAR!!!" Mahen berteriak seperti orang kesetanan setelah menembakkan tiga peluru ke sembarang arah.

Tiya yang melihat anak sulungnya tak ingin diganggu dengan cepat menarik tangan Bryan untuk dia ajak keluar. "A-ayo keluar..." Tiya memaksa Bryan untuk keluar. Saat dia berpapasan dengan Lucas dia membungkuk hormat.

Setelah Tiya dan Bryan keluar Lucas menghampiri Mahen yang tengah terduduk dengan tangan yang memeluk lututnya sendiri. "Kenapa?" Mahen bertanya entah pada siapa.

"Mereka datang hanya saat butuh, lalu dimana mereka saat aku terpuruk? Kemana mereka saat aku membutuhkan sosok seperti mereka?, kutanya KEMANA MEREKAAAA?" Mahen berteriak pada akhir kalimatnya, Lucas dengan segera memeluk bocah rapuh itu dengan hati-hati.

"Semua akan baik-baik saja, tenanglah..." Lucas mencoba menenangkan Mahen dengan kata-kata penenang. Sedangkan Mahen sendiri sudah menangis, entah mengapa perasaannya berkecamuk saat tadi dia bertemu dengan kedua orang tuanya.

"Mengapa mereka pergi saat ku butuhkan, kemana mereka? Mengapa mereka hanya melihat Jendra? Apa aku tak terlihat di mata mereka? Apa anak mereka hanya Jendra saja? A-apa a-aku anak p-pungut?" Racau Mahen yang membuat air mata Lucas terus keluar.

"Tenanglah Mahen, ada aku..." Lucas masih berusaha menenangkan Mahen.

"Anggap aku kedua orang tuamu, jangan berpikir aneh-aneh..." Lucas mengusap rambut Mahen dengan lembut untuk membuat Mahen menemukan kenyamanan agar tenang. Ini yang Lucas khawatirkan, pribadi Mahen yang selalu berubah-ubah membuat Lucas tak sanggup dengan salah satu sifat Mahen ini.












- update dari cerita ini akan selalu berubah-ubah untuk saat ini jadi nantikan saja~

TBC

Jangan lupa vote and komentarnya ya!!

Tunggu kelanjutan kisah ini

Bye-bye

MAHEN [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang