15.sekolah II

103 4 0
                                    

Mahen sudah sampai di depan kelas dengan didampingi wali kelas tentunya. "Baik anak-anak, kita akan menerima murid baru...." Wali kelas melihat Mahen yang berdiri di ambang pintu. "Silahkan masuk nak!" Suruh wali kelas.

Mahen masuk dengan langkah angkuhnya. Dia berdiri di depan kelas dengan pandangan dingin menatap satu anak yang kini juga menatapnya kaget. "Perkenalkan namamu." Wali kelas menyuruh Mahen untuk memperkenalkan dirinya.

"Selamat pagi semua, saya Tio. Senang bertemu dengan kalian." Mahen membungkuk sedikit lalu kembali ke posisi semula. Dia menatap wali kelasnya dengan dingin. Dengan gugup guru itu menyuruh Mahen untuk duduk pada kursi pojok belakang.

"B-baik s-silahkan melanjutkan p-pelajaran kalian." Sang guru langsung meninggalkan kelas dengan tergesa.

Mahen hanya menatapnya dengan senyum miring. Saat wali kelas IPS-3 sudah keluar semua murid langsung mengalihkan pandangannya ke arah Mahen. Bagaimana tak ditatap oleh hampir semua penghuni kelas jika dandanan Mahen seperti anak kuliahan. Rambut pirang yang dibelah tengah, seragam yang dilapisi almamater sekolah, juga jangan lupakan kacamata yang bertengger di hidung pemuda itu.

Mahen yang merasa ditatap hanya mengabaikan, dia malah terang-terangan menatap anak yang berada tak jauh di depannya dengan intens.

'Jadi ini kelasmu, huh...' batin Mahen.

Setelahnya semua murid di sana langsung diam dan melanjutkan apa yang guru mereka ajarkan. Tak selang berapa lama, bel istirahat berbunyi. Semua siswa ada yang langsung menuju kantin, namun sebagian besar siswi di kelas itu sedang sibuk mengerubungi Mahen.

Mahen sebenarnya muak dengan situasi ini, situasi dimana dia diperhatikan dan didatangi banyak orang itu membuat Mahen muak. Namun, dia menahan rasa itu.

Dia dapat melihat bagaimana Jendra yang keluar tanpa ada minat dengannya. Mahen berdiri dari duduknya, dia melihat bagaimana para siswi itu ingin mengajaknya pergi ke kantin. Dengan langkah angkuh Mahen meninggalkan kelas tanpa mendengar celotehan para siswi di kelas.

Saat di kantin Mahen menengok kesana kemari, sedang mencari seseorang tentunya.

Dan ya ketemu. Mahen langsung berjalan ke arah orang itu. "Bagaimana?" Tanya orang itu, Mahen hanya mengendikan bahu.

"Aku ingin menghabisi para siswi di sana." Mahen berucap dingin dengan melihat ke arah depan.

Orang itu terkekeh dan menepuk pundak Mahen pelan "kau harus bersabar."

Mahen melihat orang itu "kau di kelas mana?" Tanya Mahen. Orang itu menatap Mahen sebentar lalu menatap makanannya

"Kelasku tepat di sebelah kelasmu." orang itu menatap Mahen "kudengar namamu berganti Tio, benar?" Mahen mengangguk.

"Bagaimana kabar Lucas? Sudah lama aku tak bertemu dengannya." ujar orang itu.

"Maka dari itu kau harus bertemu dengannya, Hendra." Hendra terkekeh mendengar kalimat yang Mahen lontarkan.

"Bagaimana aku bisa bertemu dengannya jika aku harus terjebak dengan tugas yang diberikan Lucas padaku, dasar bodoh." Hendra menggeplak kepala Mahen dengan sayang.

"Sakit jika kau tahu." Mahen mengusap kepalanya yang baru saja digeplak Hendra.

"Sekarang aku ganti tugasmu." Hendra menatap Mahen bingung

"Kau dengan Lucas mengelola perusahaan, aku akan menuntaskan cerita rumit ini." Hendra melotot tak percaya apa yang dikatakan oleh Mahen.

"Kau serius?" Mahen mengangguk.

"Akhirnya setelah sekian lama aku terjebak di sini aku bis-" Hendra tak melanjutkan perkataannya karena Mahen memasukkan ayam dengan potongan besar ke mulut Hendra.

"Jangan lebay, makan saja makananmu." Mahen mengarahkan makanan Hendra lebih dekat ke sang pemilik.

Hendra mengunyah ayam itu dengan kesal, walau dia sebal dengan perlakuan Mahen dia masih tetap bersama dengannya. Hendra tahu bagaimana background kehidupan bocah di sampingnya ini.

Jika kalian bingung, usia Hendra sama dengan Lucas. Namun, dia ditugaskan Lucas untuk menyamar menjadi murid di sekolah ini. Dan untuk Mahen dia tak tahu bahwa Hendra sudah lebih dulu tahu soal Jendra maka dari itu dia bersedia untuk menyamar menjadi murid di sekolah ini. Maka dari itu sebelum Mahen masuk ke sekolah, Lucas memberitahu bahwa ada Hendra di sana.

Kembali ke cerita.

"Jendra ada dimana? Kau tak mendekatinya?" Mahen menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Aku juga dari tadi mencarinya, namun tak menemukannya dan malah bertemu denganmu di sini."

Prok...

prok...

prok...

Mahen menatap Hendra aneh, tiba-tiba saja bertepuk tangan tak jelas. "Seorang Mah- maksudku Tio sudah berbicara panjang lebar seperti itu membuatku takjub." Hendra berujar dengan ceria. Mahen ganti menampar pipi Hendra berkali-kali, tenang saja tamparan Mahen tak keras.

"Kau membuatku jantungan dengan berkata itu, lagipula aku sedang mendalami peran, jangan diganggu." sanggah Mahen.

"Baiklah aku akan mendukung peranmu yang ini, tuan Mahen..." Bisik Hendra tepat di telinga Mahen. Hendra langsung saja kabur karena dia melihat bagaimana wajah Mahen memerah hingga ke telinga.

"HENDRA JANGAN LARI!!" Mahen berteriak saat Hendra dengan cepat lari keluar kantin.

Mereka berdua terlibat aksi kejar-kejaran dengan Hendra yang terus berlari untuk menghindari Mahen yang sedang marah.

Saat Hendra tak sengaja melewati gudang samar-samar dia mendengar suara rintihan. Hendra segera berhenti dari larinya dan memilih mendengar apa yang sedang terjadi di dalam gudang. Mahen yang melihat Hendra dengan gelagat aneh segera mendekatinya.

"Ada apa?" Hendra menjawab dengan gelengan.



















TBC

Jangan lupa vote and komentarnya ya!!

Tunggu kelanjutan kisah ini

Bye-bye

MAHEN [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang