35. rumah sakit

112 8 2
                                    

Hendra dan Harsa sudah mengguncang dan melakukan berbagai cara untuk menyadarkan Tio, namun anak itu tak kunjung bangun. "Lo punya ide?" Tanya Harsa pada Hendra. Hendra mengangguk ragu dengan perlahan dia mengelus pucuk rambut Tio dan berhasil. Tio berhasil bangun.

"Kenapa gak dari tadi coba," monolog Harsa.

"Ada yang lo butuhin?" Tanya Harsa pada Tio, namun Tio tak membalas dan hanya menatap Harsa lekat

"Haikal?" Tanyanya. Harsa tentu saja kaget. Bagaimana Tio tahu akan nama kecilnya, hanya orang yang dekat dengannya yang tahu nama itu. "Kau Haikal kan?" Harsa dengan ragu mengangguk. Tio menatap Harsa "aku Mahen!" Harsa baru ingat bukankah dia dulu punya teman masa kecil yang bernama Mahen, tapi apakah dia? Mahen Adiyaksa? Sang pengusaha berhati iblis ini? Harsa menggeleng cepat saat muncul pertanyaan-pertanyaan acak di benaknya.

Hendra menepuk pundak Harsa "dia temen kecil lo dulu, gue yang ajak dia untuk bermain sama lo...." Ungkap Hendra membuat Harsa kaget. "Oke sampingin ini dulu, Mahen?" Mahen menatap Hendra bertanya.

"Adek lo masuk rumah sakit." Wajah Mahen yang tadi tenang sekarang terlihat panik.

"Bagaimana bisa?" Mahen bertanya dengan raut khawatir hingga Hendra mulai menceritakan semua kejadian tadi sampai detail yang mana membuat Mahen geram bukan main. "Dasar kepribadian sialan." Mahen dengan segera langsung pergi menaiki motornya untuk menuju rumah sakit.

"MAHEN!!" Teriak Harsa, namun tak dihiraukan oleh sang pemilik nama. Hendra menyuruh Harsa untuk segera mengikuti Mahen.

Mahen terus menaikkan kecepatan motornya, hingga tak sampai setengah jam dia sudah sampai pada rumah sakit yang dia yakin Lucas membawa Jendra kemari. Dia sempat bertanya pada perawat tentang adiknya dan perawat bilang bahwa adiknya ada di ruang operasi. "Bodoh... Mahen bodoh..." Rutuk Mahen pada dirinya sendiri. Dia terus berlari hingga dia menemukan Lucas dengan raut khawatirnya "Luc..." Lucas menoleh dan menemukan Mahen di hadapannya dengan keadaan yang berantakan.

Lucas langsung memeluk Mahen "tenanglah... Dhika sedang menangani adikmu. Kita berdoa saja yang terbaik untuk Jendra." Mahen hanya bisa mengangguk.

Operasi yang dijalani jendra sudah memakan waktu 4 jam lebih dan belum ada tanda-tanda seseorang yang keluar dari ruang operasi itu. "Lucas bagaimana ini?" Lucas hanya mengelus rambut Mahen, dia tak tahu lagi harus berkata apa.

"Berdoa saja yang terbaik untuk Jendra. Gue tahu Jendra itu nakal tapi dia anak yang kuat jadi gue yakin bahwa dia gak akan nyerah gitu aja." ucap Harsa.

Mahen menatap Harsa "kau yakin? Setelah kau melihat keadaan Jendra kau masih yakin dengan perkataanmu tadi?" Harsa dibuat bungkam dengan pernyataan Mahen.

Hendra mengusap pundak adiknya pelan "dia hanya perlu waktu Harsa, kita ga bisa berbuat apapun...." Ucap Hendra.

Selang 30 menit Dhika keluar dari ruang operasi dengan raut lelahnya. Mahen segera mendekat ke Dhika "bagaimana keadaannya?" Tanya Mahen.

Dhika tersenyum getir "Jendra kehilangan banyak darah dan jantungnya juga rusak. Kami kehabisan donor darah dan tak ada donor jantung di rumah sakit ini." Seketika Harsa langsung jatuh ke lantai mendengar bagaimana Jendra, sahabatnya yang berada di kondisi parah.

"Bagaimana ini?" Tanya Lucas pada Dhika.

"Aku dan para tenaga medis masih berusaha, sekarang Jendra aku nyatakan koma. Aku juga akan menghubungi berbagai rumah sakit untuk meminta donor darah dan donor jantung." Dhika melihat Mahen yang menatap ke depan dengan tatapan kosong. Dhika tersenyum kecil "Mahen tenang saja oke..."

"Aku akan mendonorkan darah dan jantungku." Gumam Mahen membuat Dhika menatap Mahen tak percaya. "Jangan gegabah, aku masih bis-"

"BAGAIMANA BISA AKU TAK GEGABAH JIKA NYAWA ADIKKU SEDANG BERADA DI UJUNG TANDUK?!! AKU TAK BERGUNA JIKA JENDRA TAK ADA!!. TAK ADA GUNANYA AKU HIDUP!!!" Teriak Mahen frustasi.

"Tolong izinkan aku, Lucas... Dhika... Biarkan aku mendonorkan jantung dan darahku..." Tangis Mahen akhirnya pecah.

"Tapi kau tak perlu seperti ini..., Aku yakin masih ada donor lain yang akan mendonorkan jantung dan darah untuk adikmu...." Dhika akhirnya juga menangis. Ruang operasi itu sekarang dipenuhi dengan air mata, sampai ...

"Dokter pasien mengalami kejang dok..." Panik salah satu suster. Dhika dengan cepat masuk ke dalam lagi.

"Jendra..." Mahen dibawa ke pelukan Hendra "tenanglah... Adikmu masih berjuang di dalam sana."

Lucas dengan cepat menelpon semua rumah sakit terdekat. Lucas kembali pada tempat tadi, Mahen yang melihat Lucas kembali langsung bertanya pada Lucas "bagaimana? Apa ada pendonor?" Hanya gelengan yang Mahen dapatkan dari Lucas.

"Maaf..." Mahen menggeleng.

"Tak apa..." Dia tersenyum tulus dan memeluk Lucas. "Terimakasih untuk semuanya Lucas. Aku tak tahu harus berkata bagaimana, tapi maafkan seluruh kepribadian ku jika mereka membuatmu lelah. Aku sangat bersyukur dipertemukan denganmu..." Lucas tak mengerti mengapa Mahen tiba-tiba berkata seperti itu. Dia hanya membalas pelukan Mahen dan tanpa Lucas sadari Mahen menyelipkan beberapa kertas ke saku celana Lucas.

Mahen melepaskan pelukannya, Mahen menatap Hendra dan Harsa "terimakasih untuk kalian juga, terutama Harsa atau Haikal? Karena kau sudah menjadi teman Jendra. Terimakasih sudah menjaganya dan menyayanginya. Semoga kau bisa menjaga Jendra sampai seterusnya. Aku berterimakasih pada kalian bertiga...." Mahen membungkuk hormat pada Lucas, Hendra, dan Harsa.

"Aku harus ke kamar mandi dulu!" Setelahnya Mahen melenggang pergi dari hadapan tiga orang itu.

"Apa kalian merasa bahwa ucapan Mahen adalah ucapan perpisahan?" Perkataan Harsa berhasil membuat Lucas dan Hendra mengangguk ragu.

30 menit berlalu

Mahen belum juga kembali dari kamar mandi, niat Lucas ingin memeriksa Mahen, namun ucapan seseorang membuatnya urung "Jendra sudah mempunyai pendonor!" Ucap Dhika dengan senyuman yang terkesan dipaksakan.

"Apa operasi dapat dilakukan sekarang?" Tanyanya pada ketiga orang yang ada di sana.

"Lakukan sekarang dan beri yang terbaik pada Jendra!" Lucas memberikan keputusan dengan tanpa pikir panjang, Dhika yang mendengar mengangguk setuju.

'bahkan ini jauh lebih baik Lucas' batin Dhika.

Operasi dilakukan hampir memakan waktu berjam-jam dan lampu ruangan itu sudah hijau menandakan bahwa operasi sudah selesai.

"Syukurlah...." Perkataan lega keluar dari ketiga orang yang berada di ruang tunggu.


















TBC

Jangan lupa vote and komentarnya ya!!

Tunggu kelanjutan kisah ini

Bye-bye

MAHEN [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang