RESTU DIPTA

108 11 1
                                    

HAI! WELCOME LAGI READER'S. SELAMAT MEMBACA KISAH PRADIPTA YANG SAAT INI SEDANG DIANTARA MAU BERTAHAN ATAU BERHENTI SAJA. YUK SEMANGATIN DIPTA BARENG BARENG DENGAN CARA VOTE AND KOMEN YA... SEMOGA ANAK BAIK BISA BAHAGIA...

■■■

"Hari ini aku masih bertahan, semoga besok aku masih bernyawa dan bahagia."

●●●

"Halo, ayah?"

"..."

"Ada yang mau aku sampaikan sebentar."

"..."

"Tapi ini penting, soal pernikahan Dipta."

"..."

"Maaf, yah. Tapi Dipta butuh waktu ayah minggu ini sama bunda."

"..."

"Makasih, Yah."

Dipta menutup hp bobanya itu. Ternyata ayahnya memang akan pulang kerumah malam ini, yang seharusnya mereka pulang lusa. Mungkin urusannya selesai lebih cepat, begitulah yang dipikirkan Dipta. Apakah ini adalah insting orangtua?

Dipta berlari ke arah ruang pakaian. Dia mencari alat alat perlindungan diri sebelum dia dihajar oleh sang ayah. Bukannya tak berani menghadapi masalah, tapi Dipta cukup penakut kalau soal pukul memukul.

Ya gimana ya. Meskipun dirinya anak tongkrongan dan anak malam, tapi dia tak pernah sekalipun berantem. Bahkan dia tergolong orang yang clingy ke teman temannya.

Ayah Dipta juga tak pernah sekalipun memberi kekerasan fisik padanya. Tapi entah mengapa itu seperti bakalan terjadi malam ini. Ya kali Dipta membiarkan dirinya terluka. Cukup dan sampai sini saja dirinya melukai orang lain, jangan dia.. licik btw Dipta.

"Duh mana besok ada Pr Biologi lagi, ini apa gue ngerjain tugas dulu kali ya? Penting mana sih? Kalau gue nggak ngerjain tugas, besok gue juga bakal kena marah. Double kill goblok!" maki Dipta pada dirinya sendiri.

Emang anak sekolah banget. Dalam situasi gini aja masih mikirin tugas. Yang padahal mah biasanya juga nggak pernah. Tapi tugas biologi ini memang sangat mengganggu dipikiran Dipta. Apalagi guru mapel Biologi ini adalah wali kelasnya. Sudahlah besok pasti disidang karena nggak masuk selama 3 hari dan nggak ngerjain tugas.

Tapi, dia pengen ngerjain tugas.

Dipta yang masih mengenakan pakaian pelindung pun mengambil buku biologinya di rak buku lalu mulai mengerjakannya perlahan.

Baru saja dirinya membuka latiha soal sudah dihadapkan dengan banyak soal aneh.

"Apakah bisa pasangan dengan ibu pembawa hemofilia dan ayah normal yang masing-masing bergolongan darah A heterozigot memiliki anak normal bergolongan darah o? Goblok lah! Ya mana gue tau, yang buat anak bukan gue cok!" maki Dipta pada buku tebal itu.

Apalah itu, biarlah tuhan yang tau. Kenapa juga menanyakan hal seperti itu pada manusia seperti Dipta. Dipta melewati soal tersebut. Kemalasan Dipta yang semula 50% naik menjadi 80%. Ya kenapa juga soal nomor satu susah banget.

Mana tiap pelajaran Biologi dirinya sering ngebo lagi.

Lanjut soal ke dua.

"Berapa presentase keturunan tikus hitam menikah dengan tikus abu abu memiliki anak tikus berwarna putih? Apalagi ini cok?! Yang kawin tikus kenapa gue yang ngurus? Bisa aja kan salah satunya mandul, lah gimana itu coba? Bodo ah! Hukuman ajalah anjir!" seru Dipta lirih.

Dipta menutup bukunya dengan keras dan mengembalikannnya ke rak. Sudahlah membahas kawin mulu. Dia kan jadi teringat Lia. Bukan, bukan karena cinta ya anjir. Karena anu itu.

Lagian kenapa bisa pas gitu bahas nya soal kawin kawin.

Duh, Dipta lagi lagi ingat kalau yang harusnya nikah dulu baru kawin, tapi itu nggak berlaku buat dirinya. Dia mah kawin dulu baru nikah.

Kapok sudah Dipta mabuk mabuk an. Dia besok harus mulai ngontrol diri sendiri agar tidak mabuk karena dia on the way jadi calon imam.

Dipta tengkurap tiba tiba mengambil posisi push up. Dia harus menenangkan pikiran dan menghilangkan rasa gugup nya. Namun baru saja push up kedua, sudah ada suara klakson mobil dari luar. Dipta memejamkan matanya dan menarik nafas dalam.

Dia bergegas kedapur. Baru saja ia kepikiran untuk membuatkan susu coklat buat mereka berdua agar rileks. Jadi, biar ga ada acara baku hantam. Kan lebih baik nyusu sambil ngobrol. Kayak nongki bareng gitu...

"Duh ini susu apaan ya? Bunda kan alergi susu kambing. Gapapa, kayaknya ini susu kecoak deh," lawak Dipta dilanjutkan kekehan lucunya.

Nggak susu kecoa beneran ya tapi. Eh btw kecoak punya susu ga sih?

Suara pintu terbuka membuat Dipta cepat cepat mengaduk dan menyajikannya di ruang tamu.

"Ayah, Bunda!" panggil Dipta.

Ayah dan Bunda yang tampak segar karena sepertinya sebelum pulang mereka honeymoon dulu membuat Dipta banyak berharap mereka sedang berada di dalam mood yang bagus.

"Hai! Tadi katanya ada yang mau dibicarakan? Mau sekarang?" tanya Bunda Dipta, Nia.

Dipta mengangguk cepat, "udah aku siapin susu hangat buat kalian supaya rileks. Minum dulu, yah, bund."

Nia dan Erik duduk rileks setelah meminum susu yang dibuat Dipta tersebut. Senangnya mereka disambut susu hangat setelah pulang dari Dinas.

"Udah, ada apa?" tanya Erik mengintimidasi.

"Dengerin penjelasan aku dulu tapi," pinta Dipta.

Maksudnya acara baku hantamnya minimal habis selesai bicara lah. Ya kali ntar Dipta ngejelasin ceritanya tapi mukanya bonyok. Kan lucu...

"Dipta mabuk dan nggak sengaja anu anak orang. Dia Lia, anaknya om Anton sama tante Sofi dari kompleks sebelah. Itu terjadi karena murni aku mabuk, dan kemarin aku sudah menemui keluarga Lia, aku-"

"Ikut ayah malam ini. Kamu harus dihukum Dipta! Ayah ga pernah ajarin kamu buat memperkosa anak orang! Dasar anak nggak tau diuntung!" potong Erik kala dia tau anaknya sering mabuk mabukan bahkan sampai melakukan hal brengsek itu. Muka Erik merah padam seperti beruang kutub pink. Udah mengintimidasi, di kata katain, di anu lagi. Hidup Dipta tenang amat...

"Dengerin Dipta dulu, yah, bund..." sahut Dipta sambil menatap lesu bundanya. Bagaimana tidak, kini Nia sedang memegang keras dadanya karena sesak mengetahui anaknya berbuat seperti itu dibelakang mereka. Nia berharap banyak pada Dipta untuk menjadi teladan dan penerus perusahaan kelak. Tapi kalau kelakuan anaknya saja seperti ini, bagaimana yang kemudian hari?

"Dipta siap kok kalau ayah sama bunda mau mukul Dipta. Dipta sadar bahwa Dipta jahat banget. Dipta berusaha untuk bertanggung jawab atas apa yang telah Dipta lakukan. Dipta akan menuruti semua perintah kalian mulai detik ini. Tapi biarkan Dipta menikahi Lia sebagai bukti bahwa Dipta bukan cowok yang sebajingan itu," jelas Dipta.

Erik menyeret Dipta menuju ke kantor di dalam rumahnya. Dipta pasrah saja.

Klek!

Suara pintu terkunci. Benar benar hanya ada Erik dan Dipta. Kantor ini memiliki peredam suara di sekitar. Bahkan banyak alat alat yang memungkinkan sebagai alat untuk membunuh seseorang.

Pikiran Dipta sudah kemana-mana.

"Bentar, yah. Dipta mau baca ayat kursi dulu," lirih Dipta pelan.

Sebelum menuju kematiannya, Dipta meminta hal terakhir pada ayahnya. Ya maklum, doa yang paling diingat saat ini cuman ayat kursi doang.

"Sini!"

Selangkah.

Dua langkah.

Tiga langkah.

Bugh!

Bugh!

Tuh benar saja. 2 pukulan yang mendarat tepat di muka dan perutnya. Dipta bahkan sampai terbatuk.

"Dengerin Dipta dulu, yah... uhuk!"


PRADIPTA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang