HAI GUYS! NIHHH ADA EKSTRA CHAPTER, SEBELUM PRADIPTA BENERAN SELESAI...
MASIH ADA EKSTRA CHAPTER LAIN YANG AKAN AUTHOR PUBLIKASIKAN MINGGU INI
STAY TUNE AND DON'T FORGET TO VOTE AND COMMENT READER'S!
THANK YOU FOR READING, AND HAPPY READING!■■■
"Tak semua orang memiliki kesempatan kedua, namun, semua orang berhak memiliki kesempatan kedua."
●●●Mimpi atau bukan itu terlalu menyakitkan untuk Lia hadapi. Meskipun Lia meninggalkan mereka berdua berbincang, namun ia tetap berada di sekitar café karena banyak hal yang ingin ia perbaiki dengan Pradipta. Jantungnya seakan berhenti beberapa detik setelah menyaksikan motor milik suaminya terpental jauh di hadapannya.
Yudha juga bergegas turun kala mendengar gebrakan kecelakaan di bawah café.
"Diptaaaaaaaaaaa!" seruan beroktaf tinggi membuat Yudha menoleh ke arah sumber.
Tangisan bahkan jeritan Lia membuat suasana sore itu semakin membuat panik orang disekitarnya. Ia bergegas menghampiri sang korban alias suaminya yang juga ikut terpental. Bersamaan dengan Yudha yang juga tanpa pikir panjang menghampiri sahabatnya.
Haruskah berakhir seperti ini? Bahkan sebenarnya ini belum benar-benar berakhir. Ini baru awalnya, kan? Ini awal dari kebahagiaan Dipta.
"B-bangun, sayang? hmm? J-jangan bercanda ka-kayak gini, ya? A-aku... masih banyak hal yang ingin aku lakukan, Dipta. A-aku yang salah, bukan kamu! A-aku yang harusnya dihukum. Sa-sayang... bangun," Lia tak berani memegang Dipta karena takut menambah buruk luka Dipta.
Darah yang keluar cukup banyak hingga separuh jalan hampir tertutupi oleh darah Pradipta.
Sedikit remang-remang, Dipta masih mendengar apa yang Lia ucapkan. Ia berusaha untuk menarik tiap sudut bibirnya. Ia senang mendengar istrinya memanggilnya sayang. Ia juga takut tak bisa bertemu dengan Lia lagi. Dipta sangat takut.
"Dipta? Sayang? J-jangan pergi dengan cara kayak gini? oke? Kamu... ma-masih banyak hal yang belum aku katakan. A-ku mencintaimu, lebih dari apapun..." Lia tak berani menatap tubuh Dipta.
Ia hanya menunduk menatap aspal yang penuh darahnya. Ia tak tau bahwa Dipta masih bisa sedikit mendengarnya. Ia ingin sekali membalasnya, hanya saja dia tak bisa. Sangat sulit untuk hanya sekedar bergerak meski hanya beberapa senti.
Beri aku kesempatan untuk bersamanya, dan aku janji akan menjaganya. Aku juga akan menjaga diriku. Batin Pradipta sebelum matanya benar-benar tertutup.
Tak lama, ambulan membawanya pergi. Lia dan Yudha ikut sebagai walinya saat ini.
Yudha masih tak mengatakan sepatah katapun sedari tadi. Yudha adalah makhluk terbodoh. Harusnya ia mendengarkan penjelasan Dipta. Harusnya ia tak gegabah dan mengontrol emosinya. Ia bersyukur karena hidupnya lebih bahagia dari Dipta. Dan dia bodoh karena menganggap sahabatnya sama seperti dirinya.
Isakan dari Lia juga masih tak berhenti. Sesekali ia memegang dadanya karena terlalu sakit.
"Kenapa harus kamu?" lirih Lia.
***
Hampir 4 jam Lia dan Yudha serta keluarga mereka dan Rifki menunggu di depan ruang operasi. Mereka semua tak berpaling sedikitpun dari ruangan itu. Apalagi Lia, yang masih menangis. Wajahnya yang memerah dan matanya yang sudah sangat sembab, juga membuat kedua orang tuanya khawatir.
"Bunda? Harusnya Lia nggak bohong sama Dipta. Harusnya Lia bilang ke Dipta kalau Lia cinta. Lia bodoh, bunda!" ucap Lia.
Lia beralih ke hadapan kedua orang tua Dipta tepat di depannya. Ia bersimpuh, dan memegang tangan bunda Dipta.
"Ma-maafin, Lia. Lia yang salah, Lia yang bodoh! To-tolong beri Dipta kesempatan Bunda, Lia nggak bisa hidup tanpa Dipta. Lia janji nggak akan bohong lagi!" Lia mengangkat jari kelingkingnya, berjanji.
Bunda Dipta memeluk Lia erat. Sangat erat.
"Dipta akan bangun, nak. Yang salah bukan kamu, ini semua salah kita. Bunda sadar bahwa kita kurang memperhatikan Dipta. Dipta..." tangisan dari Bunda Dipta kini terdengar lagi.
Mengingat betapa tak pedulinya mereka terhadap anak semata wayangnya. Mereka sering kali melupakan hari-hari penting milik Pradipta. Mereka menyesal? Sangat.
Mereka pikir memberi Pradipta fasilitas yang sangat lengkap akan membuat anaknya bahagia. Nyatanya, hal yang paling dibutuhkan oleh seorang anak adalah keberadaan orang tuanya. Anak-anak membutuhkan kasih sayang dari orangtua.
Tak lama, ruangan operasi terbuka dan beberapa dokter keluar. Lia dengan cepat menghampirinya.
"Bagaimana keadaan suami saya, dok?" tanya Lia sembari mengusap air matanya yang tak berhenti keluar.
"Meskipun pasien mendapat benturan yang keras, namun ia beruntung kepalanya hanya sedikit terluka. Pasien hanya terluka dibagian kaki dan tangannya karena beberapa pecahan dari motor melukai badan. Beliau akan bangun dalam kurun waktu beberapa jam," ucap dokter tersebut.
Mendengar hal itu, mereka senang dan sangat bersyukur.
Brak!
Tubuh Lia membentur lantai rumah sakit. Ia pingsan tak lama setelah mendengar kabar tersebut. Dalam keadaan pingsan pun, dia masih banyak mengeluarkan air mata.
Rifki yang juga menahan tangisannya, kini ia keluarkan. Semua yang berada di sini, menangis untuk kabar baik Pradipta. Banyak orang yang sayang dan tulus terhadap Dipta. Mungkin inilah kekuatan dan keajaiban yang Tuhan berikan. Semua orang berdoa untuknya.
Dipta diberi kesempatan, lagi.
Beberapa jam telah berlalu, Lia yang sudah bangun sejak satu jam yang lalu tak memalingkan tatapannya dari sang suami. Kedua orang tua Dipta dan Lia menunggu diluar. Mereka melihat betapa Lia mencintai Pradipta.
Itu memang terlihat sangat jelas, dari dulu.
"Makan dulu ya, Li?" tawar Rifki yang tak tega melihat Lia semakin pucat.
"Dipta juga belum makan, Ki."
Ini sudah jam 4 pagi dan Lia belum makan apapun. Ia juga belum berganti baju. Matanya yang membesar karena sembab dan rambutnya yang sudah tak karuan membuat mereka khawatir.
"Kenapa harus Dipta, Ki?" tanya Lia.
Rifki menunduk malu mendengar pertanyaan Lia. Dia juga salah satu oknum yang membuat Dipta babak belur. Ia salah satu pelaku yang menambah luka pada Dipta. Ia tak berharap apapun lagi, ia hanya ingin sahabatnya segera bangun.
KAMU SEDANG MEMBACA
PRADIPTA (END)
Teen FictionKisah sederhana tentang dua siswa yang terjebak dalam kebejatan yang Dipta buat. Ini berawal dari kesalahan orangtua dalam mendidik anaknya. Takdir yang entah baik atau buruk itu datang pada Dipta dan Lia. Tak ada yang tau bagaimana akhir dan prose...