PERJANJIAN

86 9 0
                                    

HAPPY READING READER'S. DUKUNG TERUS CERITA PRADIPTA DENGAN VOTE DAN KOMEN YA... KEEP HEALTHY AND HAPPY.

■■■

"Be better than yesterday."
_author_

●●●

"Bagaimana? Mau dilanjutkan ke jenjang yang serius?" tanya Anton, ayah Lia.

"Iya, gue setuju. Apalagi lo yang bakal jadi besan gue, An," jawab Erik.

Kepala keluarga dari kedua keluarga menyetujui pernikahan Dipta dan Lia. Sedari tadi, mereka berbincang lama bahkan mereka saling mengungkapkan banyak hal satu sama lain karena ternyata Erik dan Anton berada di satu Universitas yang sama dan satu organisasi yang sama.

Erik pernah menjadi ketua BEM pada waktu itu, sedangkan Anton berada di divisi keamanan. Mereka tak tau hak itu meskipun komplek nya bertetangga. Lagipun mereka adalah orang yang sibuk, jadi tak ada cukup waktu untuk bertemu.

Sungguh dunia itu sempit.

Disatu sisi, Lia dan Dipta sedang duduk memandang langit malam. Mereka berdua terdiam tanpa ada yang berbicara. Hanya hembusan nafas mereka yang terdengar. Angin malam dan bulan kini menjadi saksi bagaimana Dipta dan Lia menjadi dekat.

Lia sesekali mengusap kedua tangannya karena cukup dingin," tadi lo ngapain sama Karin? Nggak ngobrol aneh aneh kan?" tanya Lia mengawali pembicaraan.

Dipta menoleh menghadap Lia, " nggak ada apa-apa."

"Gue nggak mau kalau kelak hubungan kita terungkap sama anak kelas. Jadi tolong rahasiain ini, Dip," pinta Lia.

Dipta mengangguk paham.

"Li? Pernikahan bukan mainan. Lo merasa terbebani dengan hubungan kita nggak sih? Gue nggak mau ada pihak yang dirugikan sebelum gue melangkah lebih maju," tanya Dipta khawatir.

Dia nggak mau ada pihak yang merasa rugi dan tersakiti dengan jalan yang diambil. Apalagi pernikahan adalah hal yang sakral dan bukan suatu candaan. Kehidupan dipernikahan pun tak sama lagi dengan kehidupan biasa. Banyak hal yang harus diurus dan diperhatikan.

"Gue tau itu."

See?

Hanya itu yang bisa Lia ucapkan. Dia bahkan tak tau apakah dirinya sudah siap berada dalam hubungan suami istri dengan temannya itu, ataukah Lia hanya bersimpati dengan Dipta.

Namun, ada satu hal yang sama dari mereka. Mereka sama sama merasakan bahwa ini adalah hal yang memang seharusnya dilakukan. Sungguh, tak ada kesiapan baik dalam batin maupun fisik. Tapi mereka melakukannya.

Mereka melakukannya tanpa memprediksi apakah di masa depan kelak itu adalah hal baik atau justru mendorong mereka ke nasib yang buruk. Kita doakan semoga itu adalah jalan yang baik....

"Li? Gue bebasin lo buat berhubungan sama siapapun itu. Gue tau ini berat bagi lo. Tapi lo bisa pegang janji gue, dalam kehidupan kita kelak, gue bakal ngelindungin lo dalam hal apapun, gue beri kebahagiaan apapun yang lo mau. Bahkan gue bebasin lo buat pacaran. Gue nggak mau lo semakin tertekan dan terkurung dalam pernikahan kita kelak." Dipta menatap dan mengungkapkannya dengan tulus.

Dipta sudah memikirkan hal itu. Dia membebaskan jadwal Lia, tapi Dipta tetap melindunginya. Mungkin di usia mereka yang masih menuju dewasa, akan banyak hal yang terjadi Apalagi terkait dengan perasaan. Akan tetapi tak ada kehidupan yang tenang bukan? Semua berjalan dengan banyaknya rintangan.

"Bahkan kalau lo mau, kita bisa buat perjanjian dalam pernikahan," tambah Dipta.

Ya, kan kali aja mau...

"Nggak usah lah. Lebay anjir! Lo boleh ngatur gue tapi sewajarnya aja. Sama satu lagi, gue nggak mau punya suami yang pemabuk, perokok, main malam-malam, apalagi having s*x diluar sana. Jadi, sebelum kita halal, lo kontrol diri lo, bisa?" tanya Lia.

Ya kali dirinya mau rugi. Udah nikah muda, masa calon suaminya nanti bakal tetap jadi pemabuk. Itu the real merusak masa depan. Ini bukan soal menerima apa adanya atau bukan. Kita realistis aja, diantara mereka juga nggak ada rasa cinta, hanya ada rasa simpati dan ego. So, nggak ada juga yang mau punya suami kaya tapi pemabuk.

By the way, Dipta emang kaya. Apalagi dia bakal jadi pewaris tunggal. Realistis lagi ya....

Soalnya butuh uang untuk hidup enak.

"Gue belum pernah s*x sama sekali, anj! Pertama sama lo doang, suer deh!" sahut Dipta dengan ngegas.

Udah dibilang Dipta itu nggak berani ngejamah tubuh cewek. Tapi ya kemarin lagi kobam dan banyak problem aja. Dan itu bakal jadi yang pertama dan terakhir.

"Ya santai aja, kali. Oh iya, soal cewek lo gimana?" Lia menanyakan hal itu karena takutnya nanti ada salah paham juga.

Belum nikah udah banyak masalah kan ga enak ya..

"Gue udah putusin Karin. Cuman dia nolak, ntar bakal gue urus setelah emosinya agak reda," jawab Dipta.

"Nggak usah diputusin nggak papa, Dip. Kalau emang lo sama Karin bahagia, ya kenapa nggak dilanjutin?" kata Lia.

Sebenarnya Lia agak tak rela jika calon suaminya masih milik orang lain. Eh, tapi nanti yang sah tetap Lia.

Udahlah..

"Gue nggak sebajingan itu, Li. Itu posisi yang menyakitkan bagi kalian berdua."

Wuihhh....
Emang perhatian nih calon suami orang.

Mereka melanjutkan perbincangan mereka sampai beberapa menit kedepan.

Keputusan telah dibuat, mereka akan melaksanakan pernikahan minggu depan yang hanya dihadiri oleh keluarga terdekat dan mungkin sedikit dari kolega orang tua. Mereka akan membuatnya menjadi momen kecil dan sederhana namun melekat dalam kenangan tiap orang. Ini hanya sekali seumur hidup, tapi mereka harus melakukannya secara tertutup.

Tidak apa-apa, karena hal kecil itu bukan menjadi masalah. Banyaknya ketulusan di dalam suatu moment akan menjadikan peristiwa tersebut sebagai hal istimewa yang mahal. Bahkan itu tak bisa dibeli oleh uang.

Harga yang mahal untuk membeli ketulusan seseorang. Dipta tulus menerima Lia, begitupun Lia. Belum ada rasa cinta yang seharusnya ada. Tapi itu sudah lebih dari cukup.

"Semoga kita tetap bersama dan bahagia," ucap Dipta dan diangguki oleh Lia.

Baiklah, semoga saja mereka siap menerima dan menyelesaikan apapun yang bakalan terjadi di kehidupan mereka.


PRADIPTA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang