KHAWATIR

60 9 4
                                    

OKEY, HARI INI AUTHOR UPDATE DUA CHAPTER SEKALIGUS. ENJOY FOR READING, READER'S.
JANGAN LUPA VOTE DAN KOMENNYA YA...

■■■

"Apapun, asal Lia bahagia."
_Pradipta_

●●●

Sudah hampir sebulan mereka berhasil backstreet dari anak-anak sekolah kecuali Rifki yang memang anaknya serbatahu. Namun, sebenarnya belakangan ini banyak yang agak curiga karena terkadang mereka tanpa sadar melakukan hal-hal yang romantis. Seperti Lia ketika memberi bekal Dipta yang tertinggal, Dipta yang nempel mulu ke Lia, bahkan sempat menunjukkan kecemburuan terhadap Lia dan Yudha. Karena bukan hanya pasangan muda ini yang semakin dekat, Yudha pun semakin gencar mendekati Lia.

"Mau ke kantin bareng?" tanya Yudha yang selalu rajin ke kelas Lia tiap bel istirahat dan bel pulang.

"Dia bawa bekal sendiri," sahut Dipta ketika Lia bersiap ingin menjawab.

"Kenapa belakangan ini lu selalu ganggu gue sama Lia, bangke?! Gue udah sering maklumin lu, Dip. Urusan lo sama Karin aja masih belum jelas, nggak usah urusin hubungan gue sama Lia," jawab Yudha kesal.

Bagaimana tak kesal karena tiap kali Yudha mengajak Lia makan, atau pulang bareng bahkan ke kantin seperti ini, Dipta seolah-olah melarangnya mereka pergi. Dan ini udah bukan sekali-duakali. Mungkin Yudha akan menganggap itu candaan jika Lia tak terpengaruh, nyatanya sebagian besar itu mempengaruhi Lia. Lia jadi sering menolak dengan berbagai alasan.

"Lagian lu sama Lia juga nggak ada hubungan apapun," sahut Dipta sembari mengendikkan bahunya dan dilanjut mengeluarkan kotak bekal dari lacinya.

Yudha tertawa mengejek Dipta, "kata siapa?" tanya Yudha.

Dipta yang sedang membuka kotak sendoknya berhenti sejenak.

"Gue sama Lia udah pacaran, lu nggak tau?" tambah Yudha.

Shit! Batin Dipta.

Lia yang sedari tadi sibuk menyelesaikan catatannya pun ikut berhenti sejenak lalu melirik Dipta yang duduk tak jauh darinya. Dia memang sudah berpacaran dengan Yudha, dan itu masih hubungan yang sangat baru. Niatnya dia tak ingin memberi tau siapapun agar tak merepotkan. Lagipun, meski Lia dan Yudha diam, anak-anak sekolah juga taunya mereka memang sedang menjalin hubungan.

Lia segera menutup bukunya dan berjalan keluar menuju Yudha.

"Yuk! Aku udah selesai," kata Lia. Sebenarnya memang dia hari ini enggan ke kantin. Sebab suasananya di kelas agak buruk membuat Lia memilih ke kantin.

Dipta yang melihat Yudha dan Lia keluar ke kantin tak bisa melakukan apapun. Kenapa Lia tak bilang kalau mereka sudah pacaran? Ini hal yang menyakitkan bagi Dipta karena ia tau bukan dari Lia langsung. Meskipun akhirnya akan menyakitkan juga, tetapi tetap saja berbeda.

Setelah agak lama meredam rasa cemburu dan amarahnya, Dipta memilih keluar untuk sekedar mencari udara segar. Hari ini sangat menyesakkan. Tak sedikit kenangan yang Lia dan Dipta ciptakan ketika berada di rumah dan di luar. Itu cukup memberi Dipta celah untuk masuk ke dalam hati Lia, karena setau Dipta pun, Lia tak kunjung memberi Yudha balasan.

"Dipta!" panggil seseorang dari arah timur.

Itu Karin.

Ketika Karin berjalan ke arah Dipta, beberapa siswa dan siswi berlarian ke arah selatan. Tak biasanya seperti ini. Dipta mencegat salah seorang siswi yang ikut berlari.

"Ada apa sih, kok pada lari gitu?" tanya Dipta.

"Kak Lia pingsan di depan kantin, kak!" jawab adek kelas tersebut.

Tanpa memeperdulikan perasaan tadi dan menghiraukan Karin yang sepertinya akan membicarakan sesuatu, Dipta berlari ke arah kantin bak orang kesetanan.

Kalau ada apa-apa sama Lia, gue bakal bunuh lu, Yudha. Batin Dipta.

Benar saja, kini Lia sudah berada di pangkuan Yudha.

"Bangsat! Minggir lu!" tanpa basa-basi, Dipta segera mengambil alih Lia dan menggendongnya. Dia bergegas membawa Lia ke UKS.

"Gue aja yang bawa." Yudha mengatakan hal itu mengikuti langkah Dipta yang kian cepat.

Kini mereka menjadi pusat perhatian. Ini sudah seperti dalam drama-drama dimana adegannya sedang berpusat pada dua pemeran utama yang sedang memperebutkan satu wanita.

Dipta tak menyahutnya. Pikirannya kini dipenuhi oleh Lia. Dia takut istrinya kenapa-napa.

Segera setelah sampai ke UKS, Dipta menidurkan Lia dan melonggarkan belt-nya.

Dokter yang menjaga UKS, juga cepat tanggap. Dia segera memeriksa keadaan Lia.

"Nggak usah sentuh-sentuh Lia!" seru Yudha melihat Dipta yang sedang mengelus pucuk kepala Lia.

Mendengar itu membuat Dipta emosi. Dia menarik Yudha keluar kamar dengan kasar.

Bugh!

Satu pukulan tepat mengenai wajah Yudha yang tampan itu. Satu pukulan itu membuat Yudha terdorong ke belakang agak jauh karena dirinya terkejut.

"Kalau ada apa-apa sama Lia, lu adalah orang pertama yang bakal gue bunuh!" seru Dipta masih di selimuti perasaan takut dan khawatir.

"Lu nggak ada hak buat mukul gue kayak gini, bangsat! Lu bukan siapa-siapanya Lia. Dan atas dasar apa lu bilang begitu?!" seru Yudha balik.

Bugh!

Kali ini pukulan dari Yudha yang tepat mengenai pelipis Dipta.

"Kalau lu suka sama Lia, bilang aja, bangsat! Gunain otak lu, gue ini temen lu! Lu punya Karin, dan Lia milik gue!" tambah Yudha.

Ketika Dipta ingin membalasnya, seseorang mencekal tangannya kuat. Benar dugaan Rifki, mereka sedang berantem. Itu sudah tidak mengejutkan baginya dan dia sudah menduga hal itu tatkala mendengar kabar atas peristiwa hari ini.

Rifki menarik mereka berdua untuk menghindari kerumunan. Karena lagi-lagi mereka sudah menjadi pusat perhatian. Lagian dimana otak mereka ini, bisa-bisanya berantem di area sekolah yang sedang ramai. Kan bisa di bicarain baik-baik. Kayaknya sih....

"Gue mau nemenin, Lia, Ki." Dipta melepas cekalan Rifki dan kembali masuk ke dalam.

Rifki mencegat Yudha yang ingin mengikuti si Dipta untuk menemani Lia. Bagi Rifki, yang lebih cocok untuk menemani Lia memanglah Dipta.

"Lu bersihin dulu bibir lu. Setelah itu baru Lia," kata Rifki.

Di samping itu, Dipta sudah kembali ke samping tempat tidur Lia. Kata dokter, Lia hanya sedang datang bulan. Dipta bersyukur karena itu bukanlah hal yang serius.

"Bu! Saya izin bawa Lia pulang, ya?" kata Dipta.

"Nggak usah, 5 menit lagi, Lia akan sadar. Dia baik-baik aja, Dip," jawab bu dokter.

Benar saja, tak sampai 5 menit Lia sadar.

"Mau minum? atau mau makan? Mananya yang sakit, hm? Atau mau pulang aja?" tanya Dipta bertubi-tubi.

Lia memegang perutnya yang sakit. Dipta yang melihat itupun membantu mengelus pelan perut Lia. Tak apa, bukan? Mereka sudah halal. Bu dokter juga sedang ke belakang sebentar, jadi dia aman-aman aja.

"ssst.... udah nggak papa, ada aku," kata Dipta sembari mengelus perut Lia perlahan. Itu cukup membantu, karena rasa sakitnya berangsur hilang.

"Yudha dimana?" tanya Lia.

Deg!

Sakit.

Sesak.

Dipta tak bisa berbuat apapun dalam situasi ini. Ternyata dia tak memberi efek apapun bagi Lia. Ini sangat menyesakkan. Dipta benci tapi tak ada yang bisa ia lakukan.

"Aku panggilin Yudha." Dipta keluar dengan menunduk. Tanpa ia sadari, setetes air mata keluar membasahi pipinya. Segera Dipta mengusapnya kasar.

Kalau Bahagia lu sama Yudha, gue bisa apa, Li? Batin Dipta miris.

PRADIPTA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang