Arya bertepuk tangan saat ia dan Jenni memasuki ruangannya. Diluar dugaan perempuan itu melakukan presentasi dengan sangat lancar. Bahkan sekretaris barunya itu mampu menjawab semua pertanyaan dengan lancar meski itu sulit dan rumit.
Arya terkagum-kagum pada kepiawaian Jenni membawakan materi meeting dengan sangat detail. Perempuan itu tidak melewatkan satu kata pun yang. Ia juga tidak melirik Arya ataupun sekadar meminta pertolongan lewat bahasa tubuh dan tatapan mata.
"Saya harus mengakui kehebatan kamu," ujar Arya sesaat setelah pintu ruangan tertutup. "Kamu berhasil melakukan presentasi tanpa kesulitan sama sekali bahkan terdengar sangat lancar. Saya senang sekali."
"Akhirnya seorang Arya mengakui kehebatan Jenni juga," jawabnya girang. Kali ini Jenni memakai setelan kerja berwarna navy dengan blazer berwarna senada dan dalaman putih. Perempuan itu tampak anggun dan seksi. Pemilihan warna dan model bajunya tidak pernah gagal membuat orang disekitarnya menatap kagum. "Sesuai kesepakatan kan, Pak?"
"Kenapa terdengar familiar?"
Jenni tertawa kecil sebelum menjawabnya, "itu ucapan ojek online, Pak."
Arya mendengkus. Karyawannya satu ini memmbuat dirinya seperi naik rollercoster. Kadang tersenyum dengan tingkahnya dan kadang emosi hingga ubun-ubun karena ucapannya.
"Baiklah." Arya tidak punya pilihan lain. Kesepakatan tetaplah kesepakatan dan itu harus ditepati. "Carikan restoran, kita bisa makan bersama untuk merayakan keberhasilan kamu."
"Terima kasih, Pak!!" Jenni spontan memeluk Arya. Perempuan itu meletakkan wajahnya di ceruk leher bosnya.
Kebahagiaan Jenni bukan tanpa alasan. Mungkin pengakuan Arya adalah salah satunya, tapi ada alasan lain yang membuat ia begitu bahagia. Apalagi jika bukan karena ia berhasil membuktikan pada dirinya sendiri bahwa ia mampu. Ia bisa dan ia berhasil. Sempat Jenni terpikir untuk mundur setelah mengajukan penawaran konyol itu, tapi Luna meneriakinya penuh semangat bahkan sahabatnya itu berjanji akan membelikan apa yang Jenni mau. Ini adalah usaha pertamanya, dan Ia berhasil. Itu intinya.
Arya yang tidak siap dengan tingkah spontan Jenni hanya diam mematung. Tidak tahu harus berbuat apa. Balas memeluk atau diam saja. Meski hati kecilnya sangat ingin merasakan tubuh ramping itu dalam dekapannya, ia memilih diam. Bahkan wajahnya memerah bersamaan dengan debaran jantung yang menggila. Arya menelan ludah berkali-kali karena ia bisa mencium aroma tubuh Jenni yang menenangkan. Aroma yang berasal dari ekstrak tumbuhan itu memenuhi indera penciuman Arya, begitu hangat dan sensual.
"Aku berhasil. Aku berhasil," bisik Jenni berkali-kali di telinga Arya yang menghasilkan efek luar biasa pada pria itu. Seluruh tubuhnya merinding ada getaran yang menjalar ke seluruh syarafnya. Keinginan mendekap menjadi dominan.
Arya berdeham untuk menghilangkan suasana hatinya serta menyudahi adegan pelukan yang dilakukan Jenni.
"Maaf, Pak. Saya terlalu bahagia," ujar Jenni malu. "Itu tadi refleks, Pak. Lagipula rasanya aneh menyalurkan rasa bahagia dengan hal lain. Jadi, saya memeluk bapak supaya bapak bisa merasakan kebahagiaan saya juga."
Wajah Jenni yang begitu cantik dan mendongak di hadapannya membuat Arya mengepalkan tangan. Ia tak bisa terlallu lama berada di dekat Jenni. Ia bisa meninggal karena jantungnya berkerja lebih cepat dari biasanya. "Jangan ulangi," ujar Arya datar dan duduk di kursinya diikuti oleh Jenni.
Ketika Arya berlalu dari hadapan Jenni, perempuan itu menutup wajahnya lalu menarik dan membuang nafas secara cepat. Menggerakkan kaki dan tangannya dengan cepat karena gemas sendiri juga salah tingkah.
"Bekerja Jenni bukan berjoget," tegur Arya melihat Jenni yang masih aktif seperti anak-anak.
"Ah, ini ... kaki saya sepertinya kesemutan, Pak. Makanya saya gerakan supaya hilang," jawab Jenni mencari alasan. Perempuan itu menggigit bibir karena terlalu senang.
Saat mengerjakan laporan Jenni tidak bisa konsentrasi. Perempuan itu masih merasakan tubuh kekar Arya, dadanya yang bidang, dan aromanya yang memabukkan. Sungguh, tubuh Arya dalam dekapannya tidak bisa hilang dalam sekejap. Sialnya, Jenni berharap Arya membalas pelukannya tadi. Gila!!
"Bagaimana? Kamu sudah menemukan restorannya?"
"Restoran? Restoran untuk apa, Pak?" Terlalu senang dengan pelukan tadi, mendadak otak Jenni blank. Ia sampai lupa dengan ajakan Arya.
"Makan siang sebagai hadiah keberhasilan kamu, Jenni," jelas Arya. Mengingatkan wanita itu yang ternyta lupa. Dalam hati Arya bergumam bagaimana Jenni lupa dengan bajakannya sementara ia berhasil dalam presentasi tadi?
"Ah iya, maaf, Pak. Bapak mau menu yang seperti apa? Indonesia atau luar?" Jenni bertanya karena ini pertama kali ia makan siang dengan bosnya itu.
"Indonesia."
"Eh, ini kan kado keberhasilan saya, Pak. Boleh nggak saya request temlat?" Arya mengangkat alis mendengar pertanyaan Jenni.
"Saya yang membayarnya."
"Ya paham, tapi saya yang dapat hadiah, Pak."
"Oke." Arya tidak.mau berdebat dengan Jenni yang pasti kalah.
"Saya mau sop buntut, Pak. Itu lho, Pak, yang tempatnya di kawasan taman kota. Di sana enak banget sop buntutnya," jelas Jenni bersemangat.
"Itu jauh, Jenni." Wajah Jenni berubah menjadi cemberut. Perempuan itu memajukan bibirnya dan memeluk wajahnya. Ah, Arya jadi ingin sekali mengecup bibir kecil dan berwarna pink itu. Melumat dan mengobrak-abrik mulutnya. Sial! Sejak bersama Jenni ia jadi sangat mesum. "Baiklah, jangan tekuk wajahmu. Itu terlihat tidak bagus."
"Berarti saya cantik ya, Pak? Bapak mengakui kecantikan saya?" tanyanya semangat. Saat mengatakan itu Jenni berdiri di hadapan Arya dan meletakkan tangan di kedua pinggang. Berputar di depan bosnya sepeerti seorang penari. "Ah, senangnya diakui cantik oleh bos sendiri."
"Hentikan, Jenni. Kamu bukan anak kecil," tegur Arya yang menggapai jemari Jenni berniat menghentikannya. Namun, bukannya jatuh, Jenni malah jatuh di pangkuan Arya.
"Aww," teriak Jenni kecil sembari menutup matanya. Jenni menahan napas saat membuka mata dan mendapati wajah Arya ada di depannya.
Keduanya menahan nafas saat wajah mereka tidak berjarak. Ujung hidung keduanya bersentuhan dan mata mereka saling tatap. Ketegangan yang tercipta tak mampu membuat debaran jantung mereka tenang. Debaran jantung itu semakin menggila seiring dengan nafas keduanya yang bertabrakan dan mengenai wajah masing-masing.
Tanpa sadar Arya menggerakkan jarinya yang berada di pinggang Jenni. Mengelusnya dengan perlahan menimbulkan sensasi geli pada tubuh Jenni. Perempuan itu meremang kembali menarik nafas dan mengeluarkan perlahan.
Tatapan mata keduanya saling mengunci dengan tangan Jenni berpegangan pada kerah Arya. Entah tidak mau berpaling atau susah untuk menghindar karena mata biru safir Arya begitu menghipnotis.
"Hati-hati, Jenni."
"Ii-iya, Pak."
"Itu bahaya buat kamu."
"Iya, Pak."
"Mau makan siang di sini atau di luar?"
"Ter-terserah Bapak saja."
"Kalau saya inginnya makan siang di sini saja. Lebih lezat dan nikmat," ucap Arya tanpa mengalihakan tatapan matanya dari Jenni. Satu sudut bibirnya terangkat ke atas.
"Sial! Gila! Duda kampret!" Seluruh umpatan itu diucapkan Jenni dalam hati karena di luar hatinya, perempuan itu memejamkan mata saat wajah Arya kian mendekat.
"Terlalu cepat, Jenni."
Uhuk uhuk...
Jadi ... Pak bos sudah kasih lampu hijau, nih?
Gaskeun, nggak?Jadi, project nulisku banyak banget. Sebelum aku jarang update lagi, aku mau minta maaf ke kalian banyak-banyak. Aku usahakan nggak hiatus terlalu lama kayak kemarin lagi.
Happy reading and sorry for typo ^_^
KAMU SEDANG MEMBACA
Merenggut Cinta Calon Mertua
RomanceDitolak calon mertua tidak membuat Jenni mundur atau berkecil hati. Perempuan itu malah maju dengan keyakinan dan tekad sekuat baja untuk meluluhkan hati sang calon mertua yang kebetulan duda. Lantas, seperti apa perjuangan Jenni? Bagaimana reaksi...