Hampir Saja

2.5K 68 4
                                    

"Sayang?" Jenni tersentak kaget saat sebuah tangan melingkari pinggangnya. Namun, langsung tersenyum lega saat mengetahu itu adalah bos dudanya. "Daripada kamu pusing ambil saja semua yang ada di etalase itu."

Jenni sontak mencubit kecil perut Arya. Melotot pada kekasih yang kini mengecup pipinya. Meskipun kaya bukan berarti Arya bisa bicara seenaknya. Buat apa Jenni oleh-oleh sebanyak itu. Jenni tidak pernah membelikan Kenan oleh-oleh karena papinya tidak terlalu suka. Pria itu malah bingung jika dibelikan sesuatu. Jenni masih ingat saat ia pulang dari liburan membelikan Kenan sebuah kaos dan disamut dengan sebuah pertanyaan 'untuk apa?' semenjak itu Jenni tidak lagi berniat membelikan Kenan oleh-oleh.

"Kenapa masih bingung?" Arya menatap Jenni penuh tanda tanya.

"Papi tidak terlalu suka dengan oleh-oleh. Kalaupun tetap saya belikan pasti akan sangat mencurigakan."

"Dia tidak tahu kamu keluar kota?" Jenni menggeleng. "Lantas, bagaimana kamu bisa pergi?"

"Saya bilang kalau liburan bareng teman-teman kuliah." Jenni menatap Arya yang kini juga tengah menatapnya dengan alis menyatu. "Papi nggak tahu saya kerja di perusahaan bapak."

 Jenni mengangkat bahu. Ia juga tidak tahu apa yang akan dilakukan Kenan jika tahu hal ini. "Mungkin saya akan diusir," ujar Jenni seolah bisa membaca pikiran Arya.

Arya menghela napas dalam. Pandangannya kosong. Dari sini saja ia sudah tahu sebesar apa kesulitan apa yang akan ia lalui jika bersikeras meneruskan hubungan ini. Namun, berpisah dengan Jenni disaat hubungannya baru seumur jagung adalah hal yang sangat tidak mungkin. Arya bahkan belujm berjuang, jadi ia akan mencobanya terlebih dahulu.

Arya terlanjur melabuhkan hatinya pada Jenni. Seorang gadis yang diratukan oleh ayahnya. Putri tunggal yang dihujani kasih sayang juga harta berlimpah. Seorang Jennifer yang tinggal tunjuk jari saja semua pria akan bertekuk lutut. Yang tunjuk jari semua keinginannya terkabul. Begitu istimewanya Jenni sampai membuat Arya tidak mau menyerah.

"Apa yang bapak pikirkan?" Jenni mengelus rahang kokoh Arya yang terdiam. "Jangan berpikir macam-macam. Kita nikmati dulu, ikuti alurnya. Asal tidak menghindar saat masalah datang."

Arya menggeleng. "Sepertinya saya benar-benar jatuh cinta sama kamu."

"Saya juga. efek karma bapak, nih." Keduanya tertawa geli. Arya menarik pinggang Jenni mendekat dan mengecup pelipisnya.

"Jadi, mau beli apa?"

Saat ini keduanya tengah makan siang bersama di pusat oleh-oleh. Berbincang kesana kemari hanya untuk mendekatkan diri dan saling mengenal satu sama lain. Hanya saat bekerjalah keduanya mempunyai banyak waktu bersama. Karena diluar itu mereka tidak bisa. Terlalu banyak mata yang melihat.

Salah satu alasan keduanya sering melakukan meeting diluar kantor adalah supaya mereka bisa menghabisakn waktu bersama. Jadi, bisa dikatakan luar kota ini adalah kesempatan mereka untuk berkencan. Ah, Jenni baru tahu rasany pacaran backstreet. 'Lucu juga,' batinnya.

Arya mengeluarkan dompet saat sudah mendapatkan bill dari pramusaji di sana, tapi gerakannya tertahan oleh Jenni. "Biar saya saja yang bayar. Hitung-hitung traktiran gaji pertama," ucapnya ringan.

"Tapi--"

"Emang berapa, sih?"

Arya tertawa kecil. "Begini susahnya jatuh cinta sama putri miliarder. Jadi berasa saya yang matre," ucapnya spontan.

Kini gantian Jenni yang tertawa terbahak. Sungguh ia tidak ada niat merendahkan Arya. Ia menghargai seiap pemberian Arya. Bahkan sangat senang dengan apa yang diberikan Arya untuknya. Ia hanya bahagia dengan gaji pertamanya, maka dari itu ia ingin mentraktir pacar dudanya.

Merenggut Cinta Calon MertuaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang