Tak terduga

3.6K 97 6
                                    

Jenni tersenyum kala melihat nama kekasihnya muncul di layar ponsel. Segera ia menerima panggilan itu. "Dimana?" Suara berat nan seksi yang sangat disukai Jenni.

"Di basement. Bentar lagi naik, kok." Jenni melihat pantulan wajahnya di spion dan tersenyum kala merasa sempurna. Namun, belum sempat ia keluar, seseorang membuka pintu mobilnya dan masuk tanpa ijin. Hampir saja Jenni teriak, jika Arya tidak menatapnya dengan penuh rindu. "Bapak?"

"Maaf mengagetkanmu. Saya hanya rindu. Di dalam kita tidak bisa bersama." Arya yang melihat wajah kaget Jenni buru-buru menjelaskan.

"Jujur banget sih, pak bos ini. Kan, jadi makin sayang," ujar Jenn yang kini meletakkan kepalanya di pundak Arya.

"Selain itu, saya juga belum sarapan.'

Mendengar Arya belum sarapan, dengan cepat Jenni mengangkat kepalanya dan menatap pria itu secara lansgung. Sangat siap menyembur kekasihnya itu yang sangat teledor. Geram dengan arya yang mengabikan sarapan. Padahal itu sangat penting untuk menjaga stamina dan juga kesehatannya.

Namun, bahkan Jenni belum mengucapkan sepatah kata, Arya dengan cepat membungkam bibir merah muda Jenni yang setiap harinya terlihat semakin cantik. Melumatnya dengan rakus. Penuh rasa cinta dan mendamba. Jenni menikmatinya dengan konsekuensi make up nya pasti berantakan. "Sarapan yang ini yang saya tunggu," jelas Arya. "Saya perlu semangat menjalani hari."

"Itu sebuah alasan, rayuan atau modus?" Jenni memutar bola matanya. Ia baru tahu ternyata bos dudanya adalah pria yang romantis.

Menarik Jenni untuk duduk di pangkuannya, Arya tersenyum senang  karena bisa memiliki Jenni sang sekretais. Terkadang ia masih tidak menyangka masih bisa jatuh hati pada seseorang  di usianya yang  tidak lagi muda. Arya tidak berpikir untuk menghabiskan sisa akhir hidupnya dengan seorang perempuan lagi. Ia terlalu sibuk dengan pekrjaannya juga dengan Adut yang selalu mengacau.

"Saya merindukanmu."

"Bapak sudah mengtaknnya tadi."

"Saya ingin kamu tahu bahwa saya tidak main-main." Melirik jam tangan yang melingkari pergelangan tangannya, Jenni mengajak Arya masuk kantor karena waktunya masuk. "Satu lagi sebelum menuju ruangan kit ayang berbeda,"

Menuruti bos dudanya, Jenni mengecup bibir pria itu. Hanya kecupan dan berhasil menimbulkan protes dari Arya. "Kenapa hanya sebentar?"

"Riasan saya berantakan, Pak."

"Baiklah, kamu saya maafkan. Sekarang ayo masuk ruangan." Keduanya keluar dari monil dengan bergandengan tangan, tapi terlepas karena mereka melihat ada satpam yang melihatnya. 

Selama menuju ruangan, keduanya sudah tidak lagi bergandengan tangan. Menjalani akting dengan baik sebagai bos dan sekretaris. Seolah sudah sangat terlatih, tidak ada snyum yang tertahan atau sekadar lirikan satu sama lain.

"Jen," panggil seorang karyawan laki-laki. Jenni menaikkan alisnya menunggu kelanjutan kalimat pria itu. "Nanti siang makan bareng gimana?"

Sejak Jenni resmi keluar dari ruangan Arya, laki-laki yang bernama Bagas ini sangat gigih mendekati Jenni. Dari mengajak Jenni makan siang, pulang bersama, membelikan kopi di pagi hari beserta camilannya. Selalu dengan semangat menyapa Jenni di pagi hari. Seolah takut mendapat hukuman jika ia terlambat.

Jenni menghela napas sebelum menjawab ajakan Bagas entah yang ke berapa. Pada akhirnya ia harus tegas pada Bagas yang tak peka terhadap semua penolakan dan rasa risih Jenni. "Oke, dimana?"

Seperti mendapat arisan di pagi hari, Bagas sangat bahagia. Bahkan pria itu tidak malu untuk melompat gembira di depan Jenni. "Beneran?" Jenni mengangguk. "Oke, aku reservasi tempat dulu, ya. Kamu mau makan dimana?"

"Eh nggak usah reservasi, di rumah makan dekat sini aja nggak papa, kok," ujar Jenni tidak enak.

"Tapi--"

"Atau tidak sama sekali," ancam Jenni dan Bagas memilih setuju. Melihat pria itu akan berkata lagi, dengan cepat Jenni memotong, "tidak usah dijemput. Kita ketemu di lobi saja."

Jenni menyandarkan punggungnya di kursi setelah kepergian Bagas. Memejamkan mata sejenak unutk meredam rasa kesal yang hampir lepas. Awalnya Jenni menganggap itu sebagai sebuah perkenalan karena dia anak baru, tapi kemunculannya yang tiba-tiba mengagetkan Jenni dan kadang kesal juga risih.

Dari ruangannya Arya bisa melihat bahwa Jenni begitu terganggu dengan kehadiran Bagas. Memutuskan memanggil Jenni untuk menghiburnya. Jenni dengan senang hati memenuhi panggilan bos dudanya. Selain rindu, Jenni juga butuh seseuatu untuk menaikkan moodnya. Jenni langsung memeluk arya begitu memasuki ruangannya.

"Apa saya perlu memecatnya?" Jenni menggeleng. "Baiklah, akan saya pindah ke cabang lain. Bagaimana menurutmu?"

"Tidak perlu. Nanti saya akan makan siang dengannya." Arya melotot tidak suka mendengar hal itu dari Jenni. Ia tidak suka Jenni bertemu dengan pria lain, berbincang, tertawa dan makan bersama pria lain. Arya tidak suka itu.

Posisi Jenni yang duduk di pangkuan Arya sambil meletakkan kepalanya di pundak pria itu sontak didorong menjauh. Didorong untuk melihat wajah cantik Jenni dengan jelas. Meminta penjelasan hanya dari tatapan mata dan raut tidak suka.

"Saya tidak akan macam-macam. Di sana saya akan menjelaskan pada Bagas bahwa saya sudah punya kekasih dan memintanya untuk menjauh," jelas Jenni pada Arya yang langsung bernapas lega.

Arya kembali menarik Jenni masuk ke pelukannya, mengusap punggung perempuan itu untuk memberi ketenangan dan juga rasa terima kasih. "Kamu milik saya, Jenni."

"Tentu, saya milik bapak." 

Arya begitu bahagia mendengar jawaban Jenni. Dengan cepat, ia membungkam bibir Jenni. Memberikan ciuman lembut penuh kasih sayang dan cinta. Ciuman yang singkat tapi sudah mampu mengembalikan mood Jenni yang berantakan karena Bagas.

***

"Apa kamu tidak mau memikirkannya terlebih dahulu, Jen?" Bagas kembali meminta kesempatan pada Jenni, tapi perempuan itu tetap menggeleng dengan sangat yakin. "Kenapa? Aku lihat kamu masih sendiri, tidak ada cowok yang dekat denganmu."

"Maaf, tapi aku tidak bisa." Jenni berdiri dari posisiny saat ini, tapi dengan cepat Bagas menahan tangannya. Tanpa sadar mencengkeram dengan erat membuat perempuan itu kesakitan.

"Lepas."

"Bersikaplah lembut pada seorang perempuan, Bro."

"Adit.'' Jenni terkejut sekaligus bersyukur dengan kedatangan Adit.

"Jangan ikut campur urusanku!!" bentak Bagas pada Adit yang kini mengangkat satu alisnya.

"Sayangnya, urusan Jenni adalah urusanku. Silahkan kembali ke kantormu, sebelum dipecat." Adit melepaskan Bagas dan menarik Jenni untuk duduk di meja yang sama. "Aku lihat kamu belum makan siang, bagaimana kalau kita makan bersama? Ayolah, mumpung aku masih lajang."

"Nggak lucu." Jenni mendengus mendengar kalimat mantan kekasihnya yang sangat aneh. Namun, sebagai rasa terima kasih karena telah menolongnya dari Bagas, maka Jenni menurutinya.

"Pesan semua makanan yang kamu inginkan. Aku yang traktir." Jenni melirik kesal. Meski mereka sudah putus, tapi keduanya tidak ada dendam. Berteman dengan baik. Adit juga bersikap dewasa. "Aku sekarang kerja, makanya mau traktir kamu."

Jenni mengangkat satu alisnya tidak percaya, "nggak salah dengar?"

Adit mengangkat bahu acuh. "Selain menjodohkanku, papa juga menyuruhku kerja."

"Dimana?" potong Jenni cepat. Ia takut Adit tahu, meski mereka putus dan berteman, tapi tetap saja berpacaran dengan mantan calon mertua akan merusak segalanya.

"Di kafe papa. Hanya itu cara untuk mendapatkan uang bulanan," jelas Adit pada Jenni yang kini tertawa kecil dengan kisahnya itu. "Ah, aku mau menanyakan sesuatu padamu."

"Apa itu?"

"Ini tentang jepit kellinci kesukaanmu. Apa itu diproduksi banyak?'

Menyatukan alis sambil mengingat, Jenni menggeleng. "Itu limited edition. Jadi diproduksi hanya sedikit. Kenapa? Kamu mau membelikan calon istrimu itu?"

Adit menggeleng, "aku menemukan jepit yang sama dengan milikmu di koper papa."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 26 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Merenggut Cinta Calon MertuaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang