Pagiku cerahku

3.1K 131 32
                                    

"Halo," jawab Jenni pada ponsel yang berdering tanpa melihat nama yang tertera di layar.

"Sudah berangkat?"

"Eh eh." Jenni gelagapan saat terdengar suara berat di seberang. Segera ia melihat nama penelepon untuk mengetahui siapa. Detik itu juga mata Jenni hampir keluar saat nama bos dudanya ada di sana.

"Ngapain orang ini telepon?" gumam Jenni yang ternyata terdengar oleh Arya.

"Untuk memastikan kamu supaya tidak terlambat lagi." Kali Jenni sampai mundur beberapa langkah karena terlallu kaget dengan

"Eh." Jenni salah tingkah saat terdengar jawaban dari seberang. Jadi ... kemarin bos  dudanya itu tahu kalau dia terlambat? Jenni meneguk ludah.

"Bapak--"

"Saya tunggu di kantor."

"Bb-baik, Pak."

Dengan gerakan cepat Jenni memoleskan makane tipis pada wajahnya lalu turun untuk makan. Tidak peduli pada ocehan maminya yang menyuruh duduk dulu untuk makan. Ia segera mengambil sandwich yang dibuatkan oleh Mbok. Juga bekal yang sudah siap di meja.

Semalaman Jenni tidak bisa tidur gara-gara mikirin perkataan Luna. Perempuan itu sedikit merasa bersalah karena menghianati misi mereka, tapi siapa yang tahu hati manusia? Salahkan saja bos dudanya yang mengobok-obok hatinya hingga dia tidak bisa bangun dan akhirnya jatuh terlalu dalam.

Nanti pulang kerja Jenni akan mampir ke kantor papanya untuk bicara dengan Luna. Ia akan meminta maaf dan meminta pengertian Luna untuk menghentikan misi konyol itu. Lagipula siapa yang bisa tangan dengan pesona bos dudanya. Ah, mungkin mengajak Luna bertemu dengan Arya akan membuat keadaan lebih baik.

Jenni terlalu sibuk tanoa sadar bahwa ia sudah sampai di parkiran kantor. Perempuan itu mematikan mobilnya tapu tak kunjung keluar karena jam masih tersisa sedikit untuk bersantai.

Jenni mengambil sandwich buatan Mbok lalu memakannya perlahan. Tiba-tiba Jenni tersedak karena melihat Arya memutari mobilnya dan mengetuk jendela samping.

Meneguk ludah, Jenni menurunkan jendelanya. "Iya, Pak?"

"Saya minta dibukakan pintu, Jenni. Bukan jendela."

Dengan kebingungan Jenni menekan tombol kunci sehingga Arya bisa masuk dan duduk di sebelah Jenni. Tanpa rasa bersalah dan tanpa permisi.

"Kamu lama, Jenni. Saya kelaparan karena menunggu kamu."

"Eh, Bapak belum sarapan?"

"Belum. Beri saya makan." Arya menghadap Jenni. Membuka mulutnya kode bahwa Jenni bisa menyuapkan makanan sekarang.

Jenni memandang bingung bosnya. Tangannya yang memegang sandwinch, berada di langit belum sampai ke mulut Arya. Perempuan itu menatap Arya tidak berkedip.

Jujur saja, Jenni belum bisa bernafas dengan baik semenjak kejadian telepon kemarin malam, masih seperi mimpi saat bosnya menghubungi dan mengajaknya dinner meski tidak terang-terangan. Belum Jenni sadar, tadi pagi bosnya menanyakan keberangkatannya ke kantor dan sekarang pria tampan itu duduk di mobilnya minta sarapan. Ia bisa pingsan kalau Arya terus menerus bersikap manis seperti ini. Setidaknya beri kesempatan Jenni bernafas.

Arya mengecup bibir Jenni cepat. Pria tertawa kecil. "Suapi saya."

"Bapak belum makan?"

Araya mengangkat bahu. "Pikir ulang. Kalau saya minta sarapan ke kamu artinya saya sudah makan atau belum?"

"Tapi Bapak tidak pernah seperti ini?" protes Jenni. Satu bulan menjadi sekretaris Arya ia jadi hapal sedikit banyak kebiasaan bosnya itu.

Melipat tangan dan diletakkan di belakang kepala, Arya menyandarkan tubuhnya di kursi. Melirik Jenni sekilas dengan tawa kecil. "Mulai sekarang menu makan saya berbeda, Jenni. Asupan tubuh saya juga berbeda."

"Apa itu, Pak? Bapak belum bilang ganti list-nya ke saya."

Menarik Jenni supaya duduk di pangkuannya, Arya melumat lembut bibir itu. Bahkan pria itu melingkarkan lengannya di pinggang Jenni. Memperdalam ciumannya. Melepaskan saat Jenni kehabisan nafas.

"Sekarang ini sarapan dan vitamin saya," jelas Arya mengusap ujung bibir Jenni yang terdapat sisa saliva di sana.

"Pak!!" seru Jenni merona. Perempuan itu salah tingkah. Menyembunyikan wajahnya di bahu Arya.

"Bibir kamu manis, saya suka. Kamu tidak keberatan, kan?"

Tadi malam Arya tidak bisa tidur. Pria itu hanya bergerak ke kiri dan kanan dengan teratur. Bayangan tubuh Jenni yang seksi dan juga ciuman itu terus berputar di kepalanya seperti angin tornado. Memberikan efek dahsyat pada dirinya.

Sesekali Arya bergumam ketika mengingat lekuk tubuh Jenni. Kadang tangannya terangkat seperti menyentuh tubuh seksi di depannya. Dan karena Arya tidak mau gila, pria itu mencoba memejamkan mata dengan posisi miring seolah mengahadap wajah Jenni.

Karena kekesalan itulah ia jadi berangkat sangat pagi dan tidak segera masuk ke ruangannya demi menunggu Jenni. Demi bisa merasakan bibir Jenni dan demi mengembalikan seluruh tenaganya karena kemarin tidak bisa tidur nyenyak akibat memikirkan Jenni.

"Pak--"

"Saya tidak bisa tidur karena memikirkanmu, Jenni."

"Kerja saya buruk ya, Pak?"

"Ini bukan tentang pekerjaan. Juga bukan tentang bos dan sekretaris. Tapi ini tentang kita," ucap Arya dengan mengendus leher Jenni.

"Kk-kita?" tanya Jenni tidak paham. Perkataannya terbata, jantungnya berdebar kencang menunggu jawaban Arya.

"Kenapa? Bukankah kamu menyukai saya? Jadi, saya pikir kamu tidak akan menolak hubungan ini," ucap Arya menatap mata Jenni. Menyelami perasaan dan jawaban perempuan yang kini berada di pangkuannya. "Bukankah kemarin saya sudah bilang kalau saya bukan di umur untuk bercanda? Bahkan, saya memendamnya selama beberapa minggu hingga berani melakukan ini padamu."

"Bapak yakin?"

"Kalau kamu ragu, kita berhenti di sini, Jenni."

"Jangan!!" Jenni malu. "Maksud saya, saya suka dengan hubungan ini. Bagaimana dengan karyawan lain?"

"Itu urusan mudah. Yang terpenting saya ingin sarapan kamu sekarang!"

Arya meraup kasar bibir Jenni. Membuat perempuan itu kewalahan meladeni tarian bibir Arya. Pria itu begitu lihai saat melakukannya. Mengulum, menggigit dan melumat bibir Jenni dengan sangat lincah. Bibir atas dan bawah. Gantian Arya memperlakukannya. Membuat Jenni mabuk.

"Buka mulutmu," perintah Arya yang langsung dituruti Jenni. Dengan cepat pria itu memasukkan lidahnya. Berkenalan dengan  isi mulut Jenni. Mengajak lidah Jenni berdansa. Hingga perempuan itu mendesah.

"Mmmhhh."

Arya mengusap pinggang Jenni. Membuat perempuan itu bergerak tidak karuan. "Jangan bergerak, Jenni," geram Arya karena miliknya mulai sesak.

"Jangan diusap, Pak," rengek Jenni.

Arya tertawa kecil. Saat mendengar suara Jenni. Ia menurunkan Jenni dari pangkuannya. Menatap dengan senyum indah. "Saya tunggu kamu di ruangan saya."

"Bb-baik, Pak," jawab Jenni dengan nafas putus-putus. Perempuan itu masih berusaha menormalkan degup jantungnya saat Arya keluar kota dari mobilnya dan menuju kantor.

"Ii-ini mimpi, kan?" tanya Jenni pada dirinya sendiri. Ia mencubit pahanya guna memastikan bahwa tadi bukan mimpi atau bayangan semata. "Aaaaaaa, bos duda bales perasaan gue!!"


















Doakan saja hari ini double up sebagai ganti kemarin yang libur. Tapi janngan marah meskipun malam, ya.

Karena aku up setiap hari, kasih aku imbalan, dong. Nggak usah imbalan aneh-aneh, cuman banyu promosi aja hehe.

Selamat panas dingin karena baca di siang hari wkwkwwk

Merenggut Cinta Calon MertuaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang