"Papiiiii ...." teriak Jenni senang. Menghampiri Kenan yang sedang berada di teras belakang sambil menyesap kopinya.
"Bagaimana liburannya?" Kenan menyambut Jenni dengan pelukan hangat dan juga sebuah kecupan di kening. "Papi kangen kamu. Sepi rumah tanpa kamu."
"Jenni juga kangen papi." Jenni mengambil duduk di samping Kenan, membuka tote bag yang dibawanya. "Nih, Jenni beliin papi oleh-oleh. Makanan khas Jogja."
Kenan terkejut mendapati putrinya membeli makanan yang sama dengannya. "Kok Jogja, Sayang? Bukannya kamu ke Malang?"
"Ah, itu ... Jenni lupa ngasih tahu papi kalo kita nggak jadi ke Malang karena beberapa teman yang naik gunung sakit. Jadi kita ubah tujuan dan Jogja so beautiful. Jenni nggak nyesel ke sana karena tempatnya indah banget," cerita Jenni semangat.
"Makanya jangan ke luar negeri saja." Kenan mencubit gemas hidung Jenni.
Kenan akhirnya bercerita bahwa ia juga sempat ke kota yang juga dikunjungi oleh Jenni bersama kawannya. Pria itu dengan sabar mendengarkan cerita Jenni yang sangat antusias. Bagi Kenan tawa dan wajah bahagia putrinya lebih berharga dari pada apapun di dunia ini. Ia berjanji dalam hati akan melakukan apa pun untuk kebahagiaan putrinya.
Pada Kenan, Jenni berpamitan untuk istirahat. Namun, baru beberapa langkah Jenni berjalan, Kenan menanyakan hal yang membuat perempuan itu menahan napas. "Papi ngggak pernah lihat Adit lagi. Kalian baik-baik saja, kan?'
Jenni membalik badannya sehingga menghadap Kenan lallu berjalan mendekati papinya. Tersenyum sendu dan getir. "Kita udah lama putus, Pi."
Kenan menghela napas sambil mengusap tangan Jenni, memberikan petuah untuk putri kesayangannya, "semua akan baik-baik saja. Ada papi di sini. Lebih baik kamu fokus belajar dan menata masa depan."
"Iya, Pi."
"Ya sudah kamu istirahat, pasti lelah." Jenni menuruti perintah Kenan kemudian meninggalkannya sambil bernapas lega. Begitu sampai kamar, Jenni langsung mengambil ponselnya untuk menghubungi Arya yang pasti menunggu kabarnya.
Sebenarnya tanpa sepengetahuan Jenni, Arya tidak hanya menunggu panggilannya tapi juga sedang cemas menunggu reaksi Kenan. Arya takut hubungnnya dengan Jenni akan terbongkar lebih cepat hanya karena kemarin ia bertemu dengan Kenan. Arya begitu gelisah. Berjalan mondar-mandir di kamarnya.
"Papa kenapa, deh." Adit menyatukan alis saat melihat keanehan Arya.
"Sejak kapan kamu disitu?" Arya menormalkan raut wajahnya untuk tetap datar.
Adit duduk di sofa kamar Arya sambil memangku satu kakinya." Mana oleh-oleh untuku, Pa?"
"Tumben kamu tanya oleh-oleh?"
Adit mengedikkan bahu. "Putra papa sekarang kan kere. Jadi sedikit saja oleh-oleh akan sangat berarti."
Arya memilih mengabaikan Adit dan menanyakan hal lain. "Bagaimana perkembangan pernikahan kalian?"
Adit mengubah posisinya menjadi terlentang di sofa. Menghela napas perlahan sambil mengingat istrinya yang tidak ada cantik-cantiknya. "Jenni lebih baik. Mau bagaimanapun dan dilihat dari sisi manapun Jenni tetap terbaik." Adit masih sangat mencintai perempuan itu. Terakhir kali ia mendapat kabarnya yaitu saat Jenni yang meminta nomor telepon papanya.
Arya menyetujui perkataan putranya bahwa Jenni lebih baik. Jenni lebih berkharisma dan berkelas dari pada calon istri Adit meskipun kaya raya. Ah, tentang kaya raya, Arya menebak perempuan itu belum jujur pada Adit.
"Kenapa sih, papa tidak setuju Jenni yang jadi istriku?"
"Oleh-oleh kamu di koper." Mengabaikan pertanyaan Adit, Arya mengganti topik baru. Beruntung Adit semangat membuka koper dan melupakan pertanyaan untuk Arya. Namun sikap semangatnya hanjya sebenar saja karena ia terkejut mendapati koper papanya tertata sangat rapi. Adit jadi sayang mau membongkar.
Namun, antusias Adit tidak langsung padam hanya karena hal itu. Jadi ia pindahkan baju Arya ke kasur kemudian membuka oleh-oleh dengan semangat. Namun gerakan tangan Adit terhenti karena keberadaan sebuah jepit rambut yang terselip di sana. Melihat dengan teliti, Adit kembali shock karena ia merasa pernah melihat jepit rambut itu.
"Belum ketemu juga?" tanya Arya sambil mengusak rambutnya saat keluar kamar mandi.
"Kenapa ada jepit rambut di koper papa?"
Andai Adit seorang dokter ia pasti bisa mendengar dengan jelas bahwa detak jantung Arya kini tengah berpacu dengan cepat. Bahkan napasnya berhenti untuk sementara. Menelan ludah untuk membasahi tenggorokan, Arya menjawab dengan menyatukan alis dan mengangkat kedua bahu. "Papa tidak tahu."
"Bagaimana papa bisa tidak tahu? Ini di dalam koper papa, lho. Dan lagi, papa tidak pernah menata koper serapi itu. Papa punya cewek?" tanya Adit penuh selidik dan rasa curiga yang tinggi.
"Mungkin punya tukang laundry."
"Papa laundry baju di hotel? Tumben?"
"Sudah dapat apa yang kamu inginkan? Papa mau istirahat. Jangan sampai kamu telat. Kamu akan tetap dipotong gaji."
"Pa--"
Arya mendorong Adit keluar kamarnya dan mengunci pintu rapat-rapat. Melirik isi koper yang sudah berpindah ke kasur meski masih ada beberapa yang masih di koper, pria paruh baya itu menghela napas lega. Arya mendongakkan kepala mencoba mengingat bagaimana jepit rambut itu bisa berada di sana.
Jenni yang saat itu merapikan koper Arya dan menatanya dengan sangat rapi sedang memakai jepit rambut. Lalu ia meminta ambilkan sisir untuk menggulung rambutnya. Arya dengan senang hati membantu Jenni menyisir rambut tanpa sadar ada jepit yang terjatuh. Sekarang harapan Arya semoha saja Adit lupa bahwa itu milik Jenni.
"Kenapa jepit ini tidak asing? Aku seperti pernh melihat jepit ini." Adit membolak-balik jepit rambut yang ada di tangan kanannya dan tangan kiri membawa oleh-oleh dari Arya. "Eh, ini mirip milik Jenni."
"Iya!!" Adit ingat betul dengan jepit rambut berbentuk kelinci dengan dua telinga yang panjang itu pernah di pakai Jenni saat merek berkencan. Bahkan Adit harus kembali ke resto karena jepit rambut Jenni jatuh.
Ponsel berdering menyadakan Arya dari lamunannya. Nama Jenni terpampang di sana. Napas lega keluar dari indra penciuman Arya. Mengangkat ponsel itu sambil menormalkan detak jantung. Arya tidak mau Jenni kepikiran hal ini. Ia ingin masalah ini hanya dirinya yang menyelesaikan karena Adit putranya dan ia yang lebih mengenal Adit.
"Kenapa lama?" tanya Jenni di seberang dengan nada merajuk.
"Mandi, sayang." Jenni tersipu dengan panggilan baru dari arya. "kamu sudah mandi?"
"Pantas semua panggilanku tidak bapak jawab."
"Maaf," sesal Arya.
"Asal dengan satu syarat."
"Apa?"
"Video call," rengek Jeni dengan manja.
Jenni begitu bahagia bisa melihat wajah Arya lagi setelah beberapa jam berpisah. Entah kenapa perasaan jatuh cinta ini begitu membahagiakan baginya. Tidak seperti pacaran sebelumnya. Kali ini Jenni terlihat begitu menikmati dengan rasa nyaman.
Seperti semua beban di pundak terangkat dengan ringan. Ia begitu bahagia. Jenni jadi semakin mantap dan yakin untuk meneneruskan hubungannya dengan Arya. Tidak peduli rintangan di depan sana. Tekad Jenni untuk membangun rumah tangga bersama Arya sangatlah besar, sebesar masalah yang akan ia hadapi.
Dua bab untuk kalian sebagai permintaan maaf karena kemarin lupa ngak up. Padahal sudah aku ketik wkwkwkw
KAMU SEDANG MEMBACA
Merenggut Cinta Calon Mertua
RomanceDitolak calon mertua tidak membuat Jenni mundur atau berkecil hati. Perempuan itu malah maju dengan keyakinan dan tekad sekuat baja untuk meluluhkan hati sang calon mertua yang kebetulan duda. Lantas, seperti apa perjuangan Jenni? Bagaimana reaksi...