Perbincangan yang berkesan

2.1K 68 17
                                    

"Apa alasan kamu menyukai Adit?"

"Apalagi selain dia tampan."

"Ketampanan yang menurun dariku."

Spontan Jenni tertawa keras tak lagi ditutup-tutupi. Ia baru tahu, ternyata orang seperti Arya bisa narsis juga. Mengatakan dengan santai dan kesombongan yang tidak kentara sama sekali. "Ya ya ya, Adit tampan karena mempunyai seorang ayah yang sangat tampan juga. Bibit Anda sangat unggul, Pak."

"Jadi, lebih tampan siapa, saya atau Adit?" Kini tatapan Arya mengunci Jenni sepenuhnya. Tatapan yang menuntut dengan jawaban yang harus memuaskan. 

"Mau jawaban yang jujur atau tidak?" Arya mengangkat satu alis mendengar pertanyaan Jenni. Jenni mengangkat bahu. "Mau bagaimana lagi saya ketemu bapak pas umur segini, coba pas masih muda seumuran Adit, kan  beda lagi jawabannya. tapi, bapak yang seperti ini saja mampu membuat saya jatuh cinta, apalagi pas muda?"

"Jadi, lebih tampan saya atau Adit?" Arya mengulangi prtanyaan yang tak kunjung mendapat pertanyaan.

"Menurut bapak, kenapa saya bisa secepat ini move on dari Adit dan akhirnya jatuh ke pelukan papanya?"

"Apa?" Kini Arya menyingkirkan rambut yang menutupi wajah Jenni.

"Apalagi jika bukan karena bapak lebih tampan, lebih matang dan lebih ...." Jenni sengaja menggantung kalimat terakhirnya untuk menggoda Arya. Menunggu reaksi bos dudanya. "Hot," bisik Jenni di telinga Arya dengan sedikit jilatan di telinga.

Arya terkekeh kecil dengan sikap Jenni yang mulai berani. Tangannya bergerak mengusap pinggang perempuan itu. Pria tua itu ingin mendengar banyak cerita Jenni tentangnya. "Saya kecewa karena bapak menolak saya menjadi calon mantu, tapi mau gimana lagi karena bapak tampan jadi saya nggak terlalu sedih. Motto saya saat itu, kalau tidak dapat anaknya, bapaknya juga tidak apa-apa."

Arya terkekeh mendengar jawaban Jenni. Mencubit pelan hidung Jenni, takut membuatnya sakit. Kalimat penuh tantangan, tapi  terdengar murahan bagi orang lain.

"Kamu yakin mau menjalin hubungan dengan saya?"

"Apa alasan saya meragu?" 

Arya ingin membicarakan hal ini dengan baik dan terarah. Ia ingin tahu kejelasan hubungan ini. Hanya permainan kah, sekedar gurauan, untuk mengisi waktu luang, menghibur hati yang kosong atau hanya sementara? Ia tidak mau berjuang jika hanya untuk bermain. Waktunya terlalu berharga. Umurnya terlalu banyak untuk bermain-main. 

Lagipula dia Jenni. Anak pengusaha keramik yang sukses. Tidak mungkin restu akan didapat dengan mudah atau yang paling parah tidak akan mendapat restu sama sekali. Hubungan itu perjuangan dua orang. Jika hanya salah satu maka bisa dipastikan akan kandas di tengah jalan. Arya tidak mau itu terjadi. Ia terlanjur jatuh hati pada permpuan muda yang kini ada di pangkuannya.

Jika memang ini hanya kemarahan Jenni akibat penolakannya, maka Arya akan meladeni itu dengan senang hati. Ia akan mengikuti alur permainan Jenni. Namun, jika Jenni bersungguh-sungguh, maka ia akan berjuang dengan keras.

"Kenapa tidak yakin?" Alis Jenni menyatu saat mengulang pertanyaan itu.

"Selisih umur ki--" 

Belum selesai Arya dengan perkataannya, Jenni sudah membungkam mulut pria itu. Jenni tidak suka dengan kata yang memang nyata adanya. Yang ia sadari akan menjadi hambatan untuk hubungannya. Karena perbedaan itu bukanlah sebuah kerikil melainkan batu yang perlu dihancurkan untuk memuluskan jalan. Maka untuk mengusir keraguan, Jenni hnaya bisa melakukan hal ini. Menciujm Arya hingga keraguan dalam hatinya hilang.

Dengan senang hati Arya meladeni ciuman Jenni. Keduanya saling membuka mulut dan menjulurkan lidah untuk dirasa dan dikulum. Bibir atas dan bawa bergantian saling mencecap menibulkan bunyi yhang membuat hasrat semakin tak terbendung. Menelan saliva yang mungkin bukan miliknya karena saling bertukar. Ciuman itu begitu rakus dan tidak sabar. Begitu menggebu dan mendamba.

Merenggut Cinta Calon MertuaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang