Salep pembawa bencana

3.3K 115 33
                                    

Jenni membuka pintu kamar mandi perlahan takut suaranya dapat mengakibatkan bencana besar. Mengeluarkan kepalanya dari dalam kamar mandi untuk mengetahui situasi. Menghembuskan nafas lega karena tidak menemukan keberadaan bossnya.

"Huhhhffttt hilang juga tuh, duda. Hampir mau copot nih jantung. Duda sialan emang! Meski dia tampan bin keren bin kaya, ya nggak gitu juga cara mainnya. Ih, bikin deg-deg an saja," gumam Jenni saat keluar dari kamar mandi.

Perempuan itu keluar dari kamar mandi hanya menggunakan handuk yang tadi diberikan oleh Arya karena baju dan celananya basah. Di dalamnya tidak apa-apa karena kain penutup payudaranya sudah beraroma kopi. Hanya celana dalam yang ditutupi handuk sampai pahanya saja.

Jenni berdiri di depan cermin di kamar Arya. Wajah Jenni kembali memerah saat membayangkan adegan Arya melepas bajunya. Pria berumur itu menelan ludah membuat jakunnya naik turun terlihat begitu seksi dan hot. Meski timing nya tidak pas tetap saja ia merasa berdebar ditatap penuh puja dan damba oleh pria yang sudah mengisi hati dan mimpinya.

Jenni melepas lilitan handuk di tubuhnya. Perempuan itu berniat melihat seberapa parah luka akibat cairan panas tadi. Hanya tersisa celana dalam, perempuan itu memutar tubuhnya di depan cermin.

"Ck, ini gimana hilanganya?" tanyanya pada diri sendiri saat menyentuh luka kemerahan dari bahu kanan sampai perut. Garis merah itu melintang sangat panjang seperti tali tas yang disampaikan di pundak.

Jenni masih ingat benar saat itu kopi yang dibawa office boy terkena tangannya yang berjoget. Lalu cairan panas itu tumpah ke bahunya dan turun ke dadanya sampai perut. Jenni menghela nafas. Ia akan ke dokter spesialis kulit di salon langganannya. Ia tidak mau luka itu membekas dan membuatnya jadi jelek.

Suara pintu dibuka mengalihkan pandangan Jenni dari cermin. Ia begitu kaget mendapati sosok arya berada di sana dengan tangan yang masih memegang handle pintu.

"Ah maaf maaf, saya tidak tahu kalau kamu sudah selesai mandi," ucap Arya kembali menutup pintu.

Jenni hanya berkedip tidak bergerak sama sekali. Mulutnya terbuka lalu tertutup kembali bingung mau bicara apa. Bahkan ia membiarkan tubuhnya masih dalam keadaan telanjang tidak segera mengambil handuk. Kejadian tadi begitu cepat membuatnya syok sekaligus bingung.

"Jen, apa sudah?" tanya Arya dengan suara cukup keras dari luar.

Jenni yang baru sadar segera mengambil handuk lalu kembali melilitkan di tubuhnya. "Sudah, Pak," jawab Jenni.

"Saya boleh masuk?"

"Bapak mau ngapain?" tanya Jenni waspada. Dia takut terjadi sesuatu. Meski ia suka dengan bossnya, tapi ia belum siap.

"Saya mau ambilkan kamu kemeja saya."

"Tidak usah repot-repot, Pak."

"Terus, kamu mau seperti itu sampai kapan?"

Jenni menepuk keningnya. Ia lupa jika ia masih di kantor dan tidak membawa baju ganti. Memakai handuk sampai nanti juga membuat tubuhnya kedinginan. Jadi, perempuan itu bergerak membuka pintu mempersilakan Arya masuk.

"Kamu pakai kemeja saya sampai baju kamu datang," ujar Arya begitu memasuki kamar. Arya membuka lemari dan mengambil sebuah kemeja berwarna putih yang tergantung di lemari.

"Baju saya?" tanya Jenni tidak paham. Perempuan itu mengekori Arya sampai di depan lemari. Bahkan Jenni bisa melihat gerakan lincah Arya yang memilah baju. Mengambil satu kemeja dan menempelkan di tubuh Jenni. "Kenapa ditempelkan?"

"Mungkin ada baju saya yang lebih panjang daripada handuk itu," geram Arya. Jenni tidak tahu saja jika tubuh Arya rasanya terbakar melihat pemandangan di depannya.

Jenni melipat tangan di dada. "Semua baju Bapak pasti kebesaran dan kepanjangan di saya. Secara saya seksi begini."

Jenni tidak sadar saat mengucapkan itu. Ucapannya membuat Arya menelan ludah beberapa kali. Bagaimana tidak, handuk itu tidak berhasil menutupi payudara besar Jenni dan paha mulusnya. Dan ia menggerakkan tubuhnya sehingga payudaranya bergerak akibat tidak ada penyangganya.

"Pakai ini!" perintah Arya menyerahkan sebuah kemeja pada Jenni setelah berhasil merebut kembali fokusnya. "Ganti di kamar mandi."

"Baik, Pak."

Arya mondar-mandir di dalam kamar dengan salep di tangannya. Menunggu Jenni keluar dari sana. Beberapa menit kemudian Jenni keluar semakin seksi dengan kemeja putih yang hanya menutupi tubuh bagian atas sedangkan kaki jenjangnya terekspos sempurna. Belum lagi puncak gunung Jenni yang tercetak jelas akibat tidak ada penutupnya membuat Arya panas dingin. Matanya yang mengerjap polos membuat Arya semakin kelonjotan.

"Damn!! Jenni terlihat begitu sempurna," umpat Arya dalam hati.

"Terima kasih, Pak," ucap Jenni di depan Arya. Ia tulus berterima kasih pada Arya karena bossnya itu sudah baik sekali.

"Saya pesankan kamu baju. Mungkin sebentar lagi akan diantar ke sini. Ini salepnya," kata Arya menyerahkan salep yang sedari tadi digenggamnya. "Salep ini bisa menyembuhkan luka kamu. Tapi, ini hanya pertolongan pertama. Selanjutnya kamu bisa periksa ke dokter kamu."

"Terima kasih, Pak," kata Jenni menerima salep dari Arya. Perempuan itu terharu dengan sikap Arya yang ternyta begitu baik. Ia juga reflek memeluk bossnya. "Mm-maaf, Pak."

"Pakai salepnya." Perintah Arya. "Bisa, kan?"

Jenni mengangguk. Dibukanya salep yang ia terima lalu membuka kancing kemeja yang tadi menutupi tubuhnya dengan perlahan. Jenni meringis saat  kain itu mengenai lukanya.

"Sakit?" tanya Arya lembut. Jenni mengangguk. "Sini, saya yang olesin."

Arya mengambil salep dari tangan Jenni. Jenni sendiri meneruskan membuka kancing kemeja sampai ke bawah. Hingga tubuhnya terlihat polos di depan Arya. Pria duda itu menelan ludah saat tubuh bagian depan Jenni terpampang begitu jelas dan indah.

Butuh beberapa menit hingga kesadaran Arya kembali dan mengoleskan salep itu di luka Jenni. Jenni sendiri sibuk menenagkan debaran jantungnya yang menggila karena tatapan intens Arya. Perempuan itu merasa tubuhnya terbakar hanya melalui tatapan Arya, belum sentuhannya.

"Ssshhh pelan-pelan, Pak."

"Maaf." Arya meringis melihat luka Jenni. Belum melepuh memang tapi karena lebar dan panjang, Arya ikut miris sendiri.

"Pak, yang luka di sini, bukan di sini," ujar Jenni menyadarkan Arya yang tangannya sudah berkelana. Bergerak perlahan dan hampir menyentuh puncak Jenni.

"Maaf, tapi milikmu begitu indah. Apa kau tidak keberatan? Mereka sangat besar."

"Coba sentuh, Pak. Supaya bapak tahu seberapa berat mereka."



















Aku up malam-malam biar kalian nggak tidur Wkwkwkkwkk

Semoga mimpi indah.


Merenggut Cinta Calon MertuaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang