WHEREVER YOU ARE || 066—copyright, 15 Juni 2023—
.
.
.
AWAN merah gelap yang menggumpal berputar seperti angin puting beliung. Itu menyala tepat di atas puncak istana Sean. Terlihat seperti akan membakar dan menghanguskan apa pun yang ada di sekitarnya.Akibat tekanan kuat yang berasal dari kekuatan maha dahsyat Avatara yang siap meledakkan seluruh Alam Dewa. Bumi kini tengah dilanda bencana. Terjadi gempa di mana-mana, tanah longsor, gunung-gunung berapi secara bersamaan mengalami erupsi, air laut meluap dan dalam hitungan detik menerjang daratan.
Alam Dewa terguncang dan yang mengalami kerusakan paling parah adalah Alam Fana di mana, seluruh umat manusia tengah berlarian ke sana-kemari mencari tempat bersembunyi.
Tidak ada yang mengira bahwa sebuah bencana besar akan datang secara tiba-tiba di tengah kedamaian yang ada. Gemuruh langit yang gelap dan suram nampak begitu mengerikan. Pancaran kilat yang menembak di tengah-tengah awan kemerahan menghantarkan rasa takut serta teror yang membuat semua orang menjerit ketakutan.
Tangisan, rintihan serta ratapan akan sesuatu yang tak diketahui membuat semua orang kebingungan. Meski tahu bahwa mungkin ini adalah akhir dunia namun, tak satu pun dari mereka membayangkan hal seperti ini akan terjadi secepat ini.
Sementara itu, di suatu tempat terpencil di bagian Benua Barat yang dikelilingi oleh pegunungan nampak tak terpengaruh. Selain guncangan kecil seperti gempa bumi, hal-hal yang merusak tak terlihat sama sekali.
Daerah itu, seolah-olah terisolasi.
Bagaikan di dunia lain, wilayah perkebunan Henituse menjadi satu-satunya yang aman dari ancaman bencana.
Terlihat dari bagaimana aktivitas para penduduknya yang berjalan seperti biasa. Seolah tak terjadi apapun, mereka hidup dengan damai. Bahkan, mungkin mereka tidak tahu apa-apa tentang kekacauan yang tengah terjadi saat ini di dunia luar.
Seperti yang terlihat, sosok paling indah yang pernah ada kini sedang menatap bulan. Tatapannya menerawang, terlampau jauh seakan-akan jiwanya tak lagi menetap di dalam tubuhnya. Sosoknya berdiri diam, mengabaikan embusan angin yang menerpa permukaan kulitnya. Menerbangkan helaian rambut panjangnya yang mencapai pundak.
Sosok itu, terdiam. Tak bergerak sedikit pun meski panggilan pelayannya yang berdiri di ambang pintu balkon terus terdengar.
“Tuan Muda Cale.”
Entah sudah berapa kali Hans memanggil Tuan Mudanya.
“Ini sudah terlalu larut. Sebaiknya Anda masuk. Sangat tidak baik bagi Anda untuk terkena angin malam.”
Cale bergeming. Tetap diam bagaikan patung meski kakinya sendiri sudah terasa keram karena terlalu lama berdiri.
Sejak merasakan embusan angin yang menghangatkan dan menenangkan, pemuda berambut merah itu tak pernah melewatkan satu malam pun untuk keluar kamar. Berharap jika kehangatan itu akan ia rasakan lagi.
Meski tahu itu berakhir sia-sia. Cale tetap keras kepala sehingga menimbulkan kekhawatiran Ayah, Ibu, saudara serta para pelayannya. Bahkan Naga Hitam dan anak-anak kucing pun turut mengkhawatirkannya.
Selain itu, mereka juga takut. Suatu perasaan mencekik yang begitu mengganggu membuat merasa bahwa Cale akan pergi begitu saja jika mereka lengah.
Entah ini hanya firasat atau tidak namun, yang jelas, ketakutan itu terasa semakin nyata seiring berlalunya waktu. Terlebih dengan ekspresi mati di wajah Cale yang telah lama kehilangan warna.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wherever You Are
FanfictionSeiring berjalannya waktu, semua kebaikan yang ada di hatinya mulai terkikis saat rahasia mengerikan yang tersembunyi dalam sebuah novel fantasi terungkap. Meninggalkan perasaan pahit akan dendam masa lalu yang menuntut pada pembalasan yang pernah t...