04 || Maafin Aru, Mas..

302 28 3
                                    

"Om

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Om.. Aru boleh minta nomor Om nggak? Soalnya buat balikin jaket ini, nanti kita ketemuan. Nanti Aru kabarin kapan waktunya," ucap Aru setelah mereka sampai di depan rumah.

Dengan senang hati Jonatan mengeluarkan ponselnya dari saku dan membiarkan Aru menyalin nomor telponnya.

Setelah mendapatkan nomor telepon Jonatan, tak lupa Aru mengucapkan terima kasih atas kebaikan Jonatan hari ini. Aru juga meminta maaf karena sudah membuat mobil Jonatan basah gara-gara sekujur tubuh Aru basah kuyup. Barulah setelah itu Aru berpamitan dan mulai memasuki pekarangan rumah.

Aru mengetuk pintu utama sambil merekatkan jaket Jonatan ke tubuhnya supaya terasa lebih hangat, walaupun hanya sedikit.

"Mas.. Tolong buka pintunya."

Jam segini biasanya Raka sudah pulang dari kedai. Jadi seharusnya Raka bisa membukakan pintu lebih cepat setelah mendengar suara parau Aru. Tapi entah mengapa, Raka lama sekali. Sampai Aru mulai tidak kuat menahan dingin dari hujan yang tak kunjung berhenti.

"Mas Raka.."

CEKLEK

Tepat setelah Aru memanggil nama Raka, pintu mulai terbuka. Di sana ada Raka yang menatapnya dengan tatapan tak biasa. Melihat itu, nyali Aru menciut untuk menceritakan semua masalahnya hari ini.

"Masuk dulu. Setelah itu Mas mau denger cerita dari kamu langsung."

Aru hanya mengangguk takut. Kemudian dia melangkah menuju kamar untuk mengganti pakaiannya. Sedangkan Raka di bawah menyiapkan makanan dan minuman hangat untuk Aru. Setelah selesai, barulah Aru menghampiri Raka bersiap menceritakan apa yang sudah Aru lewati hari ini.

Namun alih-alih bercerita, Aru malah terkejut saat Raka menyuruhnya mendekat. Sebab Raka hendak mengobati luka di wajah Aru dengan mengompresnya dengan sapu tangan hangat.

"Tadi siang pihak sekolah menghubungi Mas. Katanya kamu berantem sampai babak belur. Mereka juga bilang kalau kamu diliburkan selama satu Minggu untuk merenungi kesalahan kamu?" tanya Raka yang dibalas anggukkan kepala samar oleh Aru. "Siapa yang ngajarin berantem-berantem?"

"Nggak ada," jawab Aru.

"Terus tadi di sekolah apa? Mau jadi jagoan? Kamu pikir dengan kamu seperti itu bisa membuat kamu terlihat lebih keren?"

"Mas kok ngomongnya gitu?" Aru menatap Raka bingung. Sempat tidak percaya dengan apa yang baru saja Raka ucapkan. "Aru nggak akan berantem kalau dia nggak mulai duluan. Dia nuduh Aru sebagai pencuri dompetnya hanya karena saat itu hanya ada Aru di dalam kelas. Aru nggak mungkin ngelakuin hal bodoh seperti itu, Mas. Sekalipun Aru butuh banget uang untuk biaya tunggakan sekolah."

"Tapi emangnya harus dengan memukul?"

"Aru nggak akan pukul dia, kalau dia nggak pukul Aru duluan."

"Tapi seharusnya jangan kamu pukul balik, Aru. Sekarang lihat. Mukamu lebam-lebam, namamu tercoreng sampai masuk buku kasus. Kamu juga kena skorsing."

"Mas nyalahin Aru?"

[✓] PulangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang