19 || Satu malam bersama papa

230 25 1
                                    

Pukul setengah tujuh pagi Aru sudah menyibukkan dirinya di dapur membuat sesuatu yang akan dia berikan pada Raka sebagai ucapan permintaan maaf karena kemarin tidak bisa menjaga sepenuhnya. Walaupun Raka bilang tidak apa-apa, tetap saja Aru merasa bersalah. Jadi atas inisiatifnya sendiri, Aru ingin membuatkan sesuatu yang spesial.

"Mas Aru duduk aja ya, biar bibi yang buatkan makanannya. Bibi takut bapak marah kalau tau Mas Aru sibuk di dapur," ucap bibi yang sejak tadi berusaha mencegah Aru untuk tidak memasak.

"Aru mau buat makanan kesukaan Mas Raka sebagai bentuk permintaan maaf. Jadi biar Aru aja yang kerjain, bibi duduk diem-diem," ucap Aru tanpa menatap bibi di belakangnya. Karena sejak tadi Aru sibuk mengurus masakannya.

"Bibi bisa istirahat nanti kok. Biar bibi yang lanjutin ya.." Bibi mencoba mengambil alih masakan Aru, tapi Aru menahannya.

"Jangan, Bi."

"Tapi nanti—" Bibi menggantungkan kalimatnya.

"Ada apa ini?"

Bibi maupun Aru menolehkan kepala saat suara khas Jonatan terdengar. Membuat bibi yang semula sudah berdiri di samping Aru, lantas membalikkan tubuhnya ke arah Jonatan.

"Maaf, Pak.. Mas Aru ngga mau saya gantiin masak. Mas Aru bilang, masakan itu untuk Mas Raka sebagai bentuk permintaan maaf semalam. Jadi dia mau buat sendiri," jelas bibi.

Alih-alih menjawab, Jonatan malah mendekat ke arah Aru dan melihat kesibukan putranya. "Sedikit lagi selesai kan?" tanya Jonatan.

Aru mengangguk, "Iya sedikit lagi selesai. Nanti setelah itu Aru minta tolong papa panggilin Mas Raka turun ya? Soalnya Aru mau siapin makanannya di meja, biar nanti kita bisa sarapan sama-sama."

Jonatan mengangguk setuju, "Oke. Papa cek ke kamar Mas dulu ya."

"Iya, Pa."

Tidak lama Jonatan pergi meninggalkan dapur, Aru menyelesaikan masakannya. Dengan segera bibi membantu Aru mengambil piring untuk memindahkan masakannya. Sebelum akhirnya mereka letakkan piring itu di atas meja makan.

"Mas Aru jago juga ya masaknya." Bibi memuji Aru tepat setelah piring berisi masakan yang sudah dibuat Aru berada di atas meja.

"Dulu Aru sama Mas Raka pernah punya kedai kecil-kecilan. Dan ini salah satu menu makanan di sana. Ini juga jadi makanan kesukaan Mas Raka, karena resepnya langsung dari ibu kita," jelas Aru dengan bangga.

Sementara bibi tak kalah bangga mendengarnya. "Wah, hebat.. Kapan-kapan ajarin bibi ya. Nanti bibi masakin khusus untuk kalian."

Aru mengangguk antusias, "Boleh."

Lalu tidak lama setelah itu Jonatan dan Raka datang. Membuat Aru segera menyiapkan Raka kursi untuk duduk, karena sepertinya Raka masih sedikit lemas.

"Aru tadi udah buatin makanan kesukaan Mas. Mas mau makan sekarang?" tanya Aru yang dibalas anggukkan kepala oleh Raka. Lalu Aru mengambilkan nasi beserta lauk-pauk.

Sementara saat ini Jonatan yang duduk tepat di seberang mereka, tiba-tiba tersenyum kagum dengan persaudaraan mereka yang berbeda dengan adik kakak pada umumnya. Mereka terlalu akrab, sampai Jonatan tidak tahu seperti apa mereka jika bertengkar.

"Kamu duduk aja, Aru. Mas bisa sendiri," ucap Raka saat Aru hendak pergi guna mengambilkan susu putih yang ada di kulkas.

"Ngga papa sekalian Aru ambilkan."

Raka menggeleng, "Mas ngga mau minum susu."

Aru mengangguk, kemudian menarik kursi yang berada tepat di samping Raka. Aru mengambil piring, kemudian mengisinya dengan beberapa menu makanan yang sebelumnya sudah bibi siapkan. Begitu juga dengan Jonatan yang sudah memulai suapan pertamanya.

[✓] PulangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang