"Nolan bilang, kamu mau jadi pendonornya Aru. Apa itu benar?" tanya Jonatan sambil menatap Raka yang duduk tepat di hadapannya.
Raka mengangguk yakin sambil menatap Jonatan balik. "Om dateng kesini pasti mau suruh saya untuk ngga melakukan itu, kan? Sama kayak Nolan yang ngga setuju kalau saya jadi pendonornya."
"Iya saya melarang kamu untuk melakukannya. Karena setelah kamu jadi pendonornya nanti, kamu akan cepat merasa lelah dan sulit beraktivitas seperti sebelumnya. Kalau kamu beraktivitas aja sulit, gimana nanti kamu urus Aru sehari-hari?"
Raka hanya diam saja guna mencerna kalimat yang Jonatan lontarkan.
"Saya tau kamu mau Aru cepat sembuh. Saya pun sama, ngga mau lihat Aru terus-terusan nahan rasa sakit. Tapi bukan ini caranya, Raka. Kita bisa cari cara lain selain kamu jadi pendonornya."
"Cara lain seperti apa? Nunggu pendonor ginjal itu dateng? Berapa lama nunggunya? Selama nunggu, Aru juga bisa tunggu ngga? Gimana kalau kita telat mengobati Aru?"
"Saya bakal suruh pekerja saya buat bantu cari pendonornya."
Raka menggeleng, "Saya ngga setuju. Itu pasti memakan waktu yang lama. Sedangkan semakin lama operasi pencangkokan ginjal itu dilaksanakan, semakin lama pula Aru ngerasain sakit. Kalau saya sudah siap dan ginjal kami cocok, kenapa ngga langsung dilakukan saja? Kenapa harus tunggu yang lain?"
"Tapi—"
"Om sendiri yang bilang kalau Om ngga mau lihat Aru nahan sakit terlalu lama. Sekarang giliran Aru mau dioperasi biar cepat sembuh malah ditahan-tahan."
Jonatan hanya bisa menghela napas panjang. Sepertinya mau bicara sampai mulut berbusa sekalipun tidak akan merubah keputusan Raka untuk mendonorkan ginjalnya pada Aru.
"Seumur hidup, saya ngga pernah kasih hadiah apapun untuk Aru. Bahkan di hari ulang tahunnya sekalipun, saya cuma bisa kasih dia doa. Sekalipun dia minta sesuatu, saya cuma bisa bilang nanti. Saya akan belikan apapun yang dia inginkan kalau saya ada uangnya. Tapi sampai sekarang, keinginan dia ngga pernah saya kabulkan." Mata Raka berkaca-kaca. Sebisa mungkin dia menahan air matanya untuk tidak jatuh begitu saja saat mengingat hal-hal yang sudah berlalu.
"Karena saya ngga punya banyak uang untuk kasih Aru hadiah, di hari ulang tahunnya yang tinggal menghitung hari, saya mau menghadiahkan ginjal saya ini untuknya. Ya walaupun operasinya nanti butuh banyak uang, saya pasti bakal berusaha cari pinjaman. Apapun untuk Aru, pasti saya lakukan. Asal Aru bisa bahagia."
"Raka.."
"Ya?"
"Kamu yakin?"
Raka mengangguk, "Yakin, Om."
Jonatan menghela napas sejenak sambil menganggukkan kepala. "Kalau kamu yakin dengan keputusan kamu dan bersedia menanggung resiko pasca operasi nanti, saya cuma bisa mengiyakan. Karena ginjal itu milik kamu, maka keputusan terbesar ada di kamu. Yang jelas saya sudah kasih tau kalau hidup dengan satu ginjal itu bukan hal yang mudah."
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Pulang
FanfictionSebuah cerita di mana seorang kakak beradik yang selalu berusaha untuk hidup akur. Namun kenyataannya, setiap harinya selalu saja ada kesalahpahaman di antara mereka. Yang membuat mereka lagi-lagi bertengkar sampai sesuatu terjadi. ** ❝Mas pulang d...