01 || Aru dan Ara

652 39 0
                                    

Sudah empat jam setengah pria berbalut kemeja putih dan celana abu-abu duduk di kursi halte yang semakin sepi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sudah empat jam setengah pria berbalut kemeja putih dan celana abu-abu duduk di kursi halte yang semakin sepi. Bahunya sedikit menurun menandakan bahwa ia mulai merasa lelah karena berjam-jam jalan tanpa tujuan.

Hembusan napas panjang terdengar begitu jelas saat tubuh itu disandarkan pada tiang halte. Sementara pandangannya terlihat sangat sendu sambil memikirkan bagaimana cara dia pulang, sedangkan bis sudah tak beroperasi sejak satu jam yang lalu. Kalaupun memesan ojek online, uang Aru tak cukup. Mengingat jaraknya saat ini lumayan jauh ke rumah.

Ini adalah kebiasaan buruk Aru setiap marah pada Raka. Aru akan selalu pergi entah kemana, tapi Aru juga selalu lupa membawa uang lebih untuk jaga-jaga dalam keadaan mendesak seperti ini. Alhasil, mau tidak mau, Aru tetap bertanggungjawab atas kebiasaan buruknya ini dengan kembali ke rumah berjalan kaki.

Namun terkhusus hari ini, sepertinya semesta sedang bahagia. Dia tidak membiarkan Aru berjalan kaki yang membuat betisnya semakin membengkak. Sebab semesta mendatangkan seorang pria yang berbaik hati padanya.

Pria yang entah datang dari mana tiba-tiba menawarkan tumpangan. Padahal mereka sama sekali tidak mengenal. Hal itu membuat Aru jadi ragu untuk menerimanya atau tidak.

Di satu sisi Aru ingin menerima tumpangan itu. Mengingat tubuhnya yang sudah terasa lemah. Tapi di sisi lainnya, Aru takut. Bagaimana kalau ternyata orang itu adalah penjahat yang sudah mengintainya sejak tadi?

Tapi pria itu terus meyakinkan bahwa dia bukanlah orang jahat. Bahkan pria itu sampai turun dari mobilnya hanya untuk meyakinkan Aru secara langsung.

"Nama saya Jonatan. Kamu bisa panggil saya Om Jo biar lebih gampang." Jonatan mengulurkan tangannya berniat berjabat tangan. Begitu setelah Aru menerima uluran tangan tersebut, Jonatan tersenyum. "Saya antar pulang ya, Aru."

"Om beneran baik sama saya kan?" tanya Aru sambil menatap Jonatan takut. Karena tubuh besar dan berotot Jonatan yang membuat Aru seketika menciut.

Jonatan tersenyum dan mengangguk untuk kesekian kalinya. "Saya serius. Saya nggak tega lihat kamu malam-malam jalan sendirian di tempat yang sepi. Nanti kalau ada penjahat, emangnya kamu bisa lawan dengan tubuh sekecil ini?"

Aru terkekeh, "Iya juga ya.."

"Jangan takut sama saya. Saya ini cuma covernya aja yang menyeramkan. Aslinya saya baik kok," ucap Jonatan semakin membuat Aru yakin untuk menerima tumpangannya. "Ayo masuk."

Walaupun masih sedikit ragu, Aru tetap melangkahkan kakinya ke arah mobil sambil merapalkan doa dalam hati. Semoga Jonatan benar-benar orang yang baik dan bisa mengantarnya sampai ke rumah.

Di setengah perjalanan yang hening, Aru mulai penasaran pada Jonatan kenapa dia segampang itu memberikan tumpangan pada orang tak di kenal. Bagaimana kalau orang yang dia beri tumpangan adalah orang yang jahat?

Sebenarnya Aru ingin sekali bertanya. Tapi Aru takut menyinggung perasaan Jonatan yang sudah berbaik hati padanya. Alhasil, sampai mereka tiba di depan rumah, pertanyaan itu tidak juga Aru lontarkan. Biarlah itu menjadi pertanyaan mengawang dan penuh misteri. Yang terpenting, Aru telah sampai di rumah dengan selamat.

[✓] PulangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang