09 || Aru dan rasa sakitnya

314 24 0
                                    

Tepat pukul lima sore Raka kembali ke rumah setelah hampir seharian berada di kedai

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tepat pukul lima sore Raka kembali ke rumah setelah hampir seharian berada di kedai. Rasanya sangat melelahkan, walaupun pengunjung hari ini masih sama seperti hari sebelumnya, sedikit dan tak mencukupi pendapatannya. Tapi energi Raka benar-benar terkuras habis. Sebab daripada diam saja menunggu pembeli yang tak kunjung datang, Raka memilih membuat poster guna mempromosikan kedainya, kemudian disebarluaskan pada orang-orang yang melewatinya. Berharap hal itu akan ampuh untuk kemajuan kedainya nanti.

Setelah sampai di rumah, tujuan pertama Raka bukan adalah kamarnya mengingat dia benar-benar lelah dan ingin cepat berisitirahat. Melainkan kamar Aru, karena Raka ingin memastikan apa Aru benar-benar menepati perkataannya tadi pagi untuk pulang ke rumah atau tidak.

Saat Raka membuka sedikit pintu kamar yang tak terkunci, Raka menyembulkan kepalanya untuk mengintip. Raka tersenyum saat mengetahui Aru sudah pulang dan sedang mengistirahatkan tubuhnya di atas ranjang.

Dengan perasaan bahagia Raka melangkah, menghampiri Aru yang sedang memejamkan mata sambil meringkuk memeluk guling Shinchan kesayangannya. Namun saat Raka hendak menyingkirkan poni Aru yang menutupi kening, Raka dapat merasakan suhu tubuh Aru yang mendadak panas. Hal itu membuat Raka langsung bergegas mengambil kain lap dan air untuk mengompres.

Tanpa mengusik ketenangan Aru yang sedang menjelajah mimpi, Raka membiarkan kain lap itu ada di kening Aru. Setidaknya sampai Raka kembali dari membeli makan dan obat untuk Aru konsumsi setelah bangun nanti.

Saat Raka sudah benar-benar pergi, Aru mendadak mengigau. Dia terus memanggil bapak sambil merintih meminta bapak untuk tidak lagi meninggalkannya. Aru juga mengatakan pada bapak lewat mimpinya tentang rasa sakit yang akhir-akhir ini dia rasakan.

"Kalau kamu sakit, bilang sama Mas Raka. Jangan diam saja," ucap bapak di dalam mimpi sambil menatap Aru dengan khawatir.

"Aru takut, Pak.. Kalau nanti ternyata sakitnya Aru membutuhkan biaya yang banyak untuk pengobatan, gimana sama Mas Raka yang harus cari biayanya? Aru nggak mau Mas Raka susah karena Aru.."

Saat itu bapak menggeleng menyangkal perkataan Aru. "Mas Raka pasti akan melakukan yang terbaik untuk kamu, bagaimanapun caranya. Yang penting Aru nggak kesakitan lagi."

Aru hanya diam saja sambil menundukkan pandangannya.

"Aru pasti bisa.. Jangan takut. Bapak di sini selalu mendoakan yang terbaik untuk Aru," ucap bapak membuat Aru tak kuasa menahan rasa sedihnya. Bahkan Aru tak segan-segan meneteskan air mata karena dia benar-benar rindu dengan bapak. Aru ingin bapak ada di dunia, bukan hanya di mimpi saja. "Bapak pamit dulu, ya.."

"Pak.." Aru mengulurkan tangannya hendak menahan bapak untuk tidak pergi. Tapi lama-kelamaan, bapak mulai menghilang dan menyisakan bayangan putih saja. Hal itu membuat Aru semakin tak kuasa menahan tangisnya dan terus memanggil nama bapak.

"Aru.. Buka matanya, ini Mas."

Saat Raka sampai di rumah dan kembali memasuki kamar Aru, hal pertama yang Raka lihat adalah Aru yang menangis masih dengan mata terpejam. Kakinya tak bisa diam menendang udara secara asal membuat selimut yang semula menutupi dirinya entah berada di mana sekarang.

[✓] PulangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang