21 || Pulang

491 37 10
                                    

"Pulang itu ada dua macam.
Antara pulang ke rumah yang berbentuk bangunan, atau pulang ke pangkuan
Tuhan untuk selamanya."

Tatapan Aru terlihat kosong pada tubuh Raka yang terbujur kaku tak jauh dari tempatnya berada saat ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tatapan Aru terlihat kosong pada tubuh Raka yang terbujur kaku tak jauh dari tempatnya berada saat ini. Berbaring begitu tenang seperti tak mendengar ada banyak orang yang memanggil namanya dan berusaha membangunkannya, meskipun mustahil. Ada banyak orang pula yang datang mendoakannya atas akhir yang malang.

Di dalam pikiran Aru saat ini ada banyak sekali pertanyaan tentang bagaimana kedepannya kalau Raka sudah tidak ada di sampingnya? Siapa yang akan menyambut dia setiap pulang kerja? Siapa yang akan bertanya bagaimana hari yang Aru jalani hari itu? Siapa yang akan mendengarkan cerita panjang Aru bagaikan kereta api yang tak ada hentinya?

Selama ini mereka hidup dan tumbuh bersama menciptakan cinta dan kasih sayang. Sudah banyak pula cerita yang mereka ciptakan bersama, mau suka ataupun duka. Lalu selanjutnya, kepada siapa cerita ini akan ia kembangkan? Apa Aru harus menutup cerita ini dengan akhir seperti ini?

Aru benar-benar hancur.

Tidak pernah sekalipun di otaknya terpintas semua akan berakhir dengan luka. Aru pikir, setelah semua yang mereka lalui bersama, akan ada bahagia di akhir cerita. Ternyata tidak. Semua hanya angan dan kenangan.

Sekarang Aru harus berusaha ikhlas melepas Raka. Sama seperti Aru melepas bapak dan ibu dulu. Lagi-lagi, Aru harus merasakan kehilangan untuk kesekian kalinya.

"Mas bisa liat Aru sekarang ngga?" monolog Aru masih dengan menatap tubuh Raka dengan lirih. "Mas bisa liat betapa hancurnya Aru saat ini? Mas bisa liat berapa banyak air mata yang udah Aru keluarkan buat Mas. Mas juga bisa ngerasain gimana sakitnya Aru ditinggal secara tiba-tiba. Mas bilang, Mas sayang sama Aru.."

Jonatan yang mendengar itu segera menenangkan Aru dengan merangkul bahunya kuat-kuat.

"Mas kok ngga izin dulu sama Aru kalau mau pergi? Mas marah ya sama Aru, karena Aru nakal dan susah dibilangin?" monolog Aru lagi. Namun bedanya kali ini air mata Aru kembali terjatuh.

"Kalau Mas pergi, Aru gimana?" Anak itu menangis keras. Mengundang iba berbagai pasang mata yang ada di sana melihatnya begitu terluka. "Aru ngga bisa sendiri.. Bantu Aru jalani hari-hari, Mas."

Jonatan tak kuasa menahan air matanya. Dia menangis sambil terus mengusap bahu dan punggung Aru seraya menguatkan. Sekalipun Jonatan juga tidak kuat menyaksikan semua ini. Tapi kalau bukan dia yang menguatkan Aru, siapa lagi?

Detik itu juga Aru berhambur ke dalam tubuh Raka dan membenamkan wajahnya menyisakan sebuah tangis. Meskipun dia tahu, bahwa Raka tidak akan membalas pelukannya sambil mengatakan dia tidak akan pernah pergi, Aru tetap memeluk Raka erat-erat.

Pelukan hangat ini akan menjadi pelukan yang terakhir sebelum Aru mengantar Raka ke rumah sesungguhnya. Rumah yang akan menjadi tempat peristirahatan terakhir Raka setelah melewati dunia yang terlalu banyak cerita.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 31, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

[✓] PulangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang