14 || Keputusan Raka

233 30 0
                                    

Selama berada di rumah sakit, Aru jarang sekali sadarkan diri

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Selama berada di rumah sakit, Aru jarang sekali sadarkan diri. Dia lebih banyak tidur, ketimbang membuka mata melihat Raka yang tak henti merasa khawatir dengan kondisi Aru saat ini. Aru hanya membuka mata sesekali, itupun hanya untuk makan, minum obat, dan melamun.

Sama halnya seperti saat ini. Setelah makan malam dan minum obat, Aru kembali tertidur karena tubuhnya benar-benar merasa lelah. Sementara Raka hanya bisa menemaninya di sisi ranjang sambil terus menggenggam tangan Aru kuat.

Begitu juga dengan Nolan yang memutuskan untuk menemani Raka malam ini di rumah sakit.

"Mas beneran mau donorin ginjalnya buat Aru?"

Raka yang merasa mendapatkan pertanyaan dari Nolan lantas menoleh dan mengangguk yakin. "Aru sakit, saya ngga mungkin diem aja."

"Tapi kita masih bisa cari pendonor lain yang mau mendonorkan ginjalnya untuk Aru. Dokter juga kan ngga diem aja, dokter dan pihak rumah sakit lagi berusaha bantu kita."

Raka kembali menatap Aru yang masih memejamkan mata. "Iya, saya tau. Tapi sampai kapan kita menunggu pendonor yang mau mendonorkan ginjalnya secara cuma-cuma untuk Aru? Sementara Aru sudah butuh sekarang."

"Tapi mas tau kan resikonya apa kalau nanti mas beneran donorin satu ginjal mas untuk Aru?"

Raka mengangguk, "Iya saya tau. Lebih baik saya yang kesulitan hidup dengan satu ginjal, ketimbang melihat Aru yang terus merasakan sakit."

Nolan tidak bisa berkata-kata. Padahal masih ada cara lain untuk mendapatkan pendonor. Tapi Raka tetep bersikeras ingin mengecek kecocokan ginjalnya pada Aru esok hari.

"Di dunia ini cuma Aru yang saya punya. Bahkan dari dia belum bisa apa-apa, kita sudah berjuang hidup sama-sama. Jadi di saat-saat seperti ini, udah seharusnya saya juga memperjuangkan hidupnya kan? Saya mau Aru tetap di sini. Saya ngga mau Aru pergi.."

"Iya Nolan ngerti. Nolan juga ngga mau Aru kenapa-napa, Nolan ngga mau Aru pergi ninggalin kita semua. Tapi mas pikirin lagi baik-baik sebelum mas mendonorkan ginjal mas untuk Aru."

Raka hanya diam saja. Dia menundukkan kepala mencerna semua perkataan Nolan.

"Setau Nolan, kalau ginjalnya sisa satu, Mas bakalan susah menjalankan aktivitas sehari-hari. Mas bakal cepet lelah dan gampang sakit. Nanti kalau Mas sakit, gimana sama Aru?"

Benar kata Nolan.

Tapi tetap saja.

Aru butuh ginjal secepatnya.

"Sabar sebentar lagi, Mas. Kita pasti dapetin pendonor ginjal untuk Aru tanpa harus Mas yang mendonorkan. Dan selama menunggu pendonor ginjal itu ada, Aru pasti bakal tetap bertahan kok. Kita semua tau Aru anaknya kuat."

Raka masih tidak menggubris perkataan Nolan. Dia hanya sibuk memandang wajah pucat Aru dengan sendu.

"Mas sekarang cuma lagi pusing aja, makanya ngga bisa berpikir dengan panjang. Mas istirahat dulu. Besok pagi baru kita bicarakan lagi baiknya gimana. Sekarang biar gantian Nolan yang jaga Aru."

[✓] PulangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang