[CHAPTER 7]

1.7K 76 28
                                    

War Of Heart — Chapter 7
.
.
Happy reading 😘

__________

“Tunggu bentar ya, Kak.” Misha turun dengan mudah dari motor besar Reinard. Ia tidak menyangka laki-laki itu menggunakan motor sport yang keren, serius! Warnanya hitam mengkilap, seperti motor-motor mahal yang ada di film Hollywood, apalagi desainnya juga terlihat sangat mewah dan elegan. Sangat cocok jika Reinard yang membawanya karena proporsi tubuh Reinard yang kekar.

Pantas saja beberapa hari lalu anak-anak menertawakannya saat Reinard mengatakan jika kehabisan bensin. Mungkin jika Misha mengetahuinya, ia juga akan ikut tertawa.

Usai mengganti pakaiannya, Misha bergegas keluar dari loker wanita dan meletakkan seragam hotelnya di tempat khusus untuk menampung linen-linen kotor yang disediakan oleh departemen laundry serta mengisi jam pulangnya di kertas absen yang terletak di depan Loss Prevention Office. Gadis itu mendongak untuk mengetahui kini pukul berapa.

“Jam-setengah-tujuh,” Misha menulis di kertas absennya. Kemudian setelah ia mengembalikkan kertasnya di tempat semula, gadis itu berlari kecil untuk menemui Reinard yang masih menunggunya dan duduk di atas jok motor.

Misha melihat sekilas ukiran yang lumayan besar terletak di bagian bawah motor—tepat di samping betis Reinard. Sembari berjalan, ia membacanya dengan teliti.

DUCATI CORSE.

Gila!!!

Ducati?! Ducati yang itu??

Misha kira perusahaan Ducati hanya memproduksi mobil mewah saja—ternyata juga mengeluarkan produk motor yang sama-sama mewahnya. Dan lebih gilanya lagi, Misha baru pertama kali ini melihat motor mewah secara langsung.

Semoga Reinard tidak mengetahuinya atau pria itu akan menertawakannya.

“Udah, Kak Reinard. Kirain aku ditinggal,” Misha tertawa malu. Jujur saja, jika Reinard meninggalkannya mungkin Misha akan kesal karena seniornya itu berjanji akan mengantarnya pulang, lagipula kaki Misha juga sangat pegal berjam-jam berdiri dan mondar-mandir di ballroom. Dan sangat beruntung bagi mereka jika anak-anak shift sore tidak keberatan ditinggal pulang oleh anak shift pagi, jadi setelah ini Misha dapat beristirahat.

“Enggak, lah. Kan aku udah janji, Misha,” tangan Reinard terangkat dan menepuk-nepuk puncak kepalanya. Lagi.
Misha tidak menepisnya, ia hanya hanya menunggu sampai tangan itu menjauh dari kepalanya lalu merapikan rambutnya sendiri.

“Yaudah,” Misha menaiki motor sedikit sulit. Meskipun lebih mudah untuk turun, namun jok motor yang sangat tinggi sedikit menyulitkan Misha untuk naik.

Maka dari itu, mau tidak mau Misha berpegangan pada pundak besar Reinard. “Bentar—maaf ya, Kak.”

Tangan Misha tremor, baru kali ini ia menyentuh badan Reinard dengan keadaan sepenuhnya sadar. Lalu saat dia sudah duduk manis di jok belakang, tubuh Misha kaku—antara takut menggores bodi motor mewah tersebut atau karena tangannya habis menyentuh otot keras Reinard.

“Udah?”

“Udah, Kak.” Satu tangan Misha berpegangan pada seat cowl yang terletak di belakang tubuhnya. Ia sudah berusaha semaksimal mungkin menciptakan jarak agar tidak terlalu menempel dengan Reinard, tapi sialnya—sama seperti bagian-bagian motor-motor besar pada umumnya, jok yang dimiliki motor itu tidak sepanjang motor matic atau motor biasa, ukuran jok motor Reinard sedikit terlalu pendek hingga membuat Misha—mau tidak mau sangat dekat dengan Reinard—nyaris menempel seandainya Misha melepaskan pegangannya.

WAR OF HEARTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang