[CHAPTER 8]

1.7K 83 45
                                    

War Of Heart — Chapter 8


Holaa👋👋Selamat Soree

Kita ketemu lagi🥰

Happy reading yaa😘

__________

05.00 WIB

Jendela terbuka, tirai tipis yang tertiup angin, alunan musik dari ponsel tidak dimatikan serta pakaian basah yang berserakan menjadi pemandangan di dalam kamar Misha.

Sang gadis terduduk di kasurnya, rambutnya yang masih dikuncir kuda terlihat masih lembab, begitu pula dengan riasannya masih menempel di wajah Misha, membuat penampilan gadis itu terlihat sangat mengenaskan.

“Males berangkat!” Misha bangkit dari kasur berukuran singlenya dengan sempoyongan. Perutnya sudah berbunyi meskipun semalam sebelum dirinya tidur, ia menghabiskan seluruh martabak manisnya seorang diri—tanpa berbagi dengan Shafira yang kamarnya terletak di lantai satu. “Pengen sakit aja!”

Tapi sekalipun Misha uring-uringan, ia tetap memasuki kamar mandi yang terletak di ujung kamarnya dan menyalakan shower dengan suhu air yang sedikit panas. Membasuh tubuhnya dengan telaten, bahkan menyempatkan diri mencukur bulu-bulu halus di kakinya meskipun tidak kentara.

“Looking good, I look so fresh!” Misha bersenandung setelah keluar dari kamar mandi dan memakai kaus serta celana formalnya. Gadis itu terus bernyanyi selama mengeringkan rambutnya yang basah, dan baru menyadari jika suaranya sedikit serak dan terasa sengau. Mungkin sebentar lagi dia akan terkena demam atau pilek.

“Kamu nanti masuk laundry, ya~” Misha berucap pada baju basah yang semalam dikenakannya. Memasukkan kain-kain yang basah tersebut ke dalam ember kosong lalu membereskan tempat tidurnya sebelum ia keluar dari kamar dan menuruni tangga. Samar-samar dia mendengar percakapan antara seorang perempuan dengan laki-laki. Misha jelas mengenal si pemilik suara itu.

“Hey,” Misha menyapa kedua orang tersebut, membuat Shafira serta Reinard kompak menoleh padanya.

“Ih, Misha udah ditungguin malah lama keluarnya,” komentar Shafira. Gadis itu terlihat masih mengenakan celana pendek sepahanya dan kaus oblong—yang mungkin itu adalah pakaian yang semalam dipakainya untuk tidur.

“Pusing,” jawab Misha asal. Tapi berkat suara serak yang dikeluarkannya membuat Reinard percaya.

“Beneran, Sha? Pusing, ya?” Tanya Reinard, Misha mengangguk saja.

“Sama, sih, kemarin siang itu gerimis soalnya.” Shafira ikut menanggapi. Lalu gadis itu menunjuk ke flat shoesnya yang terlihat basah. “Tuh, basah.”

Karena Shafira diperbolehkan Yehuda untuk pulang setelah break, sialnya saat itu bertepatan dengan gerimis yang mengguyur Jogja. Dan mungkin sepatu Shafira basah karena gadis itu menginjak genangan air, sebab tidak mungkin hanya karena terkena gerimis sepatu Shafira basah kuyup.

Dan karena tidak ingin menanggapi Shafira yang nantinya malah dapat memicu perdebatan antara keduanya, Misha memilih ber ‘oh’ ria lalu mendekati Reinard. “Ayo berangkat, Kak.”

Reinard menghela napasnya, kemudian menatap lurus Misha. “Kamu katanya pusing? Beneran mau berangkat? Kalau enggak nanti aku izinin ke Pak Yehuda, Sha.”

“Bener, Kak. Nanti kalau enggak kuat aku pulang deh.” Misha bertumpu pada pundak besar Reinard. Melalui ekor matanya, ia dapat melihat Shafira yang berpura-pura menepuk lututnya namun juga melihat dirinya yang menaiki motor pria itu. Mungkin Shafira heran, sebab Reinard sama sekali tidak pernah mengantar atau menjemputnya sama seperti Reinard memperlakukan Misha.

WAR OF HEARTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang