War Of Heart
•
•Tirai dibiarkan tertutup, lampu tidak dinyalakan, serta ponsel dimatikan. Misha membiarkan buliran bening mengalir deras dari pelupuk matanya. Tidak ada suara tangisan, hanya isakan kecil yang sesekali keluar dari bibir pucatnya. Bahkan untuk menangis saja ia terlampau lelah. Raganya terasa remuk, sedang batinnya terasa penuh hingga rasanya ingin meledak.
Namun di antara isakannya, justru Misha bertanya-tanya. Apa kesalahan yang ia perbuat di kehidupan sebelumnya hingga merasakan hal-hal seperti ini?? Apakah dulunya Misha seorang penindas? Dan korban dari perbuatan kejamnya adalah Shafira? Hingga, timbal balik yang dirasakannya baru saja dimulai. Sayangnya, baru beberapa bulan saja Misha nyaris gila, sebab tidak sanggup dengan perasaan yang menyakiti batinnya.
“Hiks..” Satu isakan keras berhasil lolos dari mulutnya. Setiap kali Misha mengingat kata-kata Yehuda, perlakuan pria itu yang jelas berbeda, pertahanan Misha langsung runtuh seketika. Perasaan kecewa seolah membludak, menghancurkan benteng pertahannya dengan mudah seolah meniup sehelai bulu.
Misha takut, takut seandainya rasa sedih, marah dan kecewa miliknya tidak dapat lagi ditanggung dalam relungnya. Ia takut akan konsekuensi jika perasaan tersebut semakin besar dan menghancurkannya.
PYARRR
Pecahan kaca seketika berserakan di permukaan lantai. Misha tidak menyadari apa yang dilakukannya, seolah tindakan tersebut hanya sekelebat bayangan yang terlintas di kepalanya.
Sreett
Kulit tipisnya teriris oleh pecahan kaca tersebut. Sepersekian detik kemudian, darah segar mengalir melumuri lengannya. Sang gadis yang biasanya meringis melihat darah orang lain, kini justru memasang wajah tanpa ekspresi kala menatap cairan merah pekat tersebut membasahi keramik lantainya.
“Shhh..” Ringisan lirih berhasil lolos ketika rasa nyeri baru menyengat luka menganga itu. Misha mengangkat lengan, menatap lamat-lamat luka memanjang di lengannya yang terus mengalirkan darah. Terasa nyeri, namun ia bersyukur luka itu dapat mengalihkan pikirannya dari segala permasalahan yang diakibatkan oleh Shafira.
Gadis itu dengan lesu berjalan menuju meja, mencari kotak obatnya lalu membersihkan lukanya. Namun ketika selesai mengobati luka menganga itu, Misha menghela napas. Ia bahkan tidak tahu cara membalut luka sepanjang itu, apakah dia harus menempelkan beberapa hansaplast di lengannya? Mungkin 4 hansaplast cukup jika ditempelkan secara mendatar.
“Ck!! Sialan!” Bahkan peralatan obatnya tidak mendukung. Mengapa pula Misha lupa untuk membeli benda penutup luka itu?!
Baiklah, mungkin ia perlu membiarkan tetap seperti ini saja agar lukanya cepat mengering. Lagipula besok Misha libur, ia hanya perlu beristirahat dan tidak perlu melakukan aktivitas berat. Masalah pecahan kaca yang kini mengotori lantai, bisa ia bersihkan esok hari.
Gadis itu langsung merebahkan tubuhnya di atas kasur. Matanya terasa berat efek menangis beberapa menit lalu. Tidak memerlukan waktu yang lama, kesadaran Misha hilang ditelan kegelapan.
“—Sha.. Mishaa! Ditunggu Kak Reinard. Dia pulang sama aku nih.” Tawa Shafira menggema dalam mimpinya. Terdengar jahat dan kejam, sayangnya Misha tidak dapat melihat wajah piciknya karena benda besar menghalangi mereka.
Sial! Dalam mimpi pun dia harus bertemu Shafira. Apakah tidak cukup bagi perempuan tersebut menyiksanya di dunia nyata?
“Aku boleh masuk mimpimu nggak?”
Bahkan sampai mati pun Misha takkan mengizinkan gadis itu masuk. Namun anehnya, lengan Misha justru menjangkau benda penghalang di depannya. Sangat bertolak belakang dengan keinginannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
WAR OF HEART
General FictionWARNING⚠️⚠️ [21+] _______ Harapan Misha adalah menyelesaikan 6 bulan masa trainingnya dengan menyenangkan, memiliki teman-teman yang banyak dan tidak ada persaingan. Namun, itu adalah harapannya sebelum ia menginjakkan kakinya di hotel berbintang it...