War Of Heart—Page 22
•
•Pemandangan Reinard dengan jaket jeans serta motor besarnya sudah sangat familiar bagi Misha. Apalagi postur tegap pria itu ketika berdiri menunggunya, lengannya yang menyilang di depan dada, serta rambut berantakannya, Misha tidak akan bosan jika Reinard terus melakukannya bertahun-tahun dan berturut-turut.
"Udah Kak, ayo." Misha mengambil posisi yang nyaman di atas jok motor Ducatinya. Dia selalu berhati-hati, memastikan tidak membuat goresan sekecil apapun di motor pria itu.
"Ok, kita beli makanan dulu, ya?" Reinard menyalakan motornya, lalu memposisikan spion kirinya agar dapat melihat wajah Misha. Tingkahnya tersebut dilihat oleh sang gadis, namun dia diam saja menyaksikan Reinard.
"Mau makan apa, Kak Rei?" Dalam kamusnya, Misha lebih senang bertanya pada Reinard perihal apapun itu. Sebab, berbeda dengannya ketika ditanya, Reinard lebih cepat menjawab dan menentukan. Contohnya saat Misha bertanya tentang apa yang akan mereka makan, kurang dari tiga detik pun, pria itu pasti menemukan jawabannya.
"Pecel ayam, ok?"
Misha mengangguk dua kali. Tidak perlu ada drama, Misha pasti mengiyakan semua keinginan Reinard.
"Dipakai tudungnya, gerimis soalnya." Ucap Reinard. Misha mengangguk, menutup kepalanya dengan tudung hoodie dan menarik kedua talinya agar menutupi kepalanya dengan sempurna. Setelahnya, tanpa ragu dia melingkari perut Reinard dengan kedua lengannya dan menyenderkan kepalanya pada punggung lebar pria itu.
"Nice!" Bangganya pada Misha.
Reinard melajukan motornya sedikit lebih cepat, sebab selain jarak ke kosnya yang lumayan jauh, pria itu khawatir hujan akan semakin deras. Biasanya ia membutuhkan waktu dua puluh menit untuk sampai ke warung pecel ayam langganannya, namun kali ini dalam kurun waktu 12 menit saja keduanya sudah sampai di tempat yang selalu ramai tersebut.
"Mas, ayam bakar sama nasinya 2, ya. Dibungkus." Misha serta Reinard duduk dibangku paling ujung selagi menunggu pesanan. Seolah tidak tahu tempat, lengan Reinard melingkari pinggang ramping Misha agar lebih merapat dengan dirinya.
"Yaampun, basah ya? Nanti di kos ganti." Setelah mengucapkan kalimat tersebut, Reinard dengan tidak tahu malu mengecup pelipis kiri Misha, lengannya meremat hoodie si gadis yang lembap karena air hujan.
***
"Makan~," Ujar Reinard. Dia baru minum seteguk air ketika Misha sudah lebih dulu menyantap nasinya.
"Kak Rei, aku mau nanya." Celetuknya.
"Hmm?"
"Kemarin malem itu, kok Kak Rei bisa tau kalau aku pingsan di kamar?" Tanya Misha, ia menjeda acara makannya sejenak. "Apa Shafira ikut masuk ke kamar?"
"Iya." Jawab Rei tanpa basa-basi. "Shafira yang duluan ke kamar kamu."
Guratan tercipta di dahinya, tatapan Misha yang bingung membidik tepat pada retina si lawan bicara membuat Reinard tertawa karena kebingungannya. "Aku yang minta Shafira panggilin kamu... Soalnya, enggak tau kenapa ada anak cewek yang tiba-tiba cuek nggak baca chat, enggak bales, enggak angkat telfonku, jadinya aku minta tolong dia."
KAMU SEDANG MEMBACA
WAR OF HEART
General FictionWARNING⚠️⚠️ [21+] _______ Harapan Misha adalah menyelesaikan 6 bulan masa trainingnya dengan menyenangkan, memiliki teman-teman yang banyak dan tidak ada persaingan. Namun, itu adalah harapannya sebelum ia menginjakkan kakinya di hotel berbintang it...