Sore hari menuju senja ditaman pinggir sungai, terlihat Prescilla yang datang memenuhi ajakan Javier. Mereka berbincang-bincang dengan santai, sambil menikmati senja yang terang tanpa mendung sedikitpun. Namun obrolan mereka pun tak berlangsung lama, karena beberapa puluh menit setelahnya ponsel Prescilla berbunyi, menandakan ada telfon masuk. Yang mana rupanya ia disuruh ibunya pergi kepasar, untuk membeli kebutuhan memasak. Dan setelah Prescilla mematikan telfon itu, ia langsung berpamitan pada Javier untuk pergi.
***
Malam harinya, nasib sial menghampiri Erick. Dengan penuh kesedihan ia terpaksa harus mendorong motornya yang tiba-tiba mogok ditengah jalan. Tak sampai disitu, pacarnya baru saja memutuskan hubungan dengannya. Lantaran disetiap kencan, ia hanya membawa uang yang cukup. Dan nasib sial yang terakhir, ketika ia meminta pertolongan pada temannya, mereka malah tertawa terbahak-bahak mendengar nasib sial yang menimpa dirinya.
"Heh! Lu kesini ngapa, bantuin gue?!" Bentak Erick lewat telfon sembari mendorong sepedanya.
"Bodoamat! Lagian lu gegayaan banget gapunya uang, tapi kencan tiap hari." Sahut seseorang lewat telfon.
"Bacot banget lu ya?! Buruan kesini, gue tunggu dibawah flyover nih."
"Cerewet lu ah! Iya, sabar dikit napa sih lu? 10 menit gue nyampe."
(Sebelum Erick menutup telfon itu, tiba-tiba sekelompok berandalan yang berjumlah 6 orang datang menghadangnya. Dan rombongan itu dipimpin Damian, beserta Panji).
"(Menyibakkan rambut) Hmm.. apes banget lu? Butuh bantuan?" Sapa Damian dengan memberikan senyum sinis.
"Sa, mending lu gausah kesini." Tegas Erick yang berbicara melalui telfon.
"Lah?! Gue baru mau berangkat ini, tungguin bentar napa? 10 menit nyampe kok gue, serius deh." Timpal Aksa melalui telfon dengan nada terburu-buru.
"Ikutin arahan gue, jangan kesini."
"Lu apaan sih? Tungguin gue ben-" Erick memotong kata-kata Aksa dengan mematikan telfon.
"(Mengantongi ponsel) Wow! Sebanyak ini, repot-repot banget lu ternyata. Cuma buat bantuin gue doang." Puji Erick dengan tersenyum lebar.
"Lu gamau bilang makasih, ke gue?" Sahut Damian menyambut pujian.
"Ya gampang lah nanti. Oiya ngomong-ngomong, lu mau bantuin gue apaan?"
"Bantuin buat gotong lu kerumah sakit." Panji tersenyum sinis.
"(Menepuk kening) Aiisshhh... udah gue duga."
"Woyy!! Sikaaatt!!!" Teriak Damian memberi aba-aba, yang kemudian disusul 4 orang berlari berlomba-lomba melayangkan pukulan kearah Erick.
Pertarungan pun tak dapat dihindarkan, Erick dipaksa bertarung melawan 4 orang sekaligus. Berbagai pukulan dan tendangan melayang tepat kearahnya, tak mau kalah dengan keadaan ia juga membalasnya dengan hal yang serupa. Meskipun kerap kali ia jatuh tersungkur, Erick tetap bangkit apapun alasannya, sehingga menjadikan pertarungan yang sangat sengit, meskipun ia harus dikeroyok dengan 4 orang. Sementara Damian dan Panji, mereka hanya melihat dari jauh. Dan menyimak gaya bertarung Erick.
***
Beberapa menit berlalu, dengan tenaga yang tersisa, darah yang mengucur, dan penuh luka. Erick berhasil menuntaskan pertarungannya, dan Damian pun memberikan pujian penuh atas usahanya melawan 4 orang bawahannya itu.
"Prok... prok... prok..." Damian memberikan tepuk tangan.
"Hebat juga lu."
"(Membungkuk dan terengah-engah) Sekarang lu mau apa?" Jawab Erick dengan mengatur nafas.
"Gue mau lu tidur." Timpal Damian yang berjalan kearah Erick.
"Heh? Emangnya lu-"
"Buakk....!!!!" Seketika Damian melayangkan tendangannya dengan keras tepat disamping kiri kepala Erick, dan membuatnya tidur seketika.
KAMU SEDANG MEMBACA
EZ4 Girls: The Bulletproof Heart [✔️END (Belum Revisi)]
Teen FictionRocky sontak kaget seketika, lantaran orang yang membuat Alvaro tewas adalah dirinya. Akibatnya setelah insiden itu, ia dengan penuh rasa bersalah, memutuskan untuk pergi meninggalkan kota, dan memberikan tahta kepemimpinan geng itu pada Edward. Nam...