Hujan rintik-rintik menyelimuti pagi itu, untuk sementara Edward melupakan posisinya sebagai leader, karena hari ini ia memposisikan dirinya sebagai sahabatnya Billy. Dengan membawa payung Edward berjalan menghadiri upacara pemakaman, dengan ditemani Nino dan juga Rizal. Selama upacara pemakaman berlangsung mereka bertiga tertunduk haru, sedangkan Billy terus meneteskan air matanya, lantaran tak kuasa melihat adik kesayangannya sudah pergi meninggalkannya.
***
(Bahkan seusai upacara pemakaman dilaksanakan, air mata Billy terus menetes tanpa henti. Tak kuasa menahan diri, sontak Billy merangkul batu nisan adiknya itu dan menundukkan kepalanya hingga menyentuh batu nisan itu, sambil menangis sejadi-jadinya. Melihat kejadian itu, sontak Edward berjalan maju dan merangkul Billy dari belakang).
"Udah Bill udah, penyakit adik lu udah hilang, dia juga udah tenang di alam sana." Kata Edward menenangkan.
"Kalo lu ada apa-apa, kita siap kok bantuin apapun keluh kesah elu." Disusul Rizal memberi dukungan.
"Adik lu disana, juga bakal sedih kalo lu disini ngrasa sedih atas kepergiannya." Imbuh Nino yang mencoba menenangkan Billy.
"Lu semua, makasih yah. Udah mau dateng, ke acara pemakaman adek gue."
"Lu tenang aja, gue sebagai sahabat lu akan selalu ada disisi lu." Timpal Edward dengan memberikan senyuman lebar.
"Untuk urusan ntar malem, gue rasa lu gaperlu ikut Bill. Ngrasa aneh aja kalo lu ikut, dikondisi lu yang kayak gini."
"Iya Rizal bener, lu tenangin diri lu aja dulu dirumah."
"(Mengusap air mata) Iya gampang lah bisa gue pikir lagi ntar, sekali lagi makasih ya lu semua udah mau dateng kesini."
"Ya, sama-sama."
***
Seketika Palangkaraya bersedih untuk sesaat, kota itu terus diguyur hujan dari pagi hingga malam. Seakan langit mencoba membasahi hati orang-orang yang terbakar emosi, dan petir berlomba-lomba membentak, yang bermaksud memberi isyarat menyuruh mereka agar tetap sabar disegala kondisi.
(Malam hari ditengah derasnya hujan, terlihat Prescilla yang merenung didalam kamarnya, sambil melihat derasnya air jatuh yang terus mengguyur halaman rumahnya).
"Apa tindakan gue udah keterlaluan ya ke Edward? Gue cuma nglakuin apa yang menurut gue bener bagi sahabat gue, lagian gue juga gamau dia terus nyaman dilingkaran yang berbahaya itu." Gumam Prescilla lirih.
"Mau sampe kapan lagi, lu bakal ngerti? Edward..."
"Cilla?! Waktunya makan, masakan ibu udah siap nih." Teriak Ibu Prescilla yang sudah menunggunya dimeja makan.
"Iya bu, bentar lagi Cilla makan."
***
Aktivitas kota yang padat kini menjadi sepi, lantaran hujan yang deras mengganggu aktivitas masyarakat kota. Alhasil jika mereka akan pergi keluar rumah mereka harus menunggu hujan reda, atau jika memang dirasa mempunyai kepentingan mendadak disarankan memakai mobil, dan jas hujan kalau menggunakan sepeda motor.
Namun, tak jarang juga ada beberapa orang bandel yang menghiraukan keselamatan berkendaranya dikala hujan. Terlihat 3 orang pengendara sepeda motor melaju dengan cepat membelah genangan air dijalan yang sepi itu, dengan terburu-buru mereka bertiga tidak mempedulikan berapa tetes air yang membasahi tubuh mereka.
(Dan tiga berandalan itu, tiba ditempat yang mereka anggap tujuannya).
"Gue kira lu gabakal dateng, cuma gara-gara hujan gini." Sambut Nino dengan menyilangkan tangan dan berdiri didepan mereka.
"(Melepas helm) Gak lah, gue udah sering berkendara dibawah hujan." Sahut Rizal enteng.
"Oiya, berarti gue kalah dong sama lu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
EZ4 Girls: The Bulletproof Heart [✔️END (Belum Revisi)]
Novela JuvenilRocky sontak kaget seketika, lantaran orang yang membuat Alvaro tewas adalah dirinya. Akibatnya setelah insiden itu, ia dengan penuh rasa bersalah, memutuskan untuk pergi meninggalkan kota, dan memberikan tahta kepemimpinan geng itu pada Edward. Nam...