⩇𝟨 ; ⩇⩇

3.7K 588 51
                                    

𓏲 𝐃𝐄𝐑𝐔 𝐍𝐀𝐏𝐀𝐒 🦋 ˚₊·

𓏲  𝐃𝐄𝐑𝐔 𝐍𝐀𝐏𝐀𝐒 🦋  ˚₊·

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Paman berbohong, 'kan?"

Sayangnya, itu sebuah fakta.

Pamanmu enggan untuk menutup-nutupi penyakit berdarah yang menyerangmu.

"Fokuslah pada penyembuhan dulu. Beruntungnya temanmu cepat tanggap,"

Kau mendecih, teman yang paman maksud adalah Kaiser.

Jika saja lelaki itu tak membuntutinya, sudah dipastikan. . .

". . . Berapa bulan lagi?" Tanyamu mendesah berat.

Pamanmu terdiam, dapat terlihat dari wajah gusarnya. Ia tak memiliki jawaban pasti, "Tak dapat diprediksi."

Tawaan parau keluar dari bibirmu. "Kalau begitu aku harus sebanyak mungkin membuat kenangan, ya?"

Mendengar itu pamanmu sudah tak dapat membendung air mata lagi.

"Maafkan aku, karena tak punya biaya yang cukup banyak,"

Pria yang memasuki umur kepala tiga itu menangis. Menyaksikan keponakannya yang terbujung lemas.

"Aku akan mengusahakan untuk mendapat biaya lebih agar kau, kau- dapat hidup lebih panjang." Ujarnya di sela isakan.

Sebenarnya kau tak terlalu takut dengan kematian.

Sebab kau sudah pernah mati.

Namun melihat pamanmu menangis, kau jadi tak rela untuk meninggalkannya lagi.

"Hah. . . mungkin ini sudah takdirku. Sedikit aneh saat banyak darah yang keluar dari hidungku," Ungkapmu jujur.

Kau mulai memperhatikan lenganmu, yang hanya terantuk sedikit akan memunculkan memar.

"Ditambah dengan luka seperti ini, sayang sekali aku hanya bisa melihat dunia sebentar saja." Lanjutmu mengakhirinya dengan senyuman lebar.

TOK TOK TOK

Sontak, pandanganmu menoleh

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Sontak, pandanganmu menoleh.

Wow, siapa pria berkacamata itu?

"Permisi paman, bolehkan aku bicara dengan keponakanmu?"

⬞  UNIVERSE ; Michael kaiserTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang