Syahbana kembali berjalan ke arah IGD, untuk melihat wajah ibunya. Hatinya terasa bimbang dan bingung mungkin jika dia melihat wajah ibunya membuat rasa bimbangnya sedikit berkurang.
Sesampainya di depan pintu IGD, Syahbana tak langsung masuk. Dia berdiri di depan pintu dengan raut wajah gusar.
"Ibu" panggil Syahbana di posisinya.
"Ibu ini Syahbana harus bagaimana? Syahbana bingung" kata Syahbana sambil menatap ibunya dari balik pintu.
Dalam diam Syahbana menatap wajah tenang sang Ibunda. Tanpa Syahbana sadari, air matanya mulai menetes membasahi pipi.
"Ibu doa'in Syahbana ya, semoga Syahbana segera mendapatkan uang untuk biaya operasi ibu" ujar Syahbana sambil mengusap air matanya, dengan sekuat tenaga dia menguatkan hatinya untuk tak lemah.
"Bismillah, semoga Allah melancarkan urusanku hari ini" ujar Syahbana dengan senyum tegarnya.
"Syahbana pamit Bu, jaga diri ibu baik-baik, assalamualaikum" ucap Syahbana dengan senyum menawan. Setelah berpamitan, dengan langkah pelan Syahbana berjalan menjauh dari IGD.
Langkah pertama, Syahbana menghubungi semua teman-temannya untuk menanyakan apakah mereka mempunyai uang, dan bersedia untuk Syahbana pinjam. Dengan licah dia menghubungi nomor semua temannya satu-persatu.
Sudah hampir setengah jam dia menghubungi teman-teman terdekatnya dan kebanyakan dari teman-temannya tak memiliki uang untuk dia pinjam.
"Apa aku coba cari pinjaman ke Paman dan Bibi? Siapa tau mereka ada uang yang bisa ku pinjam" gumam Syahbana dengan raut wajah menimbang. Setelah membuat keputusan, Syahbana mulai menguhubungi satu persatu Pamannya.
Beberapa menit kemudian helaan nafas panjang terdengar dari Syahbana. Karena semua Pamannya juga tak memiliki uang yang bisa dia pinjam.
"Aku harus bagaimana sekarang?" kata Syahbana dengan lesu.
Dengan perasaan bimbang Syahbana berjalan menyusuri jalan. Seperti orang kehilangan arah, dia tak tau tujuannya sekarang ke mana. Syahbana hanya mengikuti langkah kaki yang membawanya. Hingga tanpa sadar dia sudah terlalu jauh berjalan.
"Loh? Ini di mana?" gumam Syahbana dengan raut wajah bingung.
"Kok bisa sampai di sini?" ucapnya sambil menatap ke sekelilinya dengan raut wajah lesu.
Dengan langkah lesu, Syahbana mencoba mencari jalan pulang. Sudah cukup lama Syahbana berjalan, tapi dia masih tak tau dirinya berada di mana. Hingga dia melihat kejahatan di depannya.
Di sana ada seorang wanita paruh baya yang sedang di begal oleh segerombol anak remaja. Saat melihat kejadian di depannya, tiba-tiba Syahbana teringat sosok Ibunya yang sedang terbaring lemah di rumah sakit.
Dulu Ibunya pernah di rampok saat ingin berbelanja di pasar. Syahbana kecil yang melihat itu hanya bisa menangis saat ibunya di dorong paksa oleh sang perampok. Sejak saat itu Syahbana ingin mejadi kuat dan bisa melindungi ibunya. Diam-diam Syahbana belajar ilmu bela diri beberapa tahun.
Dengan langkah lebar Syahbana berjalan ke arah segerombolan orang tadi.
"Assalamualaikum" sapa Syahbana dengan senyum manisnya.
Dengan raut wajah bingung, segerombolan anak remaja tadi melihat ke arah Syahbana.
"Kalian sedang apa?" tanya Syahbana pura-pura tak tau.
"Cewek cantik bro" kata pemuda salah satu dengan senyum penuh arti.
“Dih, cowok mesum!” batin Syahbana masih memasang senyum manisnya.
"Lagi main tarik-tarikan ya? Aku boleh ikut?" tanya Syahbana dengan senyum menawan.
Tanpa menunggu jawaban dari segerombol pemuda tadi, dengan tiba-tiba Syahbana menarik tas ibu tadi, hingga berada di tangganya.
"Sial kita ketipu sama nih cewek!" ucap sang pemuda dua dengan nada suara kesal.
"Rebut balik" kata pemuda satu dan di angguki oleh pemuda dua.
Dengan sikap siaga Syahbana menghadapi beberapa pemuda tadi.
"Serahin aja, kalau lu serahin baik-baik kita gak bakal main kasar sama elu" kata pemuda satu dengan wajah garang.
"Gak mau" kata Syahbana dengan nada tenang.
"Itu pilihan lu, jangan nyesel" kata yang lain sambil menatap marah ke arah Syahbana.
Sedetik kemudian perkelahian tak bisa terelakkan. Dengan gesit Syahbana melawan para pemuda tadi.
Cukup lama mereka berkelahi hingga mereka bisa di taklukan oleh Syahbana, walau ada beberapa tubuhnya yang terkena pukul oleh lawan.
"Cabut" kata salah satu dari mereka dan berlari menjauh dari tempat Syahbana.
"Kamu tidak apa-apa?" tanya seorang wanita paruh baya dengan nada suara khawatir.
"Saya tidak apa-apa Bu dan ini tasnya" kata Syahbana sambil menyerahkan tas itu dengan senyum manisnya.
"Terima kasih" kata wanita tadi dengan senyum tulus.
"Nama kamu siapa? Perkenalkan nama saya Windu panggil saja tante Windu atau Mama Windu tak apa" kata wanita tadi dengan senyum tulusnya.
"Nama saya Syahbana, bisa di panggil Syahbana atau Bana" kata Syahbana dengan senyum manis.
"Baik Syahbana, terima kasih sudah membantu saya" kata Windu dengan senyum manisnya.
"Iya sama-sama" kata Syahbana dengan senyum ramah.
Saat Syahbana ingin berpamit pulang, tiba-tiba ponselnya berdering menandakan panggilan masuk.
"Assalamualaikum?" ucap Syahbana setelah mengangkat panggilan tadi.
"..."
"Apa? Baik saya akan segera ke sana" kata Syahbana dengan raut wajah cemas.
"Saya permisi bu, mari" kata Syahbana dan berlari dengan cepat, meninggalkan sosok wanita paruh baya tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menjadi Istri Kedua (TAMAT)
FanfictionIbu yang terjatuh sakit dan tak ada sanak saudara yang membantu, membuat Syahbana harus ikhlas menjadi istri ke-2 dari seorang CEO yang bekerja di perusahaan penerbit buku ternama. Pernikahan ini terjadi bukan karena sang CEO tak bisa memiliki anak...