Syahbana menatap sosok Adi dengan raut wajah lelah. Saat ini dia masih di dalam kamar Adi, sedang menatap sosok Adi yang sedang tertidur dengan raut wajah tenang.
Sebenarnya tadi dia hendak pergi tapi di cegah oleh Adi. Dia bilang sebagai istri yang baik seharusnya Syahbana menemaninya di kala sakit. Syahbana yang mendengar perkataan Adi hanya bisa mematuhinya dan duduk di sofa yang tak jauh dari sosok Adi.
Masih dengan posisinya dia menatap sosok Adi hingga kantuk datang menghampirinya. Sekuat tenaga dia mencoba untuk terjaga, tapi lama-kelamaan matanya semakin memberat dan tanpa dia sadari Syahbana tidur dengan posisi duduk.
Baru saja kegelapan menyapa, Syahbana harus terjaga lagi saat mendengar suara gumangan memasuki gendang telinganya.
“Egghh!” gumam Adi dengan raut wajah tak nyaman.
Syahbana yang melihat gelagat tak nyaman dari Adi pun mulai menghampirinya dan memastikan kondisi Adi baik-baik saja.
“Mas?” panggil Syahbana dengan lembut.
“Papa...” gumam Adi dengan raut wajah gusar dan jangan lupakan keringat yang mulai keluar dari pelipisnya.
“Mas? Kamu kenapa?” tanya Syahbana dengan raut wajah cemas dan mulai duduk di samping Adi. Dengan sedikit guncangan Syahbana membangunkan Adi dari tidurnya.
“Papa!” teriak Adi dengan raut wajah terkejut.
“Mas?” panggil Syahbana dengan cemas dan memegang lengan Adi pelan.
Adi menatap ke arah Syahbana dengan nafas terengah-engah, tangannya menggenggam erat selimutnya. Dengan wajah di penuhi oleh peluh, membuat keadaan Adi sedikit mengkhawatirkan.
“Kamu kenapa?” tanya Syahbana lagi dengan lembutnya.
Mendengar pertanyaan Syahbana membuat Adi hanya menggeleng pelan. Dia merasa takut untuk saat ini. Benar-benar takut bercampur dengan cemas.
Syahbana yang mendapat respons seperti itu hanya bisa diam membisu dan menatap wajah Adi lamat-lamat. Hingga suara Adi membuyarkan pikirannya.
“Boleh minta peluk?” tanya Adi dengan raut wajah sedikit membaik.
“Hah?” kejut Syahbana dengan raut wajah tak percaya.
“Boleh minta peluk?” tanya Adi lagi dengan raut wajah sedikit kesal.
“Peluk?” ucap Syahbana dengan nada suara sedikit gugup.
“Lupakan” ucap Adi dengan raut wajah malas dan mulai membaringkan tubuhnya di atas ranjang.
Adi tidur membelakangi Syahbana, sedangkan Syahbana masih di tempatnya. Memperhatikan punggung Adi dengan raut wajah rumit.
Lama Syahbana di tempatnya, hingga membuatnya lelah. Dengan gerakan pelan dia mulai bangkit dari duduknya, tapi pergerakannya terhenti saat tangan besar Adi menggenggam tangannya dengan erat.
“Mau ke mana?” tanya Adi dengan raut wajah panik.
“Aku mau duduk di sofa” balas Syahbana dengan raut wajah bingung.
“Jangan, di sini saja” balas Adi sambil mengubah posisinya menjadi duduk.
“Hah?” ucap Syahbana dengan raut wajah heran.
“Ck, di sini jangan pindah” ucap Adi sedikit kesal dengan Syahbana.
“Oh, oke” balas Syahbana dan kembali duduk di samping Adi. Kalau boleh jujur dia merasa tak nyaman dengan sikap Adi yang seperti ini.
Adi menatap Syahbana dengan lamat hingga dia kembali membaringkan tubuhnya. Dengan datar dia menatap Syahbana dan tanpa mengatakan apa pun Adi menuntun tangan Syahbana ke kepalanya.
“Elus” ucap Adi dengan datar.
Mendengar perkataan Adi barusan membuat Syahbana bertambah heran, tapi dia masih menuruti perintah Adi. Dengan lembut dia mengelus rambut Adi hingga Adi kembali memejamkan mata dan nafasnya mulai teratur menandakan dia sudah menyelami alam mimpi. Syahbana menatap ke arah wajah Adi dengan lamat, hingga kantuk kembali menyerangnya, dengan perlahan dia mulai terbawa suasana dan kegelapan mulai menyapa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menjadi Istri Kedua (TAMAT)
FanfictionIbu yang terjatuh sakit dan tak ada sanak saudara yang membantu, membuat Syahbana harus ikhlas menjadi istri ke-2 dari seorang CEO yang bekerja di perusahaan penerbit buku ternama. Pernikahan ini terjadi bukan karena sang CEO tak bisa memiliki anak...