Bab 36

4.7K 180 0
                                    

Pukul 14.16, saat ini Syahbana sedang duduk santai di ruang tamu dengan sepiring puding di atas pangkuannya. Dia menikmati waktu dengan sangat sederhana, tapi dunia terasa tenang dan nyaman.

“Syahbana” panggil seseorang dari arah jam dua. Mendengar suara itu membuat Syahbana menghela nafas pasrah. Baru saja dia merasa tenang, sudah datang sosok yang cukup membuatnya harus banyak-banyak bersabar.

“Iya?” balas Syahbana sambil menatap ke sumber suara dengan raut wajah mencoba untuk ramah.

“Cepatlah bersiap-siap dan ikut saya” ujar Adi tanpa emosi.

“Mau ke mana?” tanya Syahbana dengan heran.

“Membelikan kado untuk Mama, besok Mama berulang tahun” balas Adi apa adanya.

“Baik” ujar Syahbana dengan pasrah dan mulai berjalan ke arah dapur, untuk meletakkan pudingnya ke dalam lemari pendingin. Setelahnya kembali berjalan ke arah kamarnya.

Adi memerhatikan sosok Syahbana dengan lekat, ada senyum tipis di bibir itu jika di lihat secara seksama.

Adi masih menatap ke arah pintu kamar Syahbana, hingga dia tersadar dan menggelengkan kepala kuat.

“Ada apa dengan ku,” ucap Adi dengan frustrasi dan berjalan ke arah sofa untuk duduk.

Tak lama, sosok Syahbana keluar dari kamar dan berjalan mendekat ke arah Adi.

“Sudah” ucap Syahbana sambil menatap ke arah Adi dengan senyum tipis.

“Hm” balas Adi dengan raut wajah datar.

Setelahnya Adi mulai berjalan keluar dari rumah, di ikuti oleh Syahbana di belakangnya.

“Duduk di depan” ucap Adi saat mereka sudah sampai di parkiran.

“Iya” balas Syahbana dengan pasrah.

Setelah itu mereka memasuki mobil dan duduk dengan nyaman. Dengan kecepatan sedang Adi melajukan mobilnya ke mall.

Di sepanjang perjalanan hanya di isi oleh kesunyian. Syahbana cukup menikmati perjalanan kali ini, matanya menatap ke arah jalan dengan tenang. Berbeda dengan Adi, dia sedikit gusar. Ingin mengajak Syahbana berbicara tapi egonya terlalu besar, jadilah dia hanya melirik Syahbana beberapa kali.

Beberapa menit kemudian akhirnya mereka sampai di salah satu mall di kota ini. Dengan gerakan tenang Syahbana keluar dari mobil di susul oleh Adi.

“Mau beli apa?” tanya Syahbana sambil membenarkan tas slempangnya.

“Tas? Baju? Perhiasan atau alas kaki?” ucap Adi meminta pendapat.

“Emm... kamu belum menentukannya?” tanya Syahbana dengan hati-hati.

“Belum, saya mengingatnya siang tadi” ucap Adi dengan santai.

“Ah, aku juga tidak tahu selera Mama Windu” balas Syahbana dengan raut wajah berpikir.

“Kita jalan dulu, jika ada yang menarik perhatian kita beli itu saja” balas Adi santai dan mulai berjalan mendahului Syahbana. Syahbana menyusul langkah Adi dengan langkah pelan.

‘Lalu aku harus memberi Bu Windu apa?’ batin Syahbana memikirkan apa yang harus dia berikan kepada Ibu mertuanya.

‘Apa ku buatkan sesuatu saja?’ batinya lagi dan berpikir dengan guratan di dahinya.

“Sepetinya tak buruk” gumam Syahbana dengan senyum manis.

Adi menghentikan langkahnya saat mendengar ucapan Syahbana tadi, walau pelan dia masih bisa mendengarnya.

“Apa yang tak buruk?” tanya Adi sambil menatap ke arah Syahbana dengan heran.

“Hah?” heran Syahbana sambil menatap tak mengerti ke arah Adi.

“Apa yang kau maksud dari ‘sepertinya tak buruk’ ?” ucap Adi dengan raut wajah datar.

“Oh, aku hanya memikirkan hadiah apa yang harus ku berikan kepada Mama Windu” balas Syahbana dengan raut wajah tenang.

Adi menatap ke arah Syahbana sebentar dan membalikkan badannya tanpa mengatakan apa pun.

Mereka berjalan ke arah toko perhiasan, Syahbana yang melihat arah tujuan Adi hanya bisa tersenyum simpul. Karena dia sudah menebak ke mana Adi akan berhenti.

“Selamat siang pak” ucap sang penjaga toko dengan ramah.

“Siang, saya ingin membeli kalung” ujar Adi dengan datar.

“Baik, silakan di lihat-lihat dulu” ucap sang penjaga toko dengan senyum ramah.

“Hm, Bana cepat pilih” ujar Adi menyuruh Syahbana memilihkan kado untuk Ibunya.

“Baik?” balas Syahbana sedikit heran karena panggilan dari Adi untuknya, dengan teliti dia menatap ke deretan kalung di depannya.

Perhiasan di toko ini sangat bagus, bahkan sangat-sangat bagus. Banyak pilihan yang membuat Syahbana bingung ingin memilih yang mana, tapi pilihannya terhenti di sebuah kalung yang sangat elegan dan cantik.

“Mas, yang itu bagus” ucap Syahbana sambil menunjuk ke salah satu kalung.

“Saya beli yang itu” ucap Adi dengan datar dan menyerahkan kartu debitnya.

“Mohon di tunggu sebentar” balas sang penjaga toko dan membungkus kalung yang di maksud Syahbana.

“Ini tuan, terima kasih atas kunjungannya” ucap sang penjaga toko sambil menyerahkan kartu debit Adi dan kalung tadi.

“Hm” balas Adi tanpa minat dan membawa kalung tadi, meninggalkan Syahbana. Melihat itu Syahbana mulai berlari menyusul langkah Adi, tapi sebelum itu dia mengucapkan terima kasih ke arah sang penjaga toko.

Menjadi Istri Kedua (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang