Saat ini Syahbana sedang menulis cerita di gazebo yang ada di taman belakang. Dia sangat fokus dengan tulisannya hingga tak sadar akan kehadiran seseorang, orang itu menatap ke arah wajah Syahbana dalam diam.
Belakangan ini wajah itu yang selalu hadir di kepalanya, dia sudah mencoba menepisnya tapi bukannya melupakan, dia malah semakin mengingat wajah di depannya ini.
“Kau tak makan?” tanyanya dengan raut wajah sedikit lembut, berbeda dari beberapa hari yang lalu.
Syahbana yang mendengar suara seseorang yang beberapa hari ini tak dia dengar pun merasa terkejut dan menatap ke sumber suara dengan raut wajah tak percaya.
“Ada apa? Ada perlu sesuatu?” tanya Syahbana balik.
Adi yang mendengar pertanyaan dari Syahbana hanya membalasnya dengan raut wajah datar dan sorot mata ke tidak sukaan. Dia paling tidak suka dengan seseorang yang berbalik bertanya saat di beri pertanyaan.
‘Ada apa dengan tatapannya itu? Apakah aku melakukan kesalahan lagi?’ batin Syahbana sambil menatap heran ke arah Adi.
Melihat raut wajah heran dari Syahbana membuat Adi menghela nafasnya lelah.
“Kau sudah makan siang?” tanya Adi dengan raut wajah malas.
Mendengar pertanyaan Adi barusan membuat Syahbana merasa bingung, tumben sekali sosok Adi menanyai dia sudah makan atau belum.
“Belum?” balas Syahbana dengan raut wajah bingung.
“Makanlah, jangan bermain dengan laptopmu terus” ucap Adi dengan datar, setelahnya dia bangkit dari duduknya dan pergi meninggalkan Syahbana dengan raut wajah datar.
Syahbana menatap ke arah Adi dengan raut wajah heran, hatinya bertanya-tanya apakah Adi salah minum obat? Kenapa tingkahnya begitu aneh siang ini.
“Dia kenapa?” ucap Syahbana sambil menatap ke arah punggung Adi dengan raut wajah bingung. Beberapa menit kemudian dia bangkit dari duduknya dan berjalan memasuki rumah dengan langkah pelan.
Saat Syahbana memasuki rumah, hal pertama yang dia lihat adalah sosok Adi dan Amerta. Di sana, Amerta sedang bermanja ria dengan Adi dan di sambut oleh Adi dengan lembut.
Tanpa memedulikan mereka, Syahbana kembali melanjutkan langkahnya, hingga pendengarannya mendengar apa yang Amerta bicarakan kepada Adi. Bukan maksud menguping tapi karena jarak di antara mereka cukup dekat, sebab itu dia mendengarnya.
“Mas” panggil Amerta sambil menatap ke arah Adi dari samping.
“Iya?” balas Adi dengan mengusap lembut rambut Amerta.
“Aku mau izin keluar sebentar boleh? Mau jalan-jalan ke mall” ucap Amerta sambil memeluk mesra lengan Adi.
“Hm, ada uang?” tanya Adi sambil menatap ke arah Amerta.
“Ada sih, tapi kurang” balas Amerta dengan manja.
Mendengar perkataan Amerta barusan membuat Adi langsung merogoh sakunya dan mengeluarkan salah satu kartu debitnya, setelah itu menyerahkan ke arah Amerta.
“Bawa ini” ucap Adi dengan sorot mata lembut.
“Makasih sayang” balas Amerta dengan senang dan mengambil kartu tadi dengan suka rela.
“Iya” balas Adi sambil mengusap kepala Amerta lembut.
“Aku siap-siap dulu ya” ucap Amerta dan mulai bangkit dari duduknya, sebelum dia berjalan menjauh, Amerta menyempatkan diri untuk mencium pipi kanan Adi. Setelahnya Amerta mulai berlari ke arah kamar, tapi saat melihat sosok Syahbana tak jauh darinya. Dia menatap Syahbana dengan sorot mata penuh permusuhan dan tak suka. Dan tak menunggu waktu lama dia kembali melanjutkan langkahnya ke arah kamar.
Syahbana yang melihat interaksi mereka secara sekilas hanya mengangkat bahu tak peduli, dia juga melihat tatapan tak suka dari Amerta tapi dia anggap bahwa tatapan itu hanya angin lewat yang tak perlu di ambil hati. Dengan langkah tenang dia berjalan melewati Adi dan menuju ke kamarnya, tanpa dia sadari ada sepasang mata yang menatap ke arahnya dengan sorot mata yang sulit di artikan.
Adi menatap ke arah Syahbana dengan lekat, hingga sosok itu hilang di balik pintu kamarnya.
“Ada apa denganku” ucap Adi sambil meraup wajahnya kasar, karena tak tahu ada apa dengan dirinya. Kenapa sangat senang saat melihat sosok Syahbana, dan matanya tak bisa lepas dari sosok itu seperti ada magnet yang sangat kuat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menjadi Istri Kedua (TAMAT)
FanfictionIbu yang terjatuh sakit dan tak ada sanak saudara yang membantu, membuat Syahbana harus ikhlas menjadi istri ke-2 dari seorang CEO yang bekerja di perusahaan penerbit buku ternama. Pernikahan ini terjadi bukan karena sang CEO tak bisa memiliki anak...