Bab 42

2.8K 103 1
                                    


Pagi harinya, Syahbana merasakan perbedaan di meja makan. Dirinya sedikit heran dengan suasana yang ada. Pagi ini terasa lebih mencengkeram dari pada hari-hari kemarin.

‘Ada apa? Apakah aku melakukan kesalahan?’ batin Syahbana sambil memakan makanannya dengan kaku.

Tak lama suara kursi bergeser membuyarkan lamunannya. Syahbana menatap ke sumber suara dengan raut wajah heran dan bertanya. Karena melihat sorot mata tajam dari Adi untuk dirinya?.

Tanpa mengatakan apa pun Adi berjalan keluar dari ruang makan dengan langkah tegas.

“Aku melakukan kesalahan apa?” gumam Syahbana dengan raut wajah heran.

Amerta yang melihat drama di pagi ini hanya memasang raut wajah tenang dan terkadang bibirnya tertarik naik, karena merasa puas.

            ---___---

Di kantor Adi, terlihat sosok Adi sedang menyenderkan punggungnya di sofa dengan mata tertutup rapat.

“Sial!” desis Adi sambil menatap ke arah depan dengan raut wajah keras. Setelah itu dia bangkit dari duduknya dan berjala keluar dari dalam ruangan.

Pikirannya sedang kacau saat ini. Dengan langkah tegas Adi menyusuri setiap koridor perusahaan. Hingga sampailah dia di ruangan untuk para karyawan bekerja. Para karyawan saat menyadari keberadaan Adi pun menunduk dalam, karena aura yang Adi keluarkan benar-benar suram hari ini.

Tanpa memedulikan para karyawannya, Adi terus berjalan hingga sampailah dia di depan pintu lobi.

“Saya keluar, jika ada yang mencari bilang saja saya sedang meeting ke luar perusahaan” ucap Adi kepada resepsionis, yang berdiri di balik meja dengan kepala menunduk kaku.

“Baik pak” balas sang resepsionis dengan raut wajah patuh.

Setelah mendengar jawaban dari sang resepsionis, Adi mulai berjalan keluar dari perusahaannya.

Di lain tempat.

Di salah satu ruangan, terlihat ada sepasang kekasih yang sedang memadu kasih. Dengan manja sang wanita memeluk tangan sang pria.

“Hubungan mereka bagaimana sayang?” tanya sang lelaki dengan serius.

“Sedikit memburuk” balas sang wanita dengan tenang dan tersenyum manis.

“Memburuk? Bagaimana bisa?” tanya Eja dengan raut wajah tak percaya.

“Kemarin aku mendapat foto yang sangat bagus dan aku perlihatkan foto itu kepada Adi. Aku tahu watak Adi, sebab itu sangat mudah memancing amarahnya” ucap Amerta dengan senyum senang.

“Bagus, kalau bisa buat dia membenci Syahbana” ucap Eja dengan senyum sinis.

“Tentu saja" balas Amerta dengan manja.

Beberapa saat kemudian mereka hanyut dalam kemesraan, hingga tanpa mereka sadari sebuah kesalahan kembali terulang. Bukan untuk pertama kalinya untuk mereka melakukannya, sudah beberapa kali mereka melakukan itu.

Di lain tempat.

“Mas! Mau ke mana kamu?!” ucap Jihan dengan raut wajah marah.

“Menjenguk Ibu, apa lagi?” ucap Huda dengan raut wajah tenang.

“Berani kamu melangkah satu langkah keluar dari pintu, aku akan pulang ke rumah Ibu mas!” ucap Jihan dengan raut wajah marah.

“Lalu?” ucap Huda dengan raut wajah acuh tak acuh. Jihan yang mendengar jawaban dari Huda sedikit merasa kesal dan menatap Huda dengan marah.

“Lakukan semua yang kau mau Jihan, aku sudah muak. Jika perlu ajukan gugatan cerai ke pengadilan” ucap Huda dengan datar, dengan langkah tenang dia kembali melanjutkan langkahnya.

Jihan yang masih terbawa emosi pun tak berpikir panjang, dengan emosi dia berjalan ke arah kamar dan mengemasi semua pakaian miliknya serta pakaian anak-anaknya.

“Lihat saja, kau akan menyesalinya mas dan memohon untuk aku kembali ke rumah ”ucap Jihan kesal, dengan tangan yang masih memasukkan pakaiannya dengan asal.

Setelah semuanya telah siap, Jihan mulai berjalan keluar dari kamar dan menarik tangan anaknya tak tahu apa-apa keluar dari rumah. Sang anak juga hanya bisa diam tanpa protes. Dia bingun ingin mengatakan apa di posisinya saat ini.

Menjadi Istri Kedua (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang