Bab 5 Kilas Balik : Pertemuan

97 24 1
                                    

Ketika itu Fuadi bersama teman-temannya sedang berada di sebuah kafe. Fuadi bukan tipe orang yang sangat tertarik dengan gaya hidup mewah. Kafe seperti biasa tidak menambahkan gairah dalam dirinya ketika berada disitu. Tetapi kali ini, di sebuah kafe, kisahnya dimulai.

Saat ingin memasuki kafe dia bersama teman-temannya menuju tempat parkit untuk membicarakan masalah bisnis. Bisnis yang sangat luar biasa. Tetapi, sifat dari temannya itu sangatlah menjengkelkan. Dia menantang Fuadi untuk mencari siapa perempuan yang paling cantik di kafe saat itu. Fuadi dengan cepat menerima tantangannya. Tantangan seperti itu bukan hal yang sulit untuk Fuadi, dia bahkan bisa memikat seluruh isi kafe itu. Tetapi, Fuadi hanya ingin memilih yang terbaik untuk dia dalam segala hal. Selepas berbisnis dengan temannya itu Fuadi merangsak masuk dan kemudian bergabung dengan teman-temannya yang lain. Mereka sudah duduk di situ sekitar lima belas menit lamanya.

Ketika sedang membicarakan banyak hal kemudian mata Fuadi mengamati seisi ruangan. Ruangan itu dipenuhi oleh warga-warga lokal. Tidak banyak diantara mereka yang sangat memikat mata Fuadi. Bahkan ketika pelayan kafe tersebut keluar dengan baju pegawainya, banyak teman-temannya yang mencoba untuk menggodanya. Tetapi, Fuadi sangat tidak tertarik.

Kemudian ada sebuah perkumpulan para perempuan dan laki-laki yang sangat ramai sekali. Suasana di sana terlihat sangat menggembirakan. Mejanya terletak sekiat sepuluh meter dari meja Fuadi. Seluruh teman-temannya mengalihkan pandangan mereka menuju kelompok tersebut. Fuadi awalnya hanya melirik saja tidak tertarik. Sampai ketika dia melihat seorang perempuan yang memiliki tampilan elegan dan sedang melamun.

Perempuan itu melamun menatap keluar kafe melalui jendela yang berada di sampingnya. Dengan posisi kepala yang sedikit disandarkan ke kaca kafe, dan dengan segelas teh hangat di depannya. Dia terlihat sangat tidak tertarik dengan suara ramai teman-temannya yang lain. Fuadi bisa tahu bahwa mereka merupakan satu perkumpulan, ketika Fuadi melihat dia diajak untuk bergabung. Hanya saja mungkin dia tertarik untuk sendiri. Sepasang mata Fuadi tidak mau terlepas dari wajahnya. Rasanya baru kali ini dia melihat keanggunan yang sangat luar biasa.

Tiba-tiba saja ucapan dari temannya teringat di pikiran Fuadi. Dia ditantang untuk mencari perempuan di kafe ini yang sangat menarik baginya. Dan rasanya Fuadi sudah menemukan perempuan yang menarik untuk dirinya. Fuadi langsung saja melamun dan membayangkan apa tindakan yang harus dilakukan olehnya agar dapat berkenalan dengan perempuan itu.

Fuadi mengamati seisi ruangan untuk mencari alibi agar dapat mendekatinya. Bahkan sempat terbesit dipikirannya bahwa dia akan menyamar menjadi pelayan seperti pada cerita-cerita fiksi. Namun tidak lama setelah Fuadi berpikir demikian, perempuan itu terbangun dari tempat duduknya. Fuadi lantas terkejut dan merasa bahwa ini adalah penyesalan seumur hidupnya apabila tidak dapat berkenalan. Tetapi rasa itu hilang ketika tahu bahwa dia menuju ke toilet dan bukan untuk pergi. Saat itu juga pikiran dari Fuadi mendadak cemerlang begitu saja. Dia berencana untuk menunggu perempuan itu di depan toilet. Rencana yang bodoh, tetapi rasanya rencana itu sedikit lebih baik daripada tidak sama sekali melakukan apa-apa.

Lama memikirkan untuk apa yang harus dia perbuat, ternyata perempuan itu sudah tidak terlihat oleh pandangan. Dan sepertinya perempuan itu sudah memasuki toilet. Fuadi langsung bergegas bangun dari tempat duduknya dan segera menunggu di depan toilet. Fuadi merasakan bahwa akankah dia ditolak mentah-mentah oleh perempuan tersebut atau justru perempuan itu akan menjadi kekasihnya.

Tiba-tiba saja dua orang muncul dari arah toilet secara bersamaan. Dan salah satu diantaranya adalah perempuan itu. Ketika Fuadi melihat dia berdiri di depannya hatinya langsung berdebar kencang. Dia tidak sanggup untuk menyapanya dari dekat. Rasanya dia ingin mundur saja daripada menahan malu dan salah tingkah di depannya. Tetapi Fuadi tidak mau mundur dari apa yang sudah dia kerjakan. Dia tersenyum kepada perempuan itu sembari menujulurkan tangannya seperti biasa ketika dia berkenalan.

"Hai, nama aku Fuadi. Ketika sedang duduk tadi saya melihat engkau sendiri saja. Aku pikir engkau membutuhkan teman jadi aku dengan lancang mengikuti, maaf. Tapi bagus jika memang di sini engkau sudah memiliki teman. Salam kenal yah."

"Ah iyah. Aura kamu duluan aja ya. Nanti aku akan menyusulmu." Ucap dia kepada temannya yang berada di sampingnya. Setelah mendengar perintah dari perempuan itu, temannya langsung meninggalkannya.

"Hai juga. Nama aku Nirmala. Memang benar aku sedang sendirian tadi. Tetapi jika dengan engkau pun saat ini tak apa, aku tak keberatan sama sekali. Salam kenal juga." Akhirnya perempuan itu yang bernama Nirmala menjulurkan tangannya menyambut tangan dari Fuadi yang sepertinya sudah lama mengajak bersalaman. Nirmala dan Fuadi pun turut menebar senyuman. Mereka kemudian berbincang sejenak.

Di depan toilet itu mereka sedikit bertukar cerita. Bahkan bisa dikatakan banyak, hanya saja mereka saling berdiri dan tidak ada yang merasakan lelah. Kaki yang rapuh dari keduanya seolah kembali meningkat saat mereka berkenalan. Sebelum pada akhirnya Fuadi penasaran apa yang menjadi alasan dia memutuskan untuk sendiri, sedangkan dengannya saja dia bisa sebahagia ini.

"Ouh iya. Lalu bagaimana dengan engkau, mengapa memutuskan untuk sendirian saja?" Tanya Fuadi kepada Nirmala dengan rasa penasaran yang sangat tinggi. Sembari bertanya dia pun ekspresif tidak seperti biasanya. Fuadi saat ini sangat terlihat bahagia.

"Ah, Tak apa lah. Aku hanya ingin menyendiri. Aku memang tak terbiasa dengan banyak keramaian semacam ini. Pada saat ini pun rasanya aku ingin pulang saja, tetapi engkau datang menyambut dengan hangat. Rasanya aku sangat bahagia sekali." Nirmala dengan nada lembutnya memuji seorang Fuadi sekaligus menebarkan senyumnya yang sangat manis.

Senyum Nirmala memang sangatlah manis. Untuk seorang perempuan dia sangatlah tinggi. Dengan rambut pendeknya yang terkuncir dengan rapi. Warna kulitnya sangat cerah seperti Namanya. Nirmala atau Matahari. Dia adalah matahari untuk kehidupan Fuadi. Matahari menyinari dan menghangatkan, tetapi akankah matahari ini sekaligus menjadi penyakit?

Jika matahari yang sedang bersinar itu akan menjadi keindahan, maka dialah sang pemenangnya di hari nanti. Tapi jika penyakit datang lantaran terik panasnya, maka dia akan menjadi parasit untuk langkah menuju kebahagiaan.

Setelah bertukar cerita banyak hal, Fuadi memutuskan untuk kembali. Tentu saja di meja makan, temannya dan teman Nirmala sudah khawatir menunggu. Tidak terasa, sepertinya mereka sudah berbincang banyak hal.

Hati berbunga-bunga menghiasi langkah Fuadi ketika kembali ke mejanya. Perasaan dia saat itu sangat bergembira. Rasanya dia ingin segera menemuinya terus. Nirmala telah mematahkan pemikiran Fuadi bahwa semua perempuan sama saja. Tidak ada yang layak dijadikan pasangan. Namun Fuadi masih meninjau kembali, bagaimana dia dan Nirmala kedepannya.

Cinta Dalam CeritaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang