Bab 26 : Permintaan Maaf

77 15 1
                                    

Fuadi hanya meratapi kesedihannya melalui menyendiri. Menurut Fuadi menyendiri adalah satu-satunya cara untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Jika dirinya memaksa untuk melakukan banyak hal, berinteraksi dengan banyak orang, tentunya itu akan merugikan. Bisa saja dia berbuat sesuatu yang tidak pernah terduga.

Ketika Fuadi sedang duduk menyendiri di tepian sungai, tiba-tiba saja dari arah belakang datang Halimah dan Bima. Mereka berdua datang untuk menemui sahabat lamanya itu. Menurut mereka sejauh apapun tindakan Fuadi, dia tetap harus membutuhkan dukungan dari orang-orang terdekatnya. Dan mereka adalah orang-orang terdekatnya.

Halimah dan Bima mendekati Fuadi. "Memang sulit yah, menyendiri saja ketika ada masalah. Rasanya akan lebih menenangkan bila saling bertukar cerita." Suara Bima memecah keheningan dalam diri Fuadi. Lamunan yang sedang menghampirinya mendadak pergi begitu saja.

Fuadi kemudian langsung menengok ke arah belakang tempat suara itu berasal. Dugaan Dia benar bahwa suara itu adalah suara Bima. "Ya, memang seperti inilah hidup. Memang benar akan jauh lebih menyenangkan bila bertukar cerita, hanya saja taka da yang hadir bersamaku ketika itu." Fuadi memberika jawaban yang sangat mengejutkan. Dia tidak memberikan sedikitpun reaksi menolak kehadiran mereka. Sepertinya Fuadi sudah mulai ingin kembali menerima mereka dalam hidupnya, walaupun sebenarnya Fuadi sendiri yang menyebabkan masalah itu.

"Lalu untuk apa kita berdua hadir di sini jika bukan untuk menemani engkau?" Halimah langsung saja menanggapi penyataan dari sahabatnya itu. Halimah memang sudah sangat rindu dengan kehadiran Fuadi, untuknya dia sudah seperti kakak sendiri.

"Apakah tidak menimbulkan rasa cemburu dalam hati kekasih engkau Halimah?"

"Ya Fuadi. Kita bertiga memulai semuanya dengan bersahabat. Bagaimana pun tak mungkin aku membenci sahabatku sendiri. Silahkan lah engkau berbincang bersama kekasihku, biarlah dia melepas rindunya terhadap engkau." Bima terkekeh mendengar pernyataan Fuadi jika dirinya akan cemburu lantaran Halimah melepas rindunya.

"Biarlah cinta kalian tenggelam dalam sungai ini. Aku percaya kepada kekasihku, Fuadi. Biarlah dia yang membuktikan bahwa dirinya layak dipercaya. Tugasku hanya mempercayai, tugasnya adalah membuktikan."

"Rupanya memang sudah sangat romantis kalian berdua. Kalau begitu marilah sejenak kita lupakan yang terjadi. Kita rebahkan sejenak pikiran kita di sini. Setelah itu kita luruskan semua kesalahpahaman yang terjadi." Fuadi menanggapi perkataan dari Bima. Dalam hatinya memang sudah tidak diselimuti rasa benci. Dirinya sudah hampir melupakan masalah itu. Hanya saja memang perlu beberapa yang harus diluruskan.

Halimah dan Bima kemudian duduk di samping Fuadi. Mereka kali ini duduk menatapi sungai tanpa ada yang mengeluarkan sepatah kata pun. Inilah yang dimaksud Fuadi merebahkan pikiran. Menatapi alam dengan tanpa berbicara, hanya memandangi dengan membiarkan segalanya mengalir seperti air.

Setelah beberapa menit mereka terdiam, akhirnya Halimah memutuskan untuk berbicara. "Apakah diizinkan bila aku ingin meminta maaf?" Halimah kemudian melirih ke arah Fuadi. Halimah memutuskan untuk meminta maaf terlebih dahulu karena berlebihan kepada Fuadi saat itu. "Tak apa, aku pun salah karena telah memaksa engkau menuruti apa yang kumau." Fuadi menanggapi permintaan maaf Halimah, dan dia juga meminta maaf atas apa yang telah diperbuat olehnya.

"Dan aku juga ingin meminta maaf karena telah membuat engkau salah paham." Kali ini saatnya Bima yang meminta maaf kepada Fuadi. Dirinya merasa bersalah karena telah menimbulkan kesalahpahaman, tetapi sebenarnya Bima tidak melakukan kesalahan apapun.

"Tidak apa Bima. Hanya saja aku tak mengerti apa yang terjadi."

"Bagaimana yah memulainya?" Bima memberikan isyarat ingin mengatakan sesuatu kepada Fuadi. Halimah memberika balasan untuk memerintahkan Bima agar menjelaskan melalui isyarat tangan.

"Jadi gini Fu. Maaf sebelumnya bukan bermaksud untuk menjelekkan sahabat-sahabat engkau. Tetapi beberapa waktu lalu Halimah melihat bahwa Nirmala dan Ikrab sedang berencana untuk menghancurkan kita berdua. Mereka memanfaatkan engkau dengan mengolok-olok agar engkau membenci kita. Itulah mengapa mereka sering sekali menjelek-jelekkan kita." Bima akhirnya menjelaskan kepada Fuadi tentang apa yang sebenarnya terjadi.

"Tetapi atas dasar apa mereka ingin menghancurkan kalian? Memangnya apa yang sudah kalian perbuat sehingga Nirmala dan Ikrab sangat membenci kalian?" Fuadi masih tidak paham dengan apa yang dimaksud. Dia merasa ada sesuatu yang tidak diketahui olehnya mengenai hal ini. Seperti ada rahasia yang disembunyikan antara kedua sahabatnya itu.

"Sangat sulit untuk menjelaskannya. Kita berdua juga tidak tahu persis kenapa, tapi satu lagi." Bima membuat rasa penasaran Fuadi memuncak.

"Apa?"

"Perempuan yang bernama Aura, dia juga terlibat. Beberapa waktu lalu aku melihatnya bersama Ikrab. Dia keluar dari mobil dini hari." Bima menjelaskan semuanya yang dua ketahui.

Fuadi hanya terdiam ketika mendengarkan itu. Rasanya sangat sulit untuk mencerna semuanya. Dirinya yang masih sedang diselimuti kebencian terhadap Aura seketika semakin membencinya. Dia mendengar bahwa Aura terlibat, dan mungkin saja gelang itu bagian dari rencananya.

"Baiklah terima kasih. Informasi dari kalian sangat membuat kepalaku pusing." Fuadi kemudian mendengus kesal mendengarnya. "Janganlah engkau kembali marah perihal itu Fu. Kita hanya menyampaikan apa yang kita tahu." Halimah berusaha menenangkan Fuadi yang wajahnya berubah kesal ketika mendengarkan perkataan Bima. Halimah berusaha sebisa mungkin untuk berani menceritakan kepada Fuadi, walaupun yang ada dipikirannya dia akan kembali berselisih dengannya.

"Aku hanya kesal terhadap dunia ini. Mengapa tidak memberikanku kebahagiaan, walau sejenak saja. Rasanya memang sudah sangat lelah menghadapi hidup ini." Fuadi mencurahkan isi hatinya kepada mereka berdua.

"Sudah-sudah. Sekarang kita bertiga mari memikirkan untuk menyelesaikan masalah ini." Bima mencairkan suasana yang semula muram.

Kemudian mereka bertiga bercerita tentang hal-hal yang lainnya. Bima berusaha untuk membuat Fuadi tidak memikirkan hal-hal itu. Dia merasa bahwa Fuadi sangat rentan emosinya, hal-hal sensitif seperti itu akan memicu terjadinya konflik.

Setelah senja tiba mereka berdua kembali ke rumahnya. Halimah dan Bima bersama-sama pergi, dan Halimah memang hanya berjalan beberapa langkah saja. Berbeda dengan Bima yang harus menggunakan mobilnya untuk perjalanan menuju rumah. Dan setelah itu Fuadi sudah memikirkan mengenai rencana apa yang selanjutnya akan dia lakukan.

"Sepertinya gelang ini harus ku kembalikan ke pemiliknya." Fuadi berbicara dengan dirinya sendiri. Dia berniat untuk mengembalikan gelang milik Aura. Fuadi tidak sejahat itu untuk menghancurkan gelang yang sebagus itu. Dia akan mengembalikannya kepada Aura dan meminta penjelasan lebih lanjut.

Apa yang dimaksud oleh Bima. Apa yang sedang rencanakan oleh Nirmala, Ikrab, dan Aura. Dan sebenarnya siapa yang munafik diantara kalian berlima. Dan besok, Fuadi akan mencari tahu semuanya.

Fuadi kemudian melanjutkan masa menyendirinya di tepian sungai itu. Mulanya Fuadi ingin menentramkan pikiran bersama tepian sungai ini, namun tiba-tiba saja masalah baru kembali hadir. Sayangnya, masalah itu datang dari semua orang terdekatnya.

Cinta Dalam CeritaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang