"Aura Dava Praditasari; sahabat sejatiku." Nirmala menyapa Aura dengan menggunakan nama lengkapnya. Saat ini Aura sudah dibebaskan, namun sayangnya dia tidak bisa banyak bertindak. Setiap sudut ruangan terdapat penjagaan yang sangat ketat. Nirmala memiliki banyak sekali ajudan pribadi, dan tentunya Ikrab juga merupakan salah satunya. Ikrab sudah mengabdikan diri kepada Nirmala lama sekali.
Sambutan dari Nirmala tak diacuhkan oleh Aura. Dia hanya berdiam diri saja sedari tadi. Dia tidak pernah membayangkan akan terlibat dengan hal seperti ini. Yang ada dalam pikirannya kali ini sangatlah tidak terarah. Pikirannya merajalela kemana-kemana. Yang terjadi tadi sangatlah mengejutkan baginya.
"Sayang, mengapa diam saja?" Nirmala kembali menanyakan sahabatnya itu. Dia sadar bahwa Aura sangat tertekan dengan perlakuannya. "Aku terlalu kasar yah?" Nirmala kemudian ingin menyentuh pipi dari Aura. Seketika Aura menepisnya, dan mencengkram tangan Nirmala. Namun Nirmala hanya tersenyum, selangkah kemudian Nirmala menghempaskan sengkramannya ke bawah, mengaitkan kakinya di kaki Aura, menjatuhkannya, dan kemudian mengeluarkan belati yang ada di sela celananya. Belati itu di lemparkan Nirmala, kemudian dia menangkapnya tepat dan mengarah ke leher dari Aura.
Aura sangat terkejut saat melihat itu. Aura selalu membantah Nirmala karena dia lugu sekali di sekolah. Dia juga sering meminta bantuan Aura saat dirinya di-bully oleh teman-temannya. Namun kali ini, ketika Aura mengancamnya justru keadaanya menjadi terbalik. Cara Nirmala melumpuhkan pergerakan dari Aura dan caranya mengambil belati itu menjelaskan sekali bahwa dia bukan orang sembarangan.
"Sudah, jangan banyak bergerak. Katakan saja gelang apa yang kamu kasih untuk Fuadi?" Nirmala langsung saja menegaskan maksudnya menculik Aura. Dirinya sudah tidak sabar untuk menyayatkan belatinya ke pembulu darah itu. Rasanya Nirmala sangat diselimuti emosi yang luar biasa.
"Nirmala." Tiba-tiba saja ada suara yang keras datang dari belakang sana.
"Jangan kotori rumah ini lagi dengan darah, bodoh!" Kali ini dia berteriak menegaskan kepada Nirmala. Nirmala menarik belatinya kembali ke sela celananya. Kamuflase yang luar biasa untuk sebuah belati.
"Baiklah Ayahanda." Nirmala kemudian menanggapi teriakan tersebut. Sepertinya dia adalah Ayah Nirmala, Anjarmana Adi Trisaktiwiguna.
Anjarmana Adi Trisaktiwiguna, atau dipanggil dengan Anjar. Dia adalah seorang Bandar Narkoba skala nasional. Dia adalah buronan yang sangat ternama. Dirinya selalu saja lepas dari polisi karena penjagaan dari ajudannya yang sangat ketat. Dirinya sempat melarang Nirmala untuk mengoperasikan penangkapan Aura, sebab itu akan menimbulkan kecurigaan polisi. Namun Nirmala yang sudah terlatih berhasil membuktikannya.
"Sekarang aku minta baik-baik. Jelaskan saja, lalu kamu bebas." Nirmala menurunkan nada bicaranya kepada Aura. Dia kemudian memberikan Aura kesempatan untuk hidup kedua kalinya.
"Itu hanya gelang biasa."
"Untuk apa gelang itu? Kamu suka dengan Fuadi?" Nirmala mulai membesarkan nadanya kembali.
"Tidak." Aura membela diri.
"Katakan Atau?..." Tangan Nirmala menggenggam belati yang ada di sela celananya.
"Iyah, aku menyukainya sebelum kamu bertemu dia." Aura menjelaskan semuanya.
"APA!!" Nirmala kembali diselimuti emosi dalam dirinya. Dia hendak mengambil belati itu, kemudian Ikrab menahannya. "Biarkan dia menjelaskan Tuan Putri." Rupanya Ikrab juga ingin mengetahui semua yang terjadi, mengingat Fuadi juga masih merupakan sahabatnya.
"Saat dia mengunjungi kafe itu. Kita berdua berada di sana bukan?" Aura menjelaskan. Nirmala dan Ikrab terlihat serius untuk mendengarkan.
"Saat itu aku sudah memperhatikannya saat dia masuk. Namun, saat dia menatapimu aku jadi kesal. Aku menuju ke toilet untuk melampiaskan kekesalanku. Saat itu aku juga berkata, 'Mengapa sih dia melihat Nirmala itu seperti orang melihat bidadari saja.', dan kemudian saat selesai mengatakan itu kamu datang di belakangku. Aku tentu terkejut." Belum selesai menuntaskan cerita Nirmala sudah memotongnya.
"Apa yang kamu katakana? Jadi kamu meledekku?" Nirmala kemudian kesal dengan ucapan Aura.
"Tidak, hanya kesal saja. Sudah, saat itulah pertama kali aku menyukainya." Aura sudah usai menjelaskan kepada Nirmala.
"Yasudah, habisi saja." Nirmala langsung mengambil belatinya dan ingin mengarahkannya kepada Aura. Kemudian Pak Anjar datang karena suara Nirmala yang semakin mengeras. "Mau apa!" Pak Anjar marah kepada Nirmala. "Bawa dia pulang, kita akan menjalankan operasi sebentar lagi. Jangan jadikan dia sebagai penghambat!" Pak Anjar memerintahkan Nirmala untuk membawa Aura ke rumahnya.
"Ikrab, bawa dia kembali pulang. Siapkan mobil juga segera."
"Baik, Tuan Putri."
"Dan kamu. Kalau saja kamu membocorkan tentang hal ini, maka kamu juga akan terseret." Nirmala mengancam Aura sembari menarik kembali belatinya.
"Bagaimana maksudnya aku terseret?"
"Saat kamu masuk tadi, kamu sudah diberikan suntikan yang mengandung Heroin. Narkotika yang dimasukkan melalui pembulu darah." Nirmala tersenyum jahat saat mengatakan itu.
"APA!" Aura terkejut mendengar pernyataan dari Nirmala.
"Selamat bersenang-senang cantik." Nirmala kemudian pergi ke arah yang sama dengan Pak Anjar tadi. Sepertinya mereka berdua sedang merencanakan sesuatu yang sangat besar.
Perasaan Aura hancur begitu saja. Rasanya dirinya ingin sekali mengakhiri hidupnya. Dia seperti berada disebuah film-film action. Dirinya saat ini sudah diancam, walaupun tidak mati, tetapi hidupnya perlahan mati. Mati yang dimatikan oleh fakta bahwa dirinya sudah di suntikkan heroin.
Belum lama dari lamunannya suara klakson mobil berbunyi. Itu adalah Ikrab yang siap mengantarnya pulang ke rumah Aura. Aura kemudian melangkahkan kaki menuju mobil tersebut. Dirinya masuk di sebuah mobil dengan seseorang yang mengemudi, orang yang membawanya saat pingsan tadi, dan orang yang merupakan temannya sendiri.
Saat ini Aura kemudian diantarkan pulang oleh Ikrab. Dalam perjalanan memang sangat hening. Ikrab tidak mau menjawab pertanyaan dari Aura. "Cukup diam duduk. Atau akan aku turunkan disini." Ikrab langsung mengatakan itu saat Aura hendak berbicara. Ikrab sepertinya sudah tahu apa saja yang akan ditanyakan oleh Aura, itulah sebabnya mengapa Ikrab melarang Aura untuk bertanya.
Ketika sudah tiba di rumahnya Aura turun dari mobil. Namun sebelum turun tadi Ikrab berbicara sesuatu, "Lakukan saja apa yang tadi diperintahkan. Tidak ada yang mau bertindak lebih, kecuali kamu mau mati." Dan kemudian Aura turun saat itu. Ikrab langsung saja pergi dari rumah Aura.
Aura kemudian memasuki rumahnya itu. Hari sudah ingin pagi, dan Aura belum tertidur. Dia kemudian memasuki rumahnya, membuka pintunya, menyalakan lampu, dan menuju kamarnya. Saat sudah masuk ke kamar, dia kemudian menghembuskan nafas panjang. "Kapan rasanya semua ini berakhir!" Dia berteriak dalam hatinya. Namun, mulutnya terbungkam oleh ancaman. Dia kemudian merebahkan badannya, dan tertidur. Walaupun dunianya tengah dirundung masalah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Dalam Cerita
RomanceDitinggalkan oleh pasangan, para teman-teman lama datang untuk memberikan dukungan. Namun, di antara mereka ada yang terlibat dalam kisah yang menyebabkan kandasnya hubungan itu. Saat memutuskan untuk menyelidiki lebih lanjut, sahabatnya kembali dar...