Bab 18 : Baru

76 15 0
                                    

Saat matahari pagi sudah menyinari. Fuadi terbangun dari tidurnya semalam. Tidur itu sangat tidak dinikmati oleh Fuadi. Ketika Fuadi sudah cukup lama membuka mata, akhirnya dia memutuskan untuk beranjak bangun dari tempat tidurnya. Tatapan mata itu langsung menuju ke arah jam dinding. Fuadi langsung segera berlari menuju ke kamar mandi. Dan bersiap-siap untuk pergi.

Fuadi langsung menuju ke tempat dia mengajak Aura untuk bertemu. Sempat termenung dalam bimbang antara mengajaknya keluar atau tidak, namun akhirnya Fuadi memutuskan untuk mengajaknya keluar. Sayangnya Fuadi harus bangun terlambat. Walaupun matahari baru saja menunjukan sinarnya, tetapi jaraknya yang cukup jauh membuat Fuadi harus berangkat sedikit lebih cepat dari waktu pertemuan.

Perjalanan yang sangat jauh. Saat Fuadi sampai di taman, dia melihat bahwa Aura sudah berada di sana. Dia dengan pakaian yang sederhananya, namun tetap terlihat anggun. Dengan posisi duduknya yang elegan, dia terlihat sangat girl goals untuk seorang laki-laki seperti Fuadi. Fuadi kemudian menghampiri Aura. Dia menyapanya dengan, "Hai Aura, apakah sudah dari tadi menunggu di sini?" Fuadi menggunakan gesture seperti menahan malu karena datang terlambat. "Ya, sangat lama. Mengapa terlambat?" Aura ketus menjawab, namun tetap dengan wajah imutnya itu. "Malam tadi, rasanya sangat sulit bagiku untuk memejamkan mata." Fuadi menjawab pertanyaan itu sembari duduk di sampingnya walaupun belum dipersilahkan untuk duduk. Kemudian Fuadi melanjutkan ucapannya, "Akhirnya matahari pagi tidak sepenuhnya bisa kunanti kedatangannya.".

"Baiklah. Lalu untuk apa kau mengajakku ke sini?" Aura mulai menanyakan rasa penasarannya, karena hampir mengejutkan secara tiba-tiba Fuadi mengajaknya pergi ke taman seperti ini.

"Hanya sekadar mengajak untuk menghirup udara sejenak. Rasanya belakangan ini, terlalu banyak masalahku. Hanya kau seorang yang bisa kuajak untuk saat ini." Fuadi berusaha menjelaskan alasannya kepada Aura dengan nada yang sedikit lemas.

"Baiklah."

Suasana taman saat itu sedang sepi. Angin yang sejuk menyambut kehadiran mereka berdua dengan sangat baik. Bersama dengan banyaknya kupu-kupu di taman, mengingat bahwa kondisi lingkungan di sini masih sangat asri. Belum saja dimulai pembicaraan yang ingin dimulai oleh Fuadi, dalam benak Aura rasanya sudah sangat menakutkan. Dia membayangkan akan dicecari pertanyaan yang sangat dia rahasiakan dari Fuadi.

Saat ini hanya wajah Fuadi yang menjadi pusat perhatian Aura. Terlihat olehnya bahwa Fuadi akan mengucapkan sesuatu. "Apakah taman ini terasa nyaman?" Fuadi menanyakan hal yang tidak sesuai dengan kekhawatiran Aura. Aura hanya tersenyum karena kekhawatirannya ternyata salah. Kemudian dia pun menjawab, "Sangat nyaman, tetapi sepertinya tempat buku lebih menyenangkan hatiku." Dengan nada yang sedikit tertawa. Fuadi pun ikut tertawa dengan candaan Aura.

Aura dan Fuadi terlihat memiliki hobi yang sama, yaitu membaca. Keduanya sama-sama menyukai karya seorang novelis Tere liye. Keputusan Fuadi untuk mengajak Aura sudah tepat, hanya saja pemilihan tempat yang sedikitnya terlalu memaksakan. Padahal Aura sangat menyukai tempat buku itu, dimana awal mereka tidak sengaja bertemu setelah pertama kali mengenal. Secara tidak langsung juga, Fuadi menjadi tahu bahwa perpustakaan adalah tempat favoritnya, dan buku adalah kesukaannya.

Saat ini tidak ada perbincangan. Keduanya hanya berdiam menatapi sekitar. Hingga kemudian Fuadi menegur, "Aura" dengan suara yang lembut sekali. Dibalas oleh Aura dengan sama lembutnya, "Iyah, ada apa?" wajah yang semula menatap sekitar, kini berubah menjadi saling bertatap-mata. "Setahuku di sini ada sebuah perpustakaan, bagaimana kalau kita ke sana?" Fuadi mengajak Aura dengan nada yang berbahagia, sedikit senyuman manis juga dia berikan. "Ayo" Aura tampak girang penuh antusias menyambut ajakan Fuadi.

Mereka berdua berjalan menuju perpustakaan itu. Jalan mereka sangat lamban, keputusan yang tepat dari Fuadi untuk mengajak Aura menuju perpustakaan. Perempuan itu tampak tersenyum sepanjang perjalanan. Bahagia menyelimuti perasaan Aura sepanjang jalan, karena berdampingan dengan Fuadi. Rasa penasaran pun muncul dalam diri Fuadi, mengapa rasanya dia seperti berada di samping Nirmala. Perasaan yang tidak tahu itu apa, tapi rasanya kesejukan hadir ketika melihat Aura tersenyum. Sesuatu yang tidak dia dapatkan dari orang lain.

Mereka berdua tiba di perpustakaan. Pemandangan di sana sangatlah indah. Sangat sulit ditemukan di mana-mana perpustakaan dengan tata letak yang menarik. Mereka berkeliling mengitari rak-rak buku yang berdiri kokoh. Pandangan matanya melirih setiap buku yang ada di rak tersebut. Perpustakaan dengan hias kursi yang indah, dan udara dingin AC yang menyambut kulit mereka. Tentu saja ini tempat yang indah untuk disinggahi.

Setelah lama berputar, akhirnya mereka menemukan tempat yang nyaman untuk duduk. Tanpa perintah dari sesamanya, mereka berdua langsung mengarah ke kursi yang sama dengan pemikiran mereka. Mereka berdua duduk, hanya saja tampaknya mereka belum mengambil buku sedari tadi. Hanya berkeliling menatap, tapi belum sempat mengambil.

"Bagaimana pemandangan ini, surga bagi engkau kah ini?" Fuadi memulai pembicaraan itu dengan sangat baik. Aura menyambutnya dengan senyuman. Fuadi tampak mengerti arti senyuman yang Aura berikan. Mereka berdua menatapi sekeliling, sepertinya minat baca di sini tidak terlalu miris. Perpustakaan ini sangat ramai dikunjungi, mulai dari anak-anak, remaja, dan orang tua sekalipun. Bahkan, banyak sekali buku-buku penunjang perkuliahan di sini. Sangat cocok untuk mahasiswa.

"Nirmala belakangan ini sangat baik kepadaku. Ternyata dia tidak seburuk itu ya?" Fuadi memulai pembicaraan dengan sangat mendadak. Raut wajah Aura seketika berubah. Rasa bahagia yang dia baru saja alami mendadak hilang begitu saja. Ketakutan Aura terjadi, dan pertanyaan ini adalah sesuatu yang harus dia hindari.

"Ouh ya, baguslah." Aura tersenyum kepada Fuadi. Menurut Fuadi senyuman itu sangat mendukung pertanyaannya. Tapi sebenarnya hal itu sama sekali berlawanan dengan isi hati Aura.

"Hanya saja, jangan terlalu percaya kepada orang yang telah membuat engkau kecewa untuk kesekian kalinya." Aura kemudian melanjutkan ucapannya. Fuadi tidak paham maksud Aura. Dari raut wajahnya tampak Aura tidak menikmati perbincangan ini. Fuadi tidak ingin merusak suasana hangat ini, dengan perasaan Aura yang sedang berbahagia, tentunya akan menyakitkan bila akhirnya dicecar pertanyaan tersebut.

"Bagaimana kalau kita mencari-cari buku saja?" Fuadi berdiri kemudian mengajak Aura untuk mengikutinya. Aura tersenyum dan menghembuskan nafas panjang pertanda bahwa dia sudah sedikit lebih baik.

Dia tidak menjawab. Namun, dia bergegas untuk berdiri. Fuadi menyisiri banyak sekali rak buku, diikuti oleh Aura yang membuntutinya. Mencari sastra-sastra lama untuk dibaca. Sastra lama sangat menyenangkan daripada sastra baru. Unsur estetika di dalamnya masih jelas terkandung ketimbang sastra belakangan ini. Sejak era dua ribu, sastra sudah tidak memiliki nilai estetika. Sastrawan lebih banyak menciptakan 'asal jadi' daripada sastra yang istimewa. Tapi begitulah zaman, kita yang berpijak di atasnya harus mengikuti.

Buku-buku berhasil mereka temukan. Mereka berdua kembali duduk dan membaca masing-masing buku pilihannya. Hingga kemudian jam menunjukkan pukul 12.00 WIB; mereka harus segera pulang. Fuadi memiliki janji untuk bertemu dengan Ikrab selepas ini. Fuadi langsung saja mengajak Aura pulang. Dan Aura menyetujuinya. Mereka berdua kemudian meninggalkan perpustakaan itu, dan Fuadi bergegas untuk menuju ke tempat dia dengan Ikrab akan bertemu. 

Cinta Dalam CeritaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang