Bab 27 : Kejujuran

77 14 1
                                    

Besoknya Fuadi langsung berangkat menuju rumah dari Aura. Dia merasa banyak sekali yang harus dijelaskan oleh Aura. Belakangan ini banyak sekali yang terjadi pada Fuadi. Dan menurutnya, hanya Aura yang mampu menjelaskan semua itu.

Fuadi mendatangi rumah Aura. Dia mengetuk pintu rumah Aura dengan tidak tergesa-gesa, seperti tamu selayaknya. Hanya saja dalam hatinya dia tidak sabar ingin menemuinya. Dia ingin Aura segera keluar dari rumahnya dan menjelaskan apa yang terjadi sebenarnya.

Setelah ketukan ketiga akhirnya Aura keluar dari balik pintu tersebut. Aura keluar dengan pakaian tidurnya, sepertinya di pagi buta seperti ini dia baru saja terbangun, mungkin ketukan Fuadi membangunkannya. Raut wajah Aura seperti tidak kaget melihat kehadiran Fuadi,

"Ahaa, sayangku ada apa engkau kemari pagi-pagi?" Aura langsung mengatakan demikian untuk menyambut kedatangan Fuadi.

Fuadi terkejut melihat sambutan Aura, dirinya melantur ketika berbicara hal itu; dilihat dari nada dia berbicara. Fuadi tidak tahu harus memberikan tanggapan apa terkait hal yang baru saja dia lihat itu. Dia hanya bisa menatapi tingkah Aura yang sekarang terlihat seperti orang yang sedang berhalusinasi.

"Boleh aku masuk?" Fuadi memutuskan untuk menunggu Aura sadarkan diri dari halusinasi tersebut. Dia merasa bahwa semakin yakin bahwa Aura bukanlah orang baik-baik, seperti yang dikatakan oleh Halimah dan Bima kemarin.

"Kapanpun sayangku, bila perlu tidak usah pulang." Aura memberikan ruang untuk Fuadi memasuki rumahnya. Kegilaan Aura bertambah liar saat dia tiba-tiba saja teriak histeris. "Tuhannnn!!" Aura berteriak selayaknya orang gila, tapi orang gila mana yang menyebut Tuhan?

Fuadi tentu saja khawatir terhadap kondisi Aura. Dia merasa ada sesuatu yang tidak benar dari Aura, tapi dia tidak boleh tertipu begitu saja. Bisa jadi itu adalah tindakan yang Aura lakukan untuk menghindar dari pertanyaan-pertanyaan Fuadi.

Fuadi hanya berdiam menatap kesekeliling ruangan itu. Foto-foto Aura tidak terpajang satupun di ruang tamu. Fuadi merasa ameh, bagaimana mungkin orang secantik Aura tidak memiliki foto; bahkan foto dengan keluarganya pun tidak ada.

Beberapa menit sudah berlalu, kali ini Aura sudah terdiam. Dia hanya duduk diam tidak bersuara sedikitpun. Fuadi terlihat kesal dengan yang terjadi. Fuadi berusaha melirik ke arah Aura, ternyata dia sedang tertidur. Hela nafas panjang Fuadi kembali terdengar. Sepertinya dia hanya bisa menunggu dengan sabar agar Aura sadar. Dan setelah lama menunggu, akhirnya Fuadi pun ikut tertidur seperti Aura.

"Fu, Fuadi?"

"Fuadi? Bangun!"

"Hoi, bangun!"

Aura berusaha membangunkan Fuadi yang sepertinya terlihat sangat menikmati tidurnya. Aura sudah kehabisan akal untuk membangunkan Fuadi. Dia memutuskan untuk menampar pelan pipinya. Setelah itu, akhirnya Fuadi terbangun.

"Hah? Sudah bangun kau rupanya?" Fuadi akhirnya sadarkan diri. Dia merasa sedikit menikmati tidur, karena semalam memang dia tidak bisa tertidur seperti ini.

"Kau sedang apa disini Fuadi? Mengapa Kau ada di dalam rumahku?" Aura terlihat sangat panik ketika menanyakan hal tersebut. "Bukanya engkau menyuruhku masuk? Lalu engkau tertidur begitu saja, jadi akupun ikutan tidur." Fuadi berupaya menjelaskan kepada Aura bahwa dirinya tidak masuk diam-diam seperti ingin mencuri. "Benarkah itu? Sejak kapan engkau di sini?". Fuadi menengok ke arah jam dinding di sana, "Dua jam lalu."; sepertinya mereka berdua sudah tertidur selama dua jam lamanya.

"Gila yah." Aura menepuk dahinya. Sayangnya dia mendengus kesakitan karena akibat tepukannya sendiri. "Ouh iya, pada saat aku mengantar engkau pulang, aku baru sadar bahwa di dahi itu ada luka, luka apa itu?" Fuadi berusaha menanyakan rasa penasarannya.

"Ini? Ouh, ini terjatuh saja." Aura menjelaskan dengan nada bicara yang tidak mencurigakan, lantas tentu saja Fuadi percaya ucapannya.

"Baiklah sekarang mengapa engkau kemari?"

"Aku kesini untuk menanyakan ada apa antara engkau dan Nirmala?"

"Ada apa bagaimana?"

"Mengapa saat itu, dini hari Ikrab mengantar kau pulang? Darimana itu?"

Aura terkejut saat mendengar itu. Dirinya merasa memang sudah tidak enak pada hari itu, dia merasa ada yang mengawasinya, ternyata benar memang ada.

"Jadi engkau menyuruhku untuk pulang sendiri, dini hari seperti itu?"

"Bukan begitu, lalu engkau darimana saat itu?"

Fuadi memojokkan Aura dengan rentetan pertanyaan yang menyulitkan Aura untuk menjawab. Namun pada akhirnya Aura menjawab pertanyaan Fuadi.

"Berkunjung ke rumah Nirmala."

"Bagaimana mungkin? Bahkan aku saja tidak pernah berkunjung, dan tidak pernah tahu di mana rumahnya."

"Akupun pertama kali. Sudah, jangan bahas itu."

Aura seperti tampak trauma dengan kejadian yang menimpanya belakangan ini. Dia tidak bisa menutup-nutupinya dari Fuadi bahwa dia sedang ada masalah. Tetapi, dia berusaha menutupi bahwa masalah itu dengan Nirmala. Begitu juga ancaman dari Nirmala dan Ayahnya membuat sekujur tubuh Aura gemetar.

"Baiklah, tapi jangan ada yang engkau tutupi dariku." Fuadi kali ini berkata tegas kepada Aura.

Aura terpaksa membohongi Fuadi karena satu dan lain hal. Dia juga terpaksa tidak menceritakannya, padahal tadi Aura berniat menceritakan semuanya. Aura kali ini berusaha membuat dirinya sadar secara utuh, agar tidak menimbulkan kecurigaan yang mendalam bagi Fuadi.

"Namun, aku tahu pada saat itu engkau di kafe. Dan saat itu, aku berada di sana." Fuadi lantas terkejut ketika Aura mengatakan hal itu.

Fuadi meliriknya dengan tatapan tajam. "Apa yang engkau tahu dari hari itu?" Fuadi terlihat tidak ramah dalam menanyakan itu. Dia seolah tidak nyaman, tapi tertarik untuk mendengarkan.

"Nirmala sengaja ingin mendekati engkau. Merubah identitasnya, dan memancing agar engkau mengikutinya. Rencana itu berhasil." Aura menceritakan itu, dan menuai reaksi yang sedikit emosional dari Fuadi.

"Lalu apa? Dia memanfaatkanku?" Fuadi naik pitam mendengar ucapan Aura.

"Untuk selebihnya dia yang tahu. Tapi hari itu, rencana Nirmala berhasil sempurna." Aura memalingkan tatapannya dari Fuadi. Dia menatap langit-langit rumahnya. Menghembuskan nafas panjang, dan memejamkan matanya.

Setelah itu Fuadi memutuskan untuk kembali ke rumahnya. Menurutnya informasi yang dia dapatkan sudah lebih dari cukup. Dia sangat puas dengan segala hal yang diberitahukan oleh Aura.

"Rasanya aku akan pulang." Fuadi berdiri dari tempat duduknya.

Aura kemudian membuka matanya dan melirih wajah Fuadi. Sepertinya dia masih diselimuti hawa kemarahan. Aura pun ikut beranjak bangun. Dia kemudian berjalan menuju pintu mendahului Fuadi.

"Baiklah, terima kasih atas kunjungannya." Aura membuka pintu. Dia memerintahkan Fuadi untuk keluar dari rumahnya. Sebuah tindakan yang terkesan mengusir, namun memang sengaja Aura lakukan agar tidak menimbulkan banyak pertanyaan baru.

"Tidak masalah. Sampai jumpa lain waktu." Fuadi kemudian berjalan keluar. Dia langsung menuju ke motor pamannya yang terparkir di halaman rumah Aura. "Ya, hati-hati." Aura memberikan tanggapan dari perkataan Fuadi tadi.

"Baiklah, semuanya aman." Aura mengatakan itu dalam hati setelah Fuadi menghilang dari pandangannya. Fuadi sudah jauh, dan saatnya Aura kembali beristirahat.

Cinta Dalam CeritaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang