Bab 9 : Yang Tak Terduga

87 20 2
                                    

Pada suatu hari, ketika hal-hal berat itu sudah berhasil Fuadi lalui. Saat ini Fuadi sedang menyendiri duduk di tepian sungai. Dengan mengibas-ngibaskan kakinya ke dalam air, dan dengan pemandangan yang elok di depannya. Sungai yang jernih itu padati oleh banyak anak kecil, mulai dari perempuan hingga laki-laki. Yang menarik dari usia dini adalah kita tidak perlu memandang jenis kelamin, dan diumur itu juga kita tidak mengerti apa-apa soal masalah dunia. Bayangkan saja, pada jaman dahulu anak-anak hanya meributkan masalah siapa yang menjadi temannya, dan siapa yang jadi musuhnya hanya karena perbedaan pendapat mereka soal siapa yang paling kuat diantara pak Rt dan pak Rw. Apalagi, banyak anak-anak yang bertengkar hanya karena kalah bermain bola. Tidak ada anak kecil yang tertangkap kasus narkoba, minuman keras, apalagi sampai pembunuhan.

Suasana ini didukung oleh adanya sungai yang jernih. Sungai ini sebenarnya sangatlah menawan, andaikata orang-orang tahu tentang sungai ini pasti esoknya air ini sudah keruh layaknya sungai kota.

Ketika keheningan sedang singgah, sayangnya Halimah menyadarkan Fuadi dari lamunannya. Arah kedatangan Halimah sudah bisa diduga oleh Fuadi. Fuadi yang menyadarinya hanya diam saja tidak menanggapi apa-apa. Sejak hari itu, sepulang dari taman kota semuanya tampak berbeda. Seolah semuanya seketika tidak ingin terganggu, Fuadi tidak menanyakan bagaimana kabar dari sahabat-sahabatnya itu. Sedangkan Halimah dan Bima tidak juga memberikan kabar kepada Fuadi. Baru kali ini, ketika Fuadi baru terlihat, disitulah Halimah langsung segera menghampiri.

"Fu, bagaimana jika nanti malam kita berkeliling sejenak? Rasanya aku sedang merindukan angin malam." Halimah kemudian mengajak Fuadi untuk berkeliling kampung ini ketika suasana malam.

Malam di kampung ini sangatlah menarik. Di pusat keramaian kalian akan menemukan beberapa warga yang sedang berjalan menuju pasar malam. Dan di pasar malam itulah pusat keramaian. Ketika berjalan masuk ke sana, yang pertama terlihat adalah sekumpulan orang-orang yang meronda sekitar kampung yang sedang bermain kartu. Ketika melanjutkan kembali perjalanan akan ditemukan beraneka ragam orang yang berjualan mulai dari makanan, minuman, dan mainan. Di sekitar situ ada juga wahana-wahana kecil yang terbuat dari barang seadanya, seperti istana balon dan perahu yang terbuat dari kertas karton. Perahu itu akan dijalankan di wadah air yang cukup besar, namun hanya muat menampung sepuluh perahu kecil saja.

"Baiklah, tawaran yang menarik." Fuadi lantas menerima tawaran dari Halimah dengan sangat antusias. Rasanya sudah lama semenjak Fuadi sibuk dengan Nirmala, dia tidak pernah ada waktu untuk Halimah sahabatnya.

Halimah pun turut tersenyum ketika tawarannya diterima dengan baik oleh Fuadi tanpa pikir panjang. Fuadi yang telah menerima tawarannya tiba-tiba saja memulai dengan pembicaraan yang lainnya. Fuadi sengaja lebih mendekatkan diri kepada Halimah. Tetapi, hal itu sepertinya menjadi hal yang mengejutkan sekaligus membuat Halimah tidak begitu nyaman.

"Sungai ini semakin hari semakin menunjukan keindahannya yah." Fuadi memulai pembicaraanya dengan sangat lembut dan tidak terduga. Fuadi pun sembari berbicara, tangannya dia celupkan ke dalam air untuk merasakan aliran air yang mengalir melewati sela-sela jarinya.

"Betul, ingatkah kau dahulu ketika engkau terseret arus sungai ini. Kemudian setelah beberapa menit, kau ditemukan sedang bersenang-senang. Keluarga khawatir kau terbawa arus, lantas kau malah bersenang-senang dengan kawan-kawan yang lain." Halimah menceritakan masa lalu Fuadi dengan nada yang sedikit meledek. Dia pun sengaja memberikan tertawanya di akhir kalimat agar suasana tidak terkesan menegangkan.

"Betul sekali. Aku ingat pada saat itu bajuku terbawa arus, karena pada saat itu aku sempat melepasnya. Beruntung anak-anak kampung sebelah mengambilnya, kalau tidak sudah habis aku dimarahi Ibu nanti." Fuadi yang mendengarkan cerita Halimah ikut tertawa. Disambut hangat juga oleh Halimah yang kembali tertawa mendengar cerita Fuadi.

"Tapi Halimah, jangan lupa juga. Kau ingat saat kecil dulu kau suka sekali menangis ketika dijahili oleh teman-teman kau ya." Fuadi kembali membalaskan dendam dengan mengeluarkan rahasia masa kelamnya dengan Halimah.

Saling membuka rahasia tentang masing-masing dari mereka berlanjut hingga senja tiba. Saat itu juga mereka memutuskan untuk kembali ke rumah masing-masing dengan mempersiapkan diri untuk berjumpa kembali nantinya.

Ketika sudah sekitar dua jam, akhirnya Fuadi memutuskan untuk menjemput Halimah di rumahnya. Ketika Fuadi datang terlihat Halimah sudah berhias diri dengan sangat luar biasa. Halimah mengenakan baju berwarna ungu dan celana berwarna hitam. Untuk seukuran Halimah, itu sudah sangat luar biasa. Dengan rambut yang tergerai begitu saja, dan sedikit poni yang terhembus angin malam, itu sudah sempurna.

Halimah dan Fuadi lantas berjalan menuju ke pusat keramaian. Di perjalanan mereka berdua kembali bertukar cerita masa kecil mereka, bahkan sampai ke kebiasaan buruknya pun mereka saling mengetahui. Itulah sahabat sejati. Peran Fuadi bagi kehidupan Halimah pada waktu dulu sangatlah luar biasa. Dengan adanya Fuadi, Halimah merasa seperti memiliki sebagian dari kehidupannya. Dia dijaga dengan sepenuh hati, dan tidak menutup kemungkinan diantara mereka ada yang jatuh cinta. Setelah berpisah dengan Nirmala, Fuadi merasa lebih dekat dengan Halimah. Halimah mengerti, meskipun sudah lama sahabatnya ini tidak mencarinya, tapi ketika sedang dititik terendah, dia tahu kemana dia harus kembali. Dan disitulah Fuadi mulai menyadari bahwa dia tanpa Halimah itu sangat tidak berarti.

Setelah mereka berjalan sekitar dua puluh menit, akhirnya mereka tiba di tempat yang dituju. Ketika berjalan memasuki pusat keramaian, puluhan manusia berjalan saling berhimpitan dan berdesak-desakan. Keramaian ini banyak diisi oleh ibu-ibu, anak remaja, dan anak kecil. Tidak ada bapak-bapak yang terlihat kecuali pedagang. Banyak remaja yang membawa pasangannya ke sini, dan Fuadi hanya membawa sahabatnya saja.

"Kita sudah sampai di keramaian, selanjutnya kita harus kemana?" Fuadi kemudian menanyakan itu kepada Halimah.

Halimah tidak langsung menjawab. Dia mengamati sekitar dulu untuk melihat-lihat dan menentukan tempat mana yang akan dia tuju. Kemudian dia melihat ada pedagang yang berjualan mie ayam, dan itu adalah makanan favorit mereka berdua. Setelah menentukan pilihannya kemudian Halimah menjawab pertanyaan Fuadi.

"Kau lihat di sana?" Halimah mengatakan sesuatu sembari mengarahkan ibu jarinya ke arah pedagang mie ayam itu.

"Iya" Fuadi kemudian mengikuti arahan Halimah untuk menengok yang dituju. Setelah dia melihat, kemudian dia mengembalikan pandangannya kepada Halimah, lalu dia berkata, "Mari kita ke sana!" Fuadi mengerti apa yang dimaksud Halimah. Dia berusaha untuk menemukan tempat yang nyaman untuk mereka, karena mie ayam adalah favorit bagi keduanya.

Mereka berjalan melewati kerumunan yang saling berdesak-desakan. Karena tidak ingin Halimah tertinggal, Fuadi langsung saja mencengkam tangan Halimah. Hal tersebut tentunya membuat Halimah terkejut. Tetapi kali ini dia tidak bisa berbuat apa-apa, itu demi kebaikan dirinya juga. Mereka berdua memotong jalan banyak orang agar bisa cepat sampai di tempat tujuannya. Setelah susah payah, akhirnya mereka berdua berhasil sampai.

Ketika sampai mereka kemudian duduk berhadapan dengan beralaskan kursi panjang. Hanya saja kursi panjang itu terisi satu diantara mereka. Fuadi di bagian yang berlawanan dengan Halimah. Ketika mereka sudah memesan mie ayam itu, kemudian mereka memakannya dengan sangat cepat. Wajar saja, ini adalah makanan favoritnya.

Setelah selesai memakan hidangan, kemudian mereka memutuskan untuk berjalan kembali. Terlihat kali ini keramaian sudah sedikit berkurang. Halimah sedikit tenang dibandingkan tadi harus dituntun oleh Fuadi. Dia sedang membayangkan ketika tangannya itu dituntun kemudian ada Bima yang mengetahui, maka habislah dia dimarahi olehnya.

Sudah sekitar dua puluh menit mereka berdua berjalan-jalan di pusat kota. Dengan bertabur keramaian yang sudah menyisahkan banyak jejak, mereka hanya tinggal bekas langkahnya saja. Semuanya sudah berakhir, malam semakin larut dan Halimah mengajak Fuadi untuk duduk sejenak di sembarang tempat. Beruntung pada tempat yang dipilihnya terdapat sepotong kayu bekas penebangan pohon tergeletak, itu bisa dijadikan untuk duduk.

Ketika keduanya sudah duduk di atas batang kayu itu, semuanya sempat sunyi begitu saja. Kemudian kesunyian itu harus terpecahkan oleh Halimah. Dia membuka percakapan awal mereka dengan sangat mengejutkan. Sesuatu yang bahkan tidak pernah terduga sebelumnya oleh Fuadi. 

Cinta Dalam CeritaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang