9

358 97 23
                                    

Ditunggu vote dan komennya 🤗

###

Jerry merasa agak kurang yakin saat mereka sampai di tempat tujuan kedua. Bukankah lebih baik mereka makan nasi untuk makan siang?

"Al, kamu yakin nggak makan nasi?" Jerry bertanya saat mereka baru saja menutup pintu mobil. Aleena menoleh dan menatapnya dengan mata membesar, ragu. "Maksudku, biasanya orang makan siang pakai nasi. Kamu yakin cuma makan roti?"

"Kamu mau makan nasi?" Aleena balas bertanya, seperti mempertimbangkan keinginan Jerry juga.

"Aku sih, makan apa aja nggak masalah. Kalau kamu memang mau makan roti juga nggak masalah," jawab Jerry cepat, tidak ingin mengganggu kesenangan Aleena.

"Kalau makan nasi, aku juga nggak apa-apa, kok," balas Aleena serius, dan hal itu justru membuat Jerry bingung. Kenapa malah dia yang harus memutuskan mereka makan apa?

"Yaudah, mungkin di dalem ada menu makanan berat," ucap Jerry, mengajak Aleena masuk ke bangunan bergaya joglo itu. "Bangunannya mirip rumah simbah dulu," Jerry berkomentar, mencoba mencairkan suasana yang sempat canggung.

"Iya! Bikin nostalgia, ya?" sahut Aleena, setuju. "Mau pesan apa?"

Jerry mengamati setiap menu yang ada dan menyebutkannya supaya Aleena bisa menulis di kertas yang disediakan.
"French Sandwich dan es americano," kata Jerry.

Aleena mengangguk, menunduk dan menulis dengan tekun. Jerry yang masih bisa melihat tulisan perempuan itu pun segera mengangkat alis.

"Kenapa hanya pesan kue-kue kecil?" tanyanya heran.

"Kecil tapi banyak, Mas. Sama aja kenyangnya nanti," Sahut Aleena.

"Kamu doyan teh chamomile?" sekali lagi bertanya karena pemilihan menu yang Aleena buat.

"Ya, konsumsi juga. Bentar ya, aku mau tanya tehnya pakai pemanis atau enggak," ucap Aleena kemudian menuju kasir. Jerry mengikuti di belakang, takut bagiannya membayar akan di serobot oleh Aleena.

"Mba, tehnya panas tanpa pemanis, ya?" Jerry mendengar Aleena berbicara pada salah pegawai yang ada di belakang meja.

"Baik, kak. Ada tambahan pesanan lagi? Atau mau di bayar sekalian kak?"

"Udah pesanannya itu aja, Mba. Dibayar sekalian juga nggak apa-apa," balas Aleena, merogoh saku celananya dan mengeluarkan dompet. Untung saja Jerry mengikuti.

Lelaki itu menahan tangan Aleena, dan menarik tubuh perempuan itu mundur dari kasir dengan lembut. Aleena tampak terkejut melihatnya ada disana.

"Aku yang bayar," ucap Jerry. "Berapa, Mba?"

"Eh, jangan! Tadi kan kamu udah bayarin tiket waktu di Gamplong. Makan siangnya aku aja yang bayar," tolak Aleena.

"Aku aja," Jerry mengulang tegas. "Kamu duduk aja dulu, nanti kursinya diambil orang lain."

Jerry bisa melihat Aleena cemberut, agak mengejutkan karena Jerry kira Aleena akan merasa senang kalau dia yang membayar semua. Tampaknya perempuan itu juga memiliki ego yang cukup tinggi. Ah, Jerry memang pernah membaca kalau wanita independen memiliki ego lebih tinggi daripada wanita biasa.

Kening Jerry kembali mengerut begitu kembali ke mejanya dan menemukan beberapa lembar uang.
"Uang ganti makananku," kata Aleena sebelum sempat Jerry bertanya.

"Nggak usah, Al. Aku yang bayarin. Nih, ambil aja lagi," Jerry mendorong uang itu ke arah Aleena.

"Nggak, ah. Jangan gitu. Aku yang ngerasa nggak enak. Sesekali biar aku yang bayar, toh sebenarnya harganya tadi lebih murah dari harga tiket di Gamplong, terus, aku juga yang ngajak ke sini," ucap Aleena, tampak sangat serius saat mengucapkannya.

Jerry memikirkan hal itu sebelum mengangguk setengah hati. Meski permintaan itu juga mengusik egonya, Jerry berpikir kalau mereka perlu berkompromi dalam beberapa hal.

###

"Mas, boleh tanya sesuatu?" Aleena memutuskan untuk memulai pembicaraan setelah diam canggung. Aleena pun menyadari kalau sempat terjadi hal yang tidak menyenangkan karena sempat ingin membayar makan siang mereka berdua. Yah, setidaknya Aleena jujur saat menjelaskan alasannya.

Mungkin Jerry merasa tidak keberatan, tapi tidak begitu dengan orang lain. Siapa tau, nanti tersebar di media sosial mengenai pihak lelaki yang membayar semua pengeluaran di kencan pertama. Meski tau seharusnya dia tidak peduli, toh Aleena tetap merasa kesal hanya dengan membayangkannya.

"Tanya apa? Tanya aja," Jerry menyahut sebelum menggigit sandwichnya.

"Tanya soal mantanmu, boleh? Ceritain tentang kalian dong? Kenapa dia bisa selingkuh?" ucap Aleena. "Tapi kalau keberatan, nggak usah juga nggak apa-apa. Aku cuma mau tau, karena tadi kamu nyinggung soal free sex dan selingkuh?"

Jerry menimang sejenak keinginan tahun Aleena sebelum memutuskan untuk menjawab, singkat dan jujur.

"Kami satu SMA dan sempat satu kelas juga sejak kelas sebelas. Saat itu juga kami memulai hubungan kami, hingga beberapa waktu terakhir ini," Jawab Jerry.

"Hubungan kalian baik-baik aja sebelumnya?" Aleena kembali bertanya, tampak penasaran.

"Kurasa begitu," sahut Jerry. "Kami jarang bertengkar, karena aku banyak mengalah. But, it seems not enough for her."

"Have you two ever done it?" Aleena merendahkan suaranya, menekan kata 'it' supaya Jerry bisa menangkap maksud pertanyaannya.

"No!" jawab Jerry, tampak syok. "Kalau aku sama aja kayak dia, kenapa kamu pikir aku bisa semarah dan sekecewa ini?"

"Mmm," Aleena membalas Jerry dengan gumaman sementara matanya jelas-jelas sedang menilai lelaki itu. "Mungkin karena itu dia selingkuh? Karena kamu nggak mau diajak begitu?"

Jerry mengerjabkan matanya skiptis pada komentar Aleena, teringat obrolan terakhirnya dengan Greesa yang marah karena Jerry bersikap terlalu 'kaku'.

"It doesn't mean I don't want her. I mean, that's Why i proposed to her!" Jerry menyanggah, dan justru memancing seulas senyum geli di wajah Aleena.

"Mm, so sweet!" kata perempuan itu. "I can tell how much you loved her."

Jerry tertegun, merasa aneh karena menceritakan hal ini pada sosok yang hendak dia jadikan isteri. Apakah dia membuat Aleena merasa menjadi pelarian?

"Al--"

"Kenapa keliatan panik begitu?" Aleena tergelak. "Aku memang minta kamu sejujur itu, kok! Lebih suka begitu malah!"

Jerry kebingungan, tapi tidak berbicara lagi.

"Tolong kedepannya juga sejujur ini, ya? Biar sama-sama nyaman," tambah perempuan itu, tersenyum tulus hingga membuat perasaan bersalah Jerry sedikit menguap.

Pesanan yang mereka tunggu akhirnya datang setelah beberapa saat berlalu. Jerry memperhatikan bagaimana Aleena menikmati teh chamomile panasnya dan menyadari sesuatu.

"Kamu punya masalah dengan jam tidur?" Jerry balik bertanya.

"Insomnia, gerd, migrain, dan ketidakstabilan hormon," Aleena menjawab tenang. "Tapi tenang aja, itu semua karena stress dan bukan penyakit yang bahaya atau apa."

"Kamu udah periksa sampai bisa ngomong begitu?" tuduh Jerry.

"Jelas udah, dong! Asal aku bisa kelola stress, semua aman!" Aleena mengacungkan jempolnya pada Jerry yang masih tampak tidak senang. "Ngomong-ngomong, teh chamomile itu manjur banget kalau lagi susah tidur!"

"Nggak semua orang doyan, deh!" sahut Jerry, menyesal kopinya sendiri.

"Pertama kali minum memang kayak minum obat," Aleena mengakui. "Tapi kalau udah terbiasa, ya rasanya enak!"

"Lain kali ke UII coba, buat cek kesehatan," usul Jerry.

"Aku perginya ke PKU Bantul, tuh? Nih, punya kartunya!" Aleena menunjukkan kartu pasien PKU Bantul pada Jerry hingga akhirnya lelaki itu mengangguk kalah.

###

Menurut kalian, ceritanya kurang apa?

SemicolonsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang